Menengok Bagaimana Indonesia dan Malaysia Kelola Kota Bersejarah
Prodi Arsitektur FTSP UII menyelenggarakan Webinar bertema “Management of Heritage Cities in Southeast Asia with case studies of Indonesia and Malaysia”. Acara yang diadakan pada Sabtu (22/8) lewat Zoom ini menghadirkan Dr. Laretna T. Adishakti dan Elizabeth Cardosa. Keduanya membahas manajemen kota bersejarah di masing-masing negara.
Laretna T. Adishakti mencoba melihat manajemen kota warisan di Indonesia dari masa ke masa. Awalnya, upaya manajemen terkonsentrasi terhadap satu per satu objek dan memberikan solusi permasalahan rencana konservasi warisan hari ini. Selanjutnya perspektif berkembang dengan menemukan cara mendirikan eksistensi berbagai sejarah lokal pada kota tersebut yang tertuang dalam peraturan perkotaan. Tahap selanjutnya adalah kekuatan warga lokal untuk mengatur secara komprehensif masing-masing warisan yang ada di kota mereka dengan dukungan dari berbagai pihak.
Gerakan pusaka Indonesia sendiri mengalami tiga dekade perubahan. Pertama pada 1990-2003, lahir piagam pelestarian warisan dalam warisan alam yang meliputi konstruksi alami dari alam, budaya dengan berbagai etnis dan suku bangsa yang terdapat di Indonesia, dan saujana yang merupakan kombinasi antar keduanya. Pada dekade kedua 2004-2013, gerakan merayakan keberagaman yang ditetapkan dengan peresmian kota-kota warisan. Dilanjutkan dekade ketiga 2014-2023 yang bertujuan agar warisan dapat menyejahterakan berbagai kelompok di Indonesia melalui konservasi warisan saujana pada 2019.
Adapun instrumen bagi konservasi kota warisan meliputi kolaborasi multi sektor, yakni pemerintah dan pribadi. Pemerintah lebih fokus pada perencanaan konservasi dengan mempertimbangkan desain, infrastruktur, kebudayaan warga lokal, serta pengembangan. Untuk membangun manajemen warisan maka diperlukan praktek secara professional dengan bekal pelatihan yang diberikan oleh perguruan tinggi dan pemerintahan.
Sementara itu, Elizabeth Cardosa menyebut bahwa manajemen kota warisan di Malaysia juga melibatkan peran pemerintah dan otoritas setempat. Pemerintah berperan mengontrol lokasi pembangunan. Sedangkan otoritas perencanaan lokal harus menyiapkan daftar semua tanah dan desain pembangunan. Hal ini disesuaikan dengan warisan nasional, situs warisan, sejarah atau kepentingan arsitektur dalam perencanaan pemerintah, serta situs warisan yang diresmikan dengan kewenangan negara.
Di Malaysia, terdapat tiga level pemangku yang berkepentingan. Pertama yaitu federal yang meliputi departemen warisan perkotaan, plan Malaysia, dan Public Work Department (PWD). Selanjutnya level negara dan lokal meliputi pemerintahan negara, kantor perencanaan negara, State & District PWD, serta otoritas lokal. Pada level terakhir yaitu non pemerintahan meliputi komunitas lokal, CBOs, NGOs, dan pemilik warisan properti. (FNJ/ESP)