Badan Keahlian DPR RI Gandeng UII Dalam Pembahasan UU
Badan Keahlian (BK) DPR RI berkunjung ke Universitas Islam Indonesia (UII) pada Sabtu (8/4). Kunjungan yang bertempat di Auditorium Prof. Dr. Abdul Kahar Mudzakkir Kampus Terpadu UII itu guna mendiskusikan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU No. 11 Tahun 2020 mengenai Cipta Kerja. UII memiliki ahli hukum tata negara yang dinilai dapat memberikan kontribusi dalam memperbaiki undang-undang tersebut. Hasil dari kedatangan ini adalah ditandatanganinya nota kesepahaman antara kedua belah pihak.
Wakil Rektor Bidang Networking & Kewirausahaan UII, Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D menganggap ajakan BK DPR RI sebagai hal yang positif. “Ini menjadikan kita untuk dapat berkontribusi lebih jauh dan kami juga ingin menjadi bagian dari pihak yang berpartisipasi secara berarti,” jelas Wiryono.
Disampaikan Wiryono, panggilan untuk berkontribusi merupakan satu bentuk ideal yang dapat diperjuangkan. “Pernyataan (MK) itu perlu direspon dan diperbaiki agar sesuai dengan asas pembentukan undang-undang, terutama keterbukaan dan partisipasi publik,” tambahnya. Terakhir, Wiryono juga berharap UII dapat diperhitungkan dalam menentukan arah gerak kebijakan yang tepat serta mampu menjawab semua permasalahan masyarakat.
Sedangkan Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum. selaku Kepala BK DPR RI mengapresiasi penuh pihak UII untuk dapat turut serta menanggapi hasil putusan MK tersebut. Eksistensi BK DPR RI dinilai Inosentius tetap membutuhkan uluran tangan dari kalangan akademik. Pasalnya, proses kerja yang dilakukan oleh lembaga tersebut bersifat riset secara ilmiah yang nantinya memberikan luaran atau masukan terhadap kebijakan yang telah didesain sebelumnya.
“Keputusan yang ada harus evidence based, sehingga regulasi yang diambil dapat memberi jawaban terhadap masalah yang ada di masyarakat,” jelas Inosentius. Atas dasar itulah Inosentius dan kolega berniat untuk menggandeng UII dalam satu memorandum yang penting.
Selain dukungan akademik, digandengnya UII juga menjadi penting bagi Inosentius dan kawan-kawan. Proses desain regulasi sepenuhnya diklaim harus sepenuhnya melibatkan masyarakat (meaningful participation). “Keterlibatan masyarakat itu sendiri menjadi satu hal yang wajib dan menjadi pertimbangan hakim MK dalam memutuskan,” ungkap Inosentius.
Oleh karenanya, pihaknya membuka pintu selebar-lebarnya bagi UII untuk berkontribusi lebih jauh tidak hanya sampai dalam ikatan memorandum. “Ringkasan skripsi atau tesis misalnya. Siapa tahu dari pemikiran-pemikiran tersebut dapat mempengaruhi kebijakan ke depannya,” imbuhnya.
Terakhir Inosentius berharap agar ke depan diskusi terkait kebijakan hukum dapat diadakan kembali di UII dengan partisipan yang lebih banyak, “bisa menghadirkan stakeholders sebanyak mungkin agar meaningful participation itu terjadi. Yang lebih penting masyarakat tahu sedang terjadi proses pembahasan suatu undang-undang. Mudah-mudahan an dapat memberi manfaat bagi bangsa dan negara,” pungkas Inosentius. (KR/ESP)