Sampah Adalah Cerminan Jujur Manusia

Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan webinar pada Sabtu (13/8) yang bertemakan “Histori TPA Piyungan dan Pengelolaan Sampah di Indonesia”. Webinar yang digelar secara daring melalui Zoom meeting ini turut disiarkan langsung melalui kanal YouTube Teknik Lingkungan UII. 

Eko Siswoyo ST, M.SC, ES, Ph.D selaku Ketua Prodi Teknik Lingkungan UII menyampaikan bahwa pengelolaan sampah tentunya bukan hanya dari aspek teknis saja, tetapi yang lebih kompleks mengarah ke non-teknis. “Kesadaran masyarakat untuk memilah sampah dari hulu skala rumah tangga, dan ini  menjadi faktor kunci yang sangat penting,” ungkapnya. Proses kesadaran ini dimulai dari hal kecil di sekitar, mulai dari melakukan promosi atau kampanye sampah, mengadakan bank sampah secara kolektif, dan lain sebagainya.

Narasumber pertama, Dr. Ir. Revianto Budi Santoso, M.Arch sebagai Ketua Bidang Kebudayaan dan Pengembangan Pariwisata Daerah, ICMI Orwil D.I. Yogyakarta menegaskan hubungan sampah dengan manusia. “Apapun yang terjadi, sampah adalah cerminan yang paling jujur dari diri kita,” ungkapnya. Perkembangan dan kemajuan negara,  secara nyata memberikan dampak langsung meningkatnya jumlah sampah. Pada tahun 1990-an akhir mengalami masa proses begitu panjang tentang sampah, mulai dari memproduksi sampah, mengelola sampah buangan hingga menjaga lingkungan sekitar. 

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Yogyakarta yang berlokasi di Kelurahan Sitimulyo, Piyungan Bantul bisa mencapai 600 ton sampah per hari. Pertumbuhan volume sampah di Piyungan sebesar 5,13% setiap tahun dengan peningkatan jumlah penduduk 0,68% per tahun.

Ia menilai masyarakat berperan besar terkait problematika sampah. Ada beberapa gap yang cukup menantang untuk bisa meresponnya dengan baik, misalnya: (1) asumsi tentang sampah yang selalu diajarkan sejak kecil yaitu ‘sampah membuat lingkungan tidak indah’, (2) sampah mengganggu keindahan lingkungan, (3) memperindah lingkungan dengan menyingkirkan sampah.

Budi Santoso juga memberikan tiga strategi edukasi lingkungan tentang sampah kepada khalayak umum: (1) sampah merupakan tanggung jawab publik, (2) adanya sampah bukan hanya kesehatan yang terganggu, tetapi mengganggu polusi juga, (3) masalah sampah bisa melibatkan perkara lain. 

Sementara itu, narasumber Ir. Rani Sjamsinarsi, MT di sesi kedua selaku ketua Project Management Unit Tim Percepatan Pelaksanaan Program Prioritas Pembangunan D.I. Yogyakarta menjelaskan pada tahun 2000-an pengelolaan TPA Piyungan beralih ke sekretariat bersama Kartamantul (Yogyakarta-Sleman-Bantul) melalui kerja sama daerah. Kondisi pada saat diserahkan ke sekber Kartamantul, baru sel 1 yang terisi sampah dengan volume lebih kurang 0,57 juta ton dan volume harian rata-rata 100 ton per hari. Lalu pada tahun 2015, TPA regional Piyungan kondisi sel sampahnya penuh, volume mencapai 470 sampah dari sumber tidak atau belum terpilah.

Hal tersebut tidak diseimbangi dengan peralatan yang mewadahi. Saat itu peralatan operasional tidak mendukung, armada angkutan sampah dari kabupaten kota harus dibantu pihak luar dengan armada non standar.

Pada tahun 2023 rencananya TPA Piyungan akan melakukan upaya mengurangi sampah dari sumber, khususnya sampah anorganik (plastik) agar faktor kompaksi semakin besar. “Memang diperlukan optimalisasi penanganan sampah hulu dan hilir,” tutupnya.

Selanjutnya, pada sesi ketiga dengan narasumber Prof. Dr. Ir. Enri Damanhuri yang merupakan Guru Besar Teknik Lingkungan UII menyampaikan sekilas pengelolaan sampah di Indonesia. “Sampah berserakan karena pelayanannya rendah tanggung jawab bersama peran pemerintah daerah,” ungkap Enri Damanhuri. Kota atau kabupaten di Indonesia dalam mengelola sampah bergantung pada TPA yang ada. Kesulitan dalam mencari lahan untuk TPA juga menjadi problem tersendiri. Sebagian besar TPA di Indonesia belum dioperasikan dengan baik sesuai kaidah teknis dan regulasi. (LMF/ESP)