,

Kejahatan Jalanan Remaja di Yogyakarta, Tanggung Jawab Seluruh Elemen Masyarakat

Citra sebagai kota pendidikan menjadi salah satu daya tarik Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun demikian, maraknya kejahatan jalanan remaja akhir-akhir ini yang kembali marak diperbincangkan, bahkan hingga memakan korban jiwa. Dalam melakukan penangkalan, pencegahan, dan penegakan hukum atas fenomena ini, diperlukan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. 

Demikian disampaikan Endang Patmintarsih, S.H., M.Si., Kepala Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai salah satu narasumber dalam diskusi publik bertema “Yogyakarta Kota Pelajar: Merumuskan Solusi Kejahatan Jalanan Remaja” yang diselenggarakan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Wilayah V Yogyakarta, pada Senin (18/4) bertempat di Kampus STIPRAM Yogyakarta. Acara tersebut dihadiri oleh puluhan pimpinan perguruan tinggi swasta se-DIY. 

Ditambahkan, 98% penyebab kenakalan remaja berasal dari keluarga. Menurut Endang, kondisi keluarga yang tidak ideal merupakan akar masalah dari kejahatan jalanan remaja yang terjadi. “Hal ini bisa disebabkan karena orang tua berpisah, kurang memperhatikan anak, atau bekerja di luar kota dan jarang bertemu anak. Sehingga diperlukan kolaborasi multi-sektor guna menghadapi permasalahan kekerasan jalanan remaja ini,” tambah Endang. 

Diskusi publik ini juga menghadirkan tiga narasumber yang turut melengkapi perspektif yaitu Kepala Sub Direktorat Bhabinkamtibmas Polda DIY, AKBP Sinungwati, S.H., M.H.; Dosen Sosiologi & Wakil Rektor III Universitas Widya Mataram, Puji Qomariyah, S.Sos., M.Si.; dan Dosen Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Jatu Anggraeni, S.Psi., M.Psi., Psikolog. 

Sementara, Kepala Sub Direktorat Bhabinkamtibmas Polda DIY, AKBP Sinungwati, S.H., M.H, menuturkan bahwa kekerasan yang awalnya berkembang dari geng sekolah namun terus berkembang dengan tingkat kejahatan yang semakin mengkhawatirkan. “Kepolisian telah menjalankan program penangkalan, pencegahan, dan penegakan hukum untuk menghadapi permasalahan ini, namun tetap perlu memerlukan peranan seluruh pihak di masyarakat untuk tidak hanya menekan namun hingga menghilangkan permasalahan ini,” imbuh Sinungwati. 

Narasumber dari kalangan akademisi bidang Sosiologi, sekaligus Wakil Rektor III Universitas Widya Mataram, Puji Qomariyah, S.Sos., M.Si., mengusulkan berbagai solusi yang membutuhkan tanggung jawab seluruh pihak. “Perlu ada ruang publik untuk berekspresi, pengembalian fungsi sosial keluarga, serta peran institusi pendidikan untuk membangun karakter dan menanamkan nilai budaya Yogyakarta,” Puji menyampaikan.

Jatu Anggraeni, S.Psi., M.Psi., Psikolog., dosen Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, memandang bahwa motivasi pelaku kejahatan jalanan remaja perlu dilihat motivasinya yang dipengaruhi dorongan baik dari internal maupun kebutuhan dari eksternal. Jatu juga menegaskan bahwa peran keluarga sangat penting. “Karena keluarga yang membentuk superego anak, sehingga bisa membuat anak yang memiliki strategi coping yang baik, menjadi produktif, dan dapat berkontribusi kepada masyarakat,” tegas Jatu. 

Keempat narasumber juga sepakat bahwa istilah klithih perlu dihentikan penggunaannya untuk mendeskripsikan kejahatan jalanan remaja, dan mengembalikan pemaknaan klithih ke arti aslinya, yaitu aktivitas seseorang atau sekelompok orang di luar rumah. Narasumber juga bersepakat bahwa kolaborasi perlu dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat untuk mengatasi permasalahan kejahatan jalanan remaja dan mengembalikan citra Yogyakarta sebagai kota pelajar. 

Diskusi yang diselenggarakan secara bauran tersebut dibuka oleh Kepala LLDIKTI Wilayah V DIY, Prof. drh. Aris Junaidi, Ph.D. Dalam sambutannya, Prof. Aris menekankan pentingnya menjaga citra Yogyakarta sebagai kota pelajar, dan bahwa salah satunya perlu didukung dengan jaminan keamanan. Sementara itu, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., Ketua Aptisi Wilayah V Yogyakarta menegaskan bahwa kejahatan jalanan remaja ini adalah permasalahan yang serius, dan Aptisi sebagai perwakilan institusi pendidikan tinggi di Yogyakarta berupaya mendorong solusi yang operatif yang bisa dijalankan oleh berbagai aktor. (AP/ESP)