Menyiapkan Diri Menyambut Digitalisasi Pendidikan di Era 5.0

Meski dihantam Pandemi Covid-19, Indonesia terus mengalami digitalisasi yang pesat dalam banyak aspek, termasuk pendidikan. Pembelajaran jarak jauh tak akan mampu diselesaikan tanpa teknologi sebagai jembatan penghubungnya. “Memasuki era 5.0 bidang pendidikan dituntut untuk kolaborasi,” disampaikan oleh Beni Suratno, S.T., M.Soft.Eng., Direktur Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan Universitas Islam Indonesia (UII) di acara Webinar LABMA Scientific Fair pada Sabtu (22/10).

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pada era 5.0 kelak menonjolkan kompetisi bukan prioritas lagi, melainkan kolaborasi. Tantangan saat ini adalah pemilahan informasi. Berlimpahnya informasi yang ada, menantang kita untuk mencari informasi yang bermanfaat. Terhadap perubahan tersebut, seorang manusia harus bersikap aktif dan responsif. Kepedulian terhadap isu-isu baik lokal maupun global yang berdampak pada kehidupan.

Senada, pembicara Parama Pradana Suteja, yang juga mahasiswa Universitas Harvard menjelaskan bahwa saat ini peralihan dari era 4.0 diibaratkan manusia sudah mampu menciptakan robot. Kelak di era 5.0 tidak hanya kemampuan menciptakan robot saja, namun maksimalnya pemanfaatan robot dalam aktivitas manusia.

Khususnya bidang pendidikan, transisi pengalaman pandemi yang mengubah luring menjadi daring membuat metode pembelajaran hybrid justru akan dipakai. Ada faktor yang mempengaruhi suatu output dalam pendidikan. Faktor internal contohnya adalah minat belajar. Faktor satunya yakni eksternal contohnya adalah software yang mendukung. Dua hal tersebut harus berkolaborasi sama kuatnya untuk menghasilkan suatu output yang cemerlang.

“Jika sudah ada software, namun tidak punya minat belajar maka hasil kurang maksimal,” jelasnya.

Berbicara mengenai inovasi pendidikan, Parama mengatakan perlu adanya inovasi, contohnya adalah metode project based. Melalui metode tersebut diharapkan akan meningkatkan daya tarik pelajar dan juga mampu mengasah soft skill dan hard skill. Soft skill yang dimaksud adalah berkomunikasi dan bersosial yang penting untuk diasah.

Untuk mengubah suatu hal besar, sudah pasti butuh waktu yang tak sebentar. Namun, perubahan kecil yang dilakukan secara konsisten yang mampu melahirkan perubahan tersebut. Parama memberi contoh hal kecil tersebut sebagai membiasakan siswa menggunakan mesin pencari (google), menggunakan learning management system (google classroom) untuk mengakses materi, mengumpulkan tugas, dan manajemen pembelajaran. Hal besar dalam digitalisasi pendidikan adalah saat terwujudnya pembelajaran asinkron yang fleksibel dapat dilakukan dimana saja.

Ia menilai saat ini adalah waktu krusial untuk meningkatkan kemampuan dan mengeksplorasi diri guna menyiapkan era 5.0. Caranya bisa dengan mengembangkan skill interpersonal. Melatih diri dalam menyampaikan ide-ide yang ada dalam pikiran kita. Hal yang tak kalah penting adalah kemampuan untuk memecahkan masalah. Misalkan nanti kehidupan kita dibantu oleh AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan. Sebagai manusia harus lebih cakap dari AI. Manusialah pengendali serta pemecah masalah sebenarnya. Sebagai kalimat penutup, Parama membagikan sebuah quotes Norman Vincent Peale “Shoot for the moon. Even if you miss you’ll land among stars”. (UAH/ESP)