,

Menyongsong Kampus Merdeka

Tujuan diadakannya kampus merdeka adalah untuk meningkatkan kompetensi lulusan dan menyiapkan lulusan agar menjadi pemimpin di masa depan. Tujuan ini sangatlah relevan dengan berdirinya Universitas Islam Indonesia (UII). Sebagai founding father UII, Mohammad Hatta juga pernah menegaskan agar UII bisa menjadi perguruan tinggi yang mencetak pemimpin. Selain itu, tujuan lain dari diadakannya kampus merdeka adalah membuka peluang bagi mahasiswa untuk dapat menggali dan mengembangkan passionnya. Ketiga hal ini lah yang menjadi pegangan untuk dapat berhasil menerapkan kampus merdeka.

Dilansir dari Kemendikbud, bentuk-bentuk pembelajaran yang harus diterapkan dalam menyongsong kampus merdeka di antaranya adalah praktik kerja, proyek di desa, mengajar di sekolah, pertukaran pelajar, penelitian, kegiatan wirausaha, studi independen, dan proyek kemanusiaan. Menanggapi hal ini, Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik & Riset UII, Dr. Drs. Imam Djati Widodo, M.Eng.Sc. menyampaikan di tengah segala keterbatasan UII mencoba membuat tiga tahapan untuk menerapkan kampus merdeka.

Tahap pertama dimulai dengan tahap persiapan mengenai regulasi, sarana/prasarana, kurikulum, dan kerjasama yang dilakukan sejak tahun 2019-2020. Tahap persiapan salah satunya dilakukan dengan pemetaan potensi baik internal maupun eksternal kampus UII. Segala bentuk potensi yang telah ada di UII dijadikan sebagai acuan dalam membangun kebijakan-kebijakan baru untuk mendukung pelaksanaan kampus merdeka. Tahap selanjutnya adalah tahap implementasi parsial yang dilakukan pada tahun 2020-2021 (semester depan). Barulah tahun 2021-2022 UII akan memulai implementasi secara penuh. Hal ini disampaikan dalam Webinar Series Kampus Merdeka yang merupakan bentuk kerjasama UII dengan Telkom University pada hari Rabu (19/8).

UII telah menyiapkan beberapa regulasi umum terkait kampus merdeka. Regulasi dibagi menjadi dua, yakni mahasiswa outbound (keluar untuk mengambil mata kuliah lintas prodi atau universitas) dan mahasiswa inbound (masuk untuk mengambil mata kuliah lintas prodi atau universitas). Di antara regulasi tersebut adalah tentang institusi yang akan direkognisi. Selain itu regulasi juga mengatur tentang pengambilan mata kuliah yang dapat dilakukan lintas program studi atau universitas. Institusi yang akan menerima mahasiswa harus sudah menetapkan mata kuliah ekuivalennya. Pengampu juga harus sudah memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam SN-Dikti. Regulasi bagi mahasiswa yang akan inbound diatur dengan melihat apakah ada kerjasama atau tidak, walaupun tidak ada Imam Djati menyarankan untuk mengajukan kerjasama. Selain itu juga melihat kapasitas kuota dari mata kuliah yang akan diambil.

Lebih lanjut Imam Djati menjelaskan mengenai kebijakan kurikulum yang ada di UII dalam menunjang kampus merdeka, “Meskipun mengambil mata kuliah di luar tetap harus mendukung CPL (Capaian Pembelajaran Lulusan) yang sudah ditetapkan,” terangnya. UII juga akan merangkai kurikulum baru, dengan memetakan mana saja mata kuliah yang menjadi mata kuliah ekuivalen dan mana yang menjadi mata kuliah lintas program studi. Selain itu, Imam Djati menambahkan, akan dimungkinkan perbedaan syarat jumlah sks minimal antara mahasiswa yang sepenuhnya mengambil mata kuliah di dalam program studi dengan mahasiswa yang mengambil mata kuliah lintas program studi.

Rektor UII, Prof. Fathul Wahid., S.T., M.Sc., Ph.D menyampaikan, alasan hidup perguruan tinggi itu ditentukan oleh dua hal, yaitu selama kita masih menghasilkan kualitas yang baik dan selama kita bisa menghasilkan artefak akademik yang baik menjadi solusi masyarakat dan masalah bangsa. Untuk menjaga kualitas dari lulusan perguruan tinggi, menurutnya ada tiga hal yang harus terus diperhatikan yaitu kurikulum, sumber daya, dan manajemen. Kurikulum tidak hanya urusan desain, namun juga eksekusinya yang harus sesuai dengan kebutuhan masa depan. Sedangkan sumber daya yang paling penting dijaga adalah unsur manusianya. “Ketika manusianya sudah beres, unsur lain akan mengikuti,” jelasnya.

Bagi dunia pendidikan, revolusi teknologi memberikan tantangan yang sangat nyata. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Prof. Ir. Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D menjelaskan tentang esensi kampus merdeka, yakni ketika kita menghadapi dunia yang terus bergerak maju, maka tidak mungkin pendidikan akan tetap dijalankan dengan cara-cara yang konvensional. Terlebih lagi di setiap revolusi akan menggantikan pekerjaan-pekerjaan lama. Sebagai contoh di era revolusi industri 4.0 sudah mulai banyak pekerjaan yang hilang karena tergantikan oleh mesin. Oleh sebab itulah, institusi harus mampu menyiapkan kompetensi mahasiswa dengan kompetensi yang turut sesuai dengan perkembangan zaman.

Tantangan ini tidak akan teratasi selama perguruan tinggi masih menggunakan kurikulum konvensional, yang mana kurikulum tersebut didesain oleh para dosen yang minim berinteraksi dengan industri. Kurikulum harus didesain untuk memenuhi kebutuhan saat ini bahkan hingga masa depan. Kurikulum harus bersifat adaptif, fleksibel, dan tangkas dalam mengikuti perkembangan masyarakat maupun industri. Bahkan kurikulum harus mampu memberikan peluang untuk mahasiswa memilih mata kuliah dan peminatan sesuai orientasinya. Hal ini disampaikan Wakil Rektor Bidang Akademik Telkom University Dr. Dadan Rahadian., S.T., M.M.

Kurikulum hanyalah salah satu dari beberapa masalah pendidikan yang harus diatasi untuk menjadi kampus merdeka. Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian menyebutkan, kampus merdeka tidak akan terjadi apabila masalah-masalah tersebut, termasuk kekerasan seksual di dalam lingkungan kampus belum bisa teratasi. Lebih lanjut Hetifah Sjaifudian mengatakan, pihaknya akan mendukung penuh implementasi kampus merdeka, salah satunya dengan mengirimkan saran kepada Dikti. Di antara saran-saran tersebut adalah perlu diadakannya langkah afirmatif dalam menghadapi kelemahan di PTS, mahasiswa bisa tetap menjalankan pendidikan dan atau wirausahanya melalui daring, program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) juga dapat dilaksanakan pada bidang humaniora, serta penelitian terhadap Covid-19 memerlukan perhatian khusus. (VTR/RS)