,

Jaga Tradisi Keislaman, DPPAI UII Adakan Bedah Buku

Demi menjaga tradisi literatur keislaman, Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam Universitas Islam Indonesia (DPPAI UII) menyelenggarakan bedah buku via zoom pada Sabtu, (30/1). Buku yang berjudul Fikih dan Pranata Sosial di Indonesia karya K.H. Ahmad Azhar Basyir, M.A. itu dikaji oleh Ketua Program Studi Hukum Islam, Program Doktor FIAI UII Dr. Drs. Yusdani, M. Ag., Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof. Dr. H. Kamsi, M.A., dan Dekan Fakultas Hukum UII Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H.

Dalam sambutannya Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. mengatakan, tujuan diadakannya acara bedah buku ini tak lain adalah sebagai bentuk penghormatan terhadap cendikiawan Islam yang ada di Indonesia. Selain itu, adanya buku tersebut juga supaya masyarakat dapat mempelajari isi dari karangan beliau dan dipahami oleh kalangan luas.

“Diadakan acara ini sebagai bentuk ta’dzim kami kepada guru kami. Beliau selalu mengajak kita kepada pembaharuan dan pemurnian melalui gerakan ijtihad, yang menarik, meskipun beliau menjunjung tinggi rasionalitas tapi beliau sangat taat beragama dan sangat berhati-hati dalam melakukan kajian fiqh Islam,” ungkap Fathul Wahid.

Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. KH. Haedar Nasir, M.A. menyatakan, pemikiran dan cara pandang K.H. Ahmad Azhar Basyir, M.A memiliki pemikiran yang sangat luas, salah satunya adalah dalam melakukan pendekatan ilmiah antara fiqh, ushul fiqh dan filsafat.

“Dasar filsafat itu tentu menjadi warna Pak Azhar, pada umumnya khazanah fikih saja sudah luar biasa, meneruskan warisan para pemikir di era kejayaan Islam dimana ilmu tidak hanya bertumpu pada satu disiplin ilmu,” ucap beliau saat memberikan sambutan.

Haedar Nasir juga menambahkan, di era saat ini ada beberapa ustad atau mubaligh yang hanya memahami dasar fikih saja. Sehingga banyak sekali fatwa-fatwa yang bersifat kaku, terlebih lagi dengan adanya ustad instan di media sosial. Berbeda dengan K.H. Ahmad Azhar Basyir, M.A. beliau sangat berhati hati dalam melakukan penggalian hukum.

“Tidak heran saat ini banyak hukum yang hitam putih karena kurang adanya ushul fiqh. Ada juga mubaligh instan yang hanya belajar ayat ayat saja tanpa adanya penalaran multi tafsir dengan ayat ayat lainnya. Apalagi ustad ustad yang ada di media sosial. Pak azhar telah memberi contoh tentang fiqh yang memiliki koneksi terhadap ushul fiqh, filsafat dan keislaman,” ungkap beliau.

Disamping itu, Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H. selaku salah satu penyaji dalam acara bedah buku mengatakan, banyak sekali pandangan masyarakat di Indonesia yang memandang hukum Islam hanya berkutat pada al-qur’an dan hadist. Padahal, ada banyak sekali cabang cabang di dalam hukum Islam yang masih kurang dipahami oleh masyarakat umum.

“Saat ini itu seolah olah kita terhambat dengan sakralisasi, seolah olah masyarakat ketika mendengar hukum Islam itu hanya al qur’an dan hadist. Sementara disamping itu ada syari’ah dan fiqh, jika kita memandang fiqh, maka pemikiran itu akan menjadi berkembang. Jika kita hanya kacamata kuda, maka seolah olah ijtihad itu tidak boleh,” ungkap Abdul Jamil saat menyampaikan materi. (AMG/RS)