Upaya Internasionalisasi Perlu Penguatan Yang Kontinyu
Menyandang status akreditasi unggul, bukan berarti Universitas Islam Indonesia (UII) berhenti berinovasi. Sebaliknya, evaluasi kinerja dan program yang telah berjalan harus terus dikawal dan dibenahi. Sebagai contoh upaya internasionalisasi yang beberapa waktu lalu gencar ditempuh UII. Hal ini terungkap dalam Workshop Penguatan Strategi Internasionalisasi pada Kamis-Jumat (23-24/9) yang diadakan secara daring oleh Direktorat Kemitraan/Kantor Urusan Internasional.
Pada hari ke dua workshop, Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D. selaku Wakil Rektor Bidang Networking & Kewirausahaan UII menilai pentingnya penyediaan informasi yang detail dan akurat bagi mahasiswa internasional. “Ini yang sering dikeluhkan oleh mahasiswa internasional, jadi mereka kebingungan dan ini jadi disorientasi”, ungkapnya.
Dalam sesi perumusan diskusi itu, ia juga menyatakan bahwa instansi dan sivitas UII harus terus melakukan pembenahan dan inovasi cemerlang. Hal itu dimaksudkan guna membentuk citra yang kuat bagi kelangsungan strategi pemasaran terhadap jenjang internasional.
Ia menambahkan, pembenahan terkait pengetahuan seputar kerjasama internasional di level program studi juga perlu mendapat perhatian. Seringkali mitra kerjasama melontarkan pertanyaan yang sangat detail dalam diskusi kemitraan implementasi kerjasama. Pertanyaan itu perlu dijawab dengan baik oleh pihak program studi.
Selain itu, ia juga menekankan peran dosen dalam memperkuat perencanaan berskala internasional. Dosen sebagai salah satu bentuk citra universitas dituntut mampu mengimbangi kapasitas pelayanan terhadap mahasiswa.
Seperti halnya pandai berkomunikasi menggunakan bahasa internasional sehingga hal itu dapat memudahkan mahasiswa asing dalam berkomunikasi. Di samping itu, lembaga dengan tenaga pendidik yang berkualitas memiliki peluang lebih besar untuk menjalin mitra internasional.
Pembicara lainnya pada sesi akreditasi internasional, Prof. Dr. Is Fatimah, S.Si., M.Si. juga berpendapat bahwa melakukan suatu gerakan yang positif dan berguna bagi kemajuan universitas itu sangat dianjurkan. Hal itu berlaku selama tidak menyalahi aturan yang telah tertera di kurikulum.
“Intinya adalah tidak masalah kita mau pengembangan yang berbasis apapun namun kurikulum harus tetap sesuai dengan standar yang disepakati bersama. Ada beberapa hal yang krusial seperti praktikum atau skill yang ini barangkali sudah dilakukan namun tidak terdokumentasikan dengan baik”, pungkasnya. (AGM/ESP)