Upaya Mengahapus Diskriminasi dan Rasisme di Australia

Australia merupakan sebuah negara yang bisa menjadi salah satu pilihan dalam menempuh studi. Walaupun memiliki berbagai masalah rasisme dan diskriminasi, keharmonisan antar penduduk Australia yang datang dari berbagai negara di dunia tetap bisa terjalin dengan baik. Hal ini didorong oleh sambutan hangat yang diberikan oleh masyarakat maupun pemerintah Australia kepada para pendatang. Festival budaya menjadi sarana untuk menumbuhkan saling tahu dan paham akan budaya bangsa lain antar imigran.

Saling menghormati budaya bangsa lain baik di kehidupan masyarakat sehari-hari maupun di lingkungan sekolah juga merupakan kunci membangun saling pengertian antar penduduk. Hal ini dibuktikan dengan masih marak nya penggunaan dan pengajaran bahasa selain Bahasa Inggris di sekolah seperti bahasa Italia, Jerman, Yunani dan Indonesia. Hal ini disampaikan Assoc Prof. Zane Goebel yang merupakan seorang dosen yang mengajar studi mengenai bahasa dan budaya di University of Queensland dalam webinar Australia Day: The Culture and Its Value yang dilaksanakan oleh Culture and Learning Center UII bekerja sama dengan University of Queensland.

Zane Goebel mengemukakan, faktor lain yang bisa menjadi rujukan untuk memilih Australia sebagai negara tujuan untuk studi adalah kebebasan untuk berpendapat, berekspresi dan beribadah yang dijamin dan difasilitasi oleh konstitusi negara tersebut. Hal ini nampak dengan mudahnya menemukan makanan halal di berbagai sudut kota di Australia, tersedia nya ruang sholat bagi mahasiswa muslim hingga program buka bersama selama Ramadan yang juga sering dihadiri oleh penduduk non-muslim.

Zane Goebel menambahkan bahwa rasisme terjadi karena ketidak mampuan untuk saling menerima, mengerti dan memahami perbedaan yang terjadi di masyarakat. White supremacy menjadi salah satu faktor penyebab terjadi nya diskriminasi antar penduduk yang ditunjukkan dengan muncul nya white Australia Policy dengan membatasi jumlah imigran dari berbagai negara non kulit putih. Selain itu, perbedaan peraturan dan hukum antar negara bagian juga sering kali menjadi penyebab terjadinya tindakan diskriminasi dan rasialisme.

Kasus diskriminasi yang baru-baru ini juga terjadi kepada mahasiswa China yang diserang dan dituduh sebagai pembawa virus ketika Covid-19 pertama kali menyebar di negara tersebut. Karenanya sebagaimanai diungkapkan Zane, upaya membangun kesepahaman budaya terus dilakukan salah satunya melalui penyelenggaraan festival budaya bangsa dan negara lain yang dilaksanakan hampir setiap minggu sebelum terjadi pandemi.

Zane dalam pemaparannya juga menjelaskan bahwa Australia Day adalah sebuah hari yang special dimana para imigran dari berbagai negara memiliki kesempatan untuk menjadi warga negara Ausralia. Perayaan ini juga menjadi ajang pemberian penghargaan kepada semua orang yang telah berkontribusi untuk Australia.

Lebih lanjut disampaikan Zane bahwa ada berbagai macam cara yang dilakukan untuk merayakan Australia Day seperti dengan berwisata alam mulai dari naik gunung hingga camping di pantai hingga memasak dan makan BBQ bersama dengan dengan tetangga sekitar rumah di halaman maupun lapangan terbuka. Hal unik lain yang terjadi selama perayaan Australia Day adalah diperbolehkan para penduduk asli (bangsa aborigin) untuk mengibarkan bendera mereka bersamaan dengan pengibaran bendra Australia yang dilakukan oleh bangsa kulit putih dan imigran dari negara lain.

Akademisi yang juga mahir berbahasa Indonesia, Jawad dan Sunda ini mengatakan bahwa dia tertarik dengan Indonesia ketika belajar tentang studi kawasan. Ketertarikan tersebut semakin besar ketika dia melihat keramah tamahan orang Indonesia terhadap orang asing ketika mengunjungi Semarang beberapa tahun yang lalu.

Dalam webinar ini juga hadir manajer layanan kawasan Asia Tenggara University of Queensland, Maj Coop, yang memperkenalkan Queensland dan Brisbane sebagai dua kota yang sangat terbuka terhadap para pendatang. Dia juga mengatakan bahwa kedua kota ini memiliki banyak fasilitas pendukung studi para mahasiswa. Di akhir penjelasan nya, ia mengatakan bahwa University of Queensland membuka kesempatan para mahasiswa Indonesia untuk melanjutkan studi master pada program studi Bisnis, Ekonomi dan Hukum melalui beasiswa BEL Global Leaders Scholarship. (AP/RS)