Pentingnya Ukhuwah Islamiyah
BIGBANG 2021 Center for Medical Activities (CMIA) Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan kajian mengenai urgensi ukhuwah islamiyah ditengah generasi millenial saat ini terhadap isu politik juga kesehatan pada Minggu (26/9).
Mengundang salah satu pemateri yang saat ini tengah tinggal di Gaza Palestina, juga bekerja sebagai aktivis sekaligus wartawan, Ust Muhammad Husein diharapkan dapat membuka perspektif baru mengenai Ukhuwah Islamiyah.
“Sudah empat bulan serangan Israel terhadap kami (Palestina) yang menyebabkan banyak sekali kerusakan,” papar Husein.
Ia menceritakan kerusakan yang terjadi utamanya di Jalur Gaza tak hanya infrastruktur namun juga berhentinya siklus ekonomi yang menyebabkan angka pengangguran naik drastis. Israel tidak hanya memberikan ancaman keamanan juga menghalangi proses masuknya bahan baku pembangunan.
“Jika negara lain saat ini tengah berperang dengan virus Covid-19, di Palestina bukan itu prioritas kami,” katanya.
Menurutnya ada hal yang lebih membunuh dari virus tersebut, karena bom atau peluru bisa mendarat kapan saja di atas rumah mereka. Suara ledakan dan teriakan sudah menjadi pemandangan sehari-hari.
“Dengan keadaan berperang seperti ini fasilitas untuk menunjang kesehatan sangat terbatas,” ceritanya.
Husein menjelaskan disana fasilitas seperti rumah sakit, obat-obatan, dokter, maupun perawat sangat terbatas. Namun, meskipun seperti itu mereka berusaha untuk tetap mematuhi peraturan dari WHO terkait penanganan pandemic seperti diberlakukannya jarak saat sholat berjamaah.
Pada akhir sesi, Husein mengajak masyarakat Indonesia untuk jangan berat hati membantu masyarakat Palestina baik secara psikis maupun materi. Sebagai umat muslim, masalah Palestina adalah masalah kita semua. Niatkan untuk beramal baik karena harta yang sesungguhnya adalah harta yang disedekahkan.
Selanjutnya relawan medis yang sudah lama berkiprah dalam berbagai misi kemanusiaan, dr. Arief Rachman, Sp. Rad membagikan pandangan serta pengalamannya ketika terjun langsung di berbagai daerah konflik khususnya Timur Tengah, seperti Gaza.
Arief juga menceritakan mengenai Pengungsi Suriah yang saat ini sangat membutuhkan uluran kemanusiaan. Tercatat dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebanyak 6 juta pengungsi dalam negeri dan 4,8 juta pengungsi di luar Suriah.
“Banyaknya pengungsi di luar Suriah yang awalnya diterima utamanya oleh negara Turki kini, Turki menerapkan Closed Border Policy akibat terlalu banyaknya jumlah pengungsi,” cerita Arief.
Arief mengatakan saat ini hanya ada satu negara yang masih mengizinkan pengungsi untuk masuk ke dalam negara adalah Libanon yang diduga khususnya negara bagian utara penduduk sukunya masih memiliki hubungan darah dengan penduduk Suriah. Organisasi besar Hizbullah yang sangat memiliki pengaruh sosial besar di negara tersebut sangat mendukung Suriah.
“Namun, ada masalah apakah pengungsi yang masuk ke negara Libanon merupakan pendukung Presiden Bashar al Assad yang merupakan penguasa sejak tahun 2000 atau bukan,” pungkas Arief.
Masalah di wilayah pengungsian sangatlah komplek, khususnya terkait kesehatan adalah tingginya kasus infeksi saat musim panas maupun semi. “Pada musim tersebut angka kematian ibu hamil dan anak-anak sangat tinggi,” katanya.
Arief mengatakan ada satu hal yang membuatnya takjub, yakni kuatnya pendidikan Alquran juga hadits, meskipun di tengah konflik.
Indonesia tak angkat tangan terkait isu sosial tersebut yang diketahui menyalurkan bantuan melalui International NGOs dan pemerintah sendiri berusaha untuk terus membangun hubungan diplomasi. (UAH/RS)