Cegah Stunting di Seribu Hari Pertama

Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) menjadi “golden period” yang perlu mendapatkan perhatian lebih. Pasalnya, kegagalan optimalisasi di 1000 HPK dapat memberikan dampak jangka panjang bagi kehidupan anak. Nutrisi dan stimulasi merupakan dua hal kunci yang perlu dimaksimalkan di 1000 HPK, “Jika kedua hal tersebut tidak terpenuhi, maka resikonya bisa berupa stunting pada anak”. Hal ini diutarakan oleh dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (UII), dr. Emi Azmi Choiruni, M.Sc., Sp.A, dalam Webinar Series 2 “Seribu Hari Pertama Kehidupan” pada Sabtu, 7 November 2020.

Stunting merupakan kondisi kegagalan pertumbuhan dan perkembangan anak yang dialami karena kekurangan nutrisi dalam jangka waktu yang lama. Stunting pada umumnya ditandai dengan perawakan si anak yang tampak lebih pendek dari rata-rata anak seusianya.

Stunting dapat dicegah dengan pemenuhan nutrisi. Pemenuhan nutrisi pada sejak kelahiran hingga 6 bulan pertama dapat dicapai dengan pemberian ASI yang baik. Normalnya, pemberian ASI diberikan pada bayi usia 0-6 bulan secara eksklusif. Lalu setelah 6-2 tahun ASI dapat dilengkapi dengan makanan pendamping ASI atau MPASI. “Ketika kebutuhan nutrisi bayi 6 bulan setelah ASI sudah tidak mencukupi, kekosongannya harus segera diisi dengan MPASI. Sehingga mpasi pertama sudah harus lengkap mencakup protein hewani, karbohidrat, lemak, dan nutrisi lain dari sayur dan buah,” ujar dr. Emi Azmi Choiruni.

Pemberian ASI eksklusif tidak hanya bermanfaat bagi nutrisi sang buah hati, nyatanya pemberian ASI eksklusif juga dapat bermanfaat bagi proses pemulihan si ibu. Sebagaimana disampaikan dr. Miranti Dewi Pramaningtyas, M.Sc. Dokter departemen fisiologi, Dosen FK UII. “Ini bermanfaat, saat kita memberi ASI, tidak hanya memberi kasih sayang dan kebutuhan nutrisi melalui ASI namun juga bayi membantu proses pemulihan pasca melahirkan. Isapan bayi menyebarkan oksitosin, oksitosin akan membantu kontraksi dari rahim, rahim yang mengecil dengan optimal akan mengurangi resiko perdarahan pada Ibu,” jelasnya.

Hal lain yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting adalah optimalisasi pemberian makanan. Optimalisasi ini dapat dilihat dari kualitas makanan, apakah sudah memenuhi gizi yang seimbang, serta variasi makanan untuk meningkatkan selera makan. Dalam sebuah penelitian di tahun 2015 menunjukkan, dari 30 responden di Jakarta intake protein balita masih kurang dari 15%.

dr. Emi Azmi Choiruni menunjukkan sebuah gambar yang memperlihatkan anak dengan gizi baik memiliki percabangan sel otak atau synaptogenesis yang lebih rapat dan banyak. “Kalau ibarat mau menyampaikan suatu pesan jalannya banyak nih jadi agen kurirnya banyak. Sehingga pesan akan cepat sampai. Kalau yang gizi buruk kebalikannya, sehingga akan berdampak ketika diberi stimulus mereka akan lambat merespon atau bahkan tidak bisa merespon,” terangnya.

“Jangan lupa untuk selalu beri stimulus pada anak, stimulus ini ibarat kontennya. Stimulasi tanpa nutrisi nggak akan cukup, begitu pula sebaliknya”, jelas dr. Emi Azmi Choiruni. Stimulasi dapat berupa pemberian kasih sayang antara orang tua dan anak.

Beberapa cara pencegahan stunting tersebut merupakan hal yang dapat dilakukan pada 1000 HPK, namun sebenarnya kondisi sebelum kehamilan pun perlu disiapkan untuk mencegah adanya malnutrisi pada bayi. Untuk membentuk suatu konsepsi baru, maka dibutuhkan nutrisi sejak sebelum masa kehamilan. “Jadi mbak-mbak yang masih remaja, yang belum mengalami masa kehamilan, sangat penting untuk mempersiapkan nutrisinya sedari sekarang. Makan yang sehat, seimbang, dan tentunya yang bernutrisi baik, olahraga juga harus dilakukan dengan teratur,” ujar dr. Emi Azmi Choiruni. Dirinya melanjutkan, pengaturan usia kehamilan juga merupakan hal yang harus diperhatikan, pasalnya usia kehamilan sangat menentukan kesehatan mental si ibu serta kesiapan organ-organ reproduksi.

Hal senada juga disampaikan Agus Budi Raharja, SKM., M.Kes, Kepala Dinas Kabupaten Bantul. Disebutkan, aksi pemerintah sudah dimulai sejak usia remaja (calon ibu hamil) dengan pencegahan anemia melalui pemberian tablet tambah darah, konseling pemerintahan kolaborasi puskesmas dengan KUA, program kesehatan ibu dan anak (KIA) dengan menerapkan ANC terpadu, kunjungan ibu hamil, kunjungan neonatus, bantuan pembiayaan persalinan, posyandu biaya, konsultasi dokter Sp.OG di puskesmas, serta pemantauan bumil dengan elektronik. Seluruh aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam mensukseskan 1000 HPK, mengingat perjalanan bangsa ke depannya akan ditentukan oleh generasi penerus. (VTR/RS)