Kajian Hubungan Internasional dalam Perspektif Islam
Para cendekiawan Islam era klasik maupun pertengahan telah memberikan banyak kontribusi besar bagi perkembangan ilmu politik dan hubungan internasional, bahkan sebelum disiplin ilmu hubungan internasional ada. Imam Hanafi adalah contoh nyata yang mengenalkan model dalam kajian strategis. Hal ini dikemukakan dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (UII), Rizki Dian Nursita dalam acara Ngalir Talk Show #4 bertemakan “Islam sebagai Pendekatan Alternatif dalam Studi HI” baru-baru ini.
Rizki Dian Nursita menjelaskan, menurut Imam Hanafi ada tiga divisi dari negara. Pertama, Darul Islam yang masyarakatnya didominasi oleh umat Islam dan menjalankan kebijakan yang sejalan dengan hukum Islam. Kedua, Darul Harbi, sebuah wilayah yang cenderung bertentangan Islam. Dan terakhir, Darul Ahdi, kawasan yang ada sudah bersepakat dengan Darul Islam sehingga walaupun tidak beragama Islam, tidak terjadi peperangan,
Dalam pemaparannya, Rizki Dian Nursita menyayangkan pembagian tipologi tersebut dianggap hal yang menyeramkan bagi banyak orang khususnya Barat. Jika dibandingkan dengan strategi di dalam politik luar negeri John P. Lovell sebenarnya tidak jauh berbeda, ada empat komponen tipologi yaitu konfrontasi, akomodasi, kepemimpinan, dan konkordan.
“Saya pribadi tidak melihat ini sebagai sesuatu hal yang menakutkan tapi justru harus kita lihat sebagai bagian warisan dari pengetahuan Islam khususnya di dalam politik,” sambungnya dalam acara yang dipandu oleh Masitoh Nur Rohma itu.
Lebih lanjut dijelaskan Rizki Dian Nursita, dalam Islam, sebagai manusia yang menjadi bagian dari sebuah negara, kita terikat dengan nilai-nilai atas apa yang salah dan benar. Pendekatan seperti inilah yang telah ditawarkan Islam namun jarang terdengar. Dalam kajian studi Hubungan Internasional juga menyebutkan bahwa manusia memiliki potensi menjadi kooperatif dan potensi untuk berkonflik. Karena kedua potensi tersebut maka adanya Islam adalah untuk menuntun manusia agar tetap pada ketaqwaan.
Rizki Dian Nursita menitikberatkan bahwa fatwa ulama mengikuti kondisi, masalah, serta maslahah yang ada. Bisa jadi fatwa yang dikeluarkan ulama zaman dahulu tidak lagi relevan dengan saat ini. Jika konsep Imam Hanafi ataupun ulama terdahulu cenderung mencederai maslahah dan menimbulkan konflik di masa kini, maka bisa tidak lagi digunakan.
Pendekatan lain juga disampaikan oleh cendekiawan muslim modern seperti Al-Mawardi yang menghadirkan prinsip-prinsip bernegara, Abdul Hamid Abu Sulayman dengan karyanya ‘Towards an Islamic Theory of International Relations’, maupun Taha Jabir Al-Alwani yang mengenalkan Fiqh Minoritas.
Hal tersebut menurut Rizki Dian Nursita membuktikan banyaknya kajian di era kontemporer yang membahas Hubungan Internasional dalam perspektif Islam, tapi sangat disesalkan sebagian besar justru membahas bagaimana Islam mempengaruhi perilaku dari suatu negara. “Sehingga, banyaknya studi yang membahas tentang Islam melihat bagaimana negara seharusnya berperilaku ataupun masyarakat seharusnya berperangai menjadi cenderung kurang diterima,” jelasnya.
Rizki Dian Nursita menambahkan, sebagai umat Islam, Al-Quran dan As Sunnah adalah sumber dari ilmu pengetahuan yang kita gunakan untuk menangkap fenomena di sekitar kita. Sedangkan dalam keilmuan barat, pendekatan positivistik yang cenderung mengabaikan sumber-sumber yang dianggap tidak ilmiah mendominasi. Oleh karena itu terjadi gesekan di dalam memahami dua wahyu ini dengan apa yang diyakini oleh barat.
“Jika berbicara tentang politik dan Hubungan Internasional, persepsi buruk tentang Islam menjadi mudah ditemukan karena banyaknya ahli pikir non-muslim yang mengangkat bahasan tentang jihad yang akhirnya dikaitkan dengan terorisme. Pembahasan seperti resolusi konflik dan fiqh minoritas sangat jarang terlihat,” terangnya.
Rizki Dian Nursita mengkhawatirkan kurangnya pemahaman muslim modern terhadap sumber-sumber pengetahuan agama Islam baik Al-Quran, sunnah, maupun referensi ulama era klasik maupun pertengahan. Padahal jika ditelaah secara mendalam, Islam sudah mengemasnya sistemik dengan analisis dan problem solving yang komprehensif dan solutif. (MRS/RS)