Meninggalkan Jejak

Izinkan saya mengajak para wisudawan untuk melakukan refleksi singkat tentang arti penting meninggalkan jejak. Setiap dari kita pasti memainkan peran, kadang tunggal dan tak jarang berganda, beragam peran dimainkan di waktu yang sama.

 

Menjalankan peran

Apapun peran itu, baik di ruang publik maupun wilayah privat, pastikan kita selalu berikhtiar untuk memberikan yang terbaik. Memang kadang, tidak semua harapan akhirnya mewujud, karena beragam faktor yang terlibat. Tetapi, saya termasuk yang percaya bahwa kerja dengan sepenuh hati, meski hasilnya belum seperti yang diharapkan, tidak akan menimbulkan penyesalan. Kerja manusia tidak hanya dicatat ujungnya, tetapi juga kualitas prosesnya.

Proses inilah yang harus menjadi perhatian setiap saat. Tanpa perhatian penuh, kita bisa terjebak pada angan-angan tinggi, yang tak jarang menjauhkan kita dari melakukan ikhtiar yang seharusnya. Apa yang dilakukan oleh para koruptor, misalnya, juga karena ini. Mereka mengangankan menjadi kaya, tetapi tidak mau melalu tangga kerja keras, dan akhirnya mengabaikan etika dan melanggar hak liyan.

Keseriuan dalam mengerjakan setiap peran juga yang akan diingat oleh orang lain. Sebagai manusia biasa yang tidak kalis kesalahan, jangan heran jika orang lain akan mengingat yang paling terbaru atau yang terakhir. Kita selalu berdoa kepada Allah supaya mendapat akhir terbaik, husnul khatimah.

 

Konsistensi proses

Konsistensi dalam proses sejatinya merupakan ikhtiar ke sana. Jika orang selalu menebar kebaikan, insyaallah akan diwafatkan dalam kondisi serupa. Begitu juga sebaliknya. Kita berharap kebiasaan yang baik akan terbawa sampai akhir hayat.

Itulah mengapa, dalam tradisi Nahdlatul Ulama, yang diperingati dari seorang muslim yang sudah wafat adalah hari kematian, dan bukan hari kelahirannya. Berbeda dengan Nabi Muhammad saw. yang diperingati hari lahirnya. Rasulullah sejak lahir bersifat maksum yang terjaga dari berbuat maksiat.

Berbuat baik untuk meninggalkan jejak juga tidak terbatas ruang dan waktu. Di mana pun, kapan pun. Tidak perlu menunggu orang lain melakukan hal serupa. Ibrah atau pelajaran yang diberikan oleh Allah Swt. dalam surat An-Nahl ayat 66 sangat menarik untuk direnungkan. Ayat tersebut berarti:

“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum daripada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” (QS An-Nahl 66)

Kita harus terus berikhtiar secara konsisten menjadi susu, meski kita dikelilingi darah dan kotoran. Adagium yang mengajak kita menjadi tidak waras supaya kebagian (saiki zaman edan, yen ora edan, ora keduman), harus dilupakan. Jika kita ikuti adagium ini, maka kita akan berubah menjadi kotoran.

Konfirmasi dari orang lain memang kadang diperlikan, tetapi tidak selalu. Allah Swt. juga akan menjadi saksi yang tidak akan melewatkan hal terkecil sekalipun. Perintah Allah Swt. dalam surat At-Taubah ayat 1-5, menegaskan.

“Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.'” (QS At-Taubah 105)

Pandai bersyukur

Di kesempatan yang baik ini, saya juga mengajak semua wisudawan untuk selalu bersyukur atas semua kebaikan yang sudah kita terima. Kita tak akan pernah sanggup menghitung nikmat yang diberikan Allah Swt. kepada kita, baik langsung maupun melalui perantara orang lain.

Karena itu, tetaplah kita berikhtiar menjadi hamba yang taat. Selain itu, bergaullah dengan orang lain dengan baik. Sampaikan terima kasih kepada orang tua yang telah mendukung Saudara dengan beragam ikhtiar yang kadang di luar kadar yang bisa dibayangkan.

Ungkapan terima kasih juga layak diberikan kepada mereka yang pernah bertemu dalam lintasan hidup Saudara, termasuk para guru, kerabat, dan sahabat. Mereka semua mempunyai andil dalam mengantarkan Saudara sampai pada kondisi saat ini. Pandai bersyukur dan berterima kasih merupakan kecapakan yang harus selalu diasah.

Sambutan acara wisuda Universitas Islam Indonesia pada 27 & 28 Juli 2024.