Peluang Dalam Persaingan Ekosistem Digital Indonesia
Persaingan di ranah ekosistem digital Indonesia semakin memanas. Terlebih setelah dua perusahaan startup besar yakni Gojek dan Tokopedia melakukan merger. Berangkat dari isu ini, untuk membahas lebih lanjut terkait persaingan ekosistem digital di Indonesia, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH FH UII) mengadakan webinar virtual melalui zoom meeting bertemakan “Membaca Persaingan Ekosistem Digital Indonesia”. Webinar ini menghadirkan dua pemateri yaitu Dyah Ayu Febriana, S.I.A. (Asisten Peneliti INDEF) dan Assoc. Prof. Dr. Drs. Chandra Setiawan, M.M., Ph.D. (Komisioner KPPU RI).
Dyah Ayu mengatakan Indonesia mengalami peningkatan penggunaan internet yang cukup signifikan selama sepuluh tahun terakhir. Peningkatan ini mencapai 73,7%. Hal ini tentu selaras dengan tujuan Pemerintah Indonesia untuk mengurangi kesenjangan penggunaan internet, mengejar modernisasi pendidikan, dan penggunaan digital dalam dunia bisnis dan ekonomi. Dyah mengatakan di masa pandemi ini, sistem ekonomi digital di Indonesia mengalami peningkatan.
“Sektor e-commerce merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan yang cukup pesat pada tahun pandemi,” ujarnya.
Dengan berubahnya kebiasaan masyarakat dari sistem belanja offline ke online, membuat pasar Indonesia harus beradaptasi menggunakan sistem online dalam mendistribusikan barang dagangannya.
Selanjutnya, Dyah juga menyebutkan beberapa peluang e-commerce Indonesia saat ini. Peluang itu ada pada tren perubahan pola konsumsi masyarakat, meningkatnya penetrasi internet, pertumbuhan kelas menengah, serta eksistensi gen milenial dan gen Z. Sementara itu, ada juga tantangan yang harus dihadapi, yakni masih dominannya produk impor terutama dari Cina, kesenjangan digital, akses internet yang belum inklusif, serta barang yang dijual merupakan produksi pihak lain.
“Adapun, peristiwa mergernya Gojek dan Tokopedia merupakan eksis strategy dari sebuah start up. Hal ini mereka lakukan untuk tetap memperkuat pasar-pasar di Indonesia, dengan begitu akan meningkatkan finansial teknologi yang terbuka bagi masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Menurut Dyah, dengan adanya merger ini, merupakan strategi Gojek dan Tokopedia untuk menguasai pasar Indonesia. Dampaknya akan membuat nilai logistik pasar digital jadi lebih efisien dan efektif. Sehingga harga logistik di Indonesia dapat lebih terjangkau lagi bagi masyarakat.
Dyah juga menyebut, setidaknya ada lima hal dampak dari mergernya Gojek dan Tokopedia. Pertama yaitu meningkatkan efektifitas dan efisiensi perusahaan, cost yang ditawarkan akan lebih murah bagi para konsumen, adanya pilihan baru bagi konsumen dari berbagai produk GoTo, upaya peningkatan financial knowledge dan financial inclusion, serta adanya alternative credit scoring.
Di sisi lain, Chandra Setiawan menjelaskan yang terpenting dalam model persaingan di platform digital adalah networking dan big data. Menurut hasil penelitian KPPU selama tahun 2019-2020 perusahaan e-commerce terbesar di Indonesia adalah Shopee dan Tokopedia. Namun dalam peringkat penjualan iklan, Tokopedia berada di peringkat pertama dan Shopee berada di peringkat keenam.
“Dengan demikian, belum ada leader tetap dalam pasar e-commerce di Indonesia, semua bisa berubah dengan berbagai faktor, terutama pengadaan diskon, murahnya harga logistik, isu keamanan data pribadi, dan lain sebagainya,” ujarnya.
Selain itu, dalam hal pengawasan e-commerce Indonesia itu berada di bawah kewenangan KPPU. Lembaga ini berwenang menindak pelanggaran yang dilakukan oleh para e-commerce atau bahkan mencabut perizinannya.
“Mergernya Gojek dan Tokopedia, secara tidak langsung akan menimbulkan penggabungan big data antara dua perusahaan besar tersebut. Dengan ini, kita mendesak agar RUU Perlindungan Data Pribadi ini segera disahkan, karena data ini sangat mungkin dapat disalahgunakan,” ucapnya. Pihaknya juga berharap Fakultas Hukum UII dapat turut mendorong upaya pengesahan RUU tersebut. (EDN/ESP)