Tulisan Tak Sekadar Goresan Pena
Sebagian dari kita mungkin belum mengetahui keterkaitan antara tulisan tangan dengan kepribadian. Keduanya seringkali dianggap tak memiliki hubungan satu sama lain. Apabila seseorang muncul ke permukaan, mengaku dapat menganalisis kepribadian orang lain dari tulisan, maka bisa jadi justru stigma mistik atau rekayasa yang muncul. Namun, mempelajari karakter seseorang dari tulisan tangan atau grafologi ternyata merupakan sebuah ilmu tersendiri yang telah lama ada. Pemanfaatannya pun kini kian berkembang dan meluas.
Laboratorium Inovasi dan Pengembangan Organisasi (Lab IPO) Teknik Industri Universitas Islam Indonesia menyelenggarakan webinar (web seminar) bertajuk IPO Talks dengan judul ‘GraphoBusiness: Rahasia di Balik Tulisan dan Tanda Tangan’ pada Selasa (4/8) pagi.
GraphoBusiness sendiri merupakan pengembangan dari grafologi yang dicetuskan oleh Yosandy LS, pembicara pada webinar, dan telah dipatenkan. Pada GraphoBusiness, pemanfaatan ilmu ini lebih terfokus pada ranah bisnis, karir, dan keuangan. Bahasan yang tak begitu familiar ini menarik antusiasme yang cukup besar. Hampir 70 orang dari berbagai latar belakang hadir secara daring mengikuti webinar ini.
“Kalau kita bicara tentang grafologi mungkin banyak yang berpikir apakah ini mistik, klenik, sains, atau pseudosains (ilmu semu). Jadi grafo sendiri sudah termasuk sains atau logos, karena telah melalui proses riset yang panjang,” ucap Yosandy.
Lebih lanjut, ia menjelaskan secara gamblang grafologi beserta seluk-beluknya. Berbagai indikator yang digunakan oleh grafolog (ahli grafologi) untuk menganalisis tulisan seseorang pun dipaparkan. Mulai dari bentuk huruf, margin, spasi, sampai tekanan pada tulisan sekalipun dapat menjadi penanda kepribadian atau karakter seseorang. Menjawab pertanyaan peserta, ia menjelaskan lebih lanjut bagaimana bisa suatu tulisan menjadi gambaran utuh pribadi seseorang di tangan seorang grafolog.
“Kalau bagaimana kita menganalisa itu kita mesti baca risetnya, dan risetnya itu riset para tokoh. Jadi mereka mengumpulkan sampel tulisan tangan, seperti Profesor Gordon Allport itu 100.000 (tulisan) dalam 10 tahun. Dan pemeriksaannya itu bukan dengan mata fisik, jadi menggunakan mikroskop. Kalau zaman sekarang kita tinggal foto, kalau hasil fotonya resolusinya tinggi tinggal kita zoom. Jadi mereka harus kumpulkan sampel, kesamaan dari tiap sampel itu menghasilkan kepribadian yang apa. Panjang prosesnya,” jelasnya.
Dijelaskan Yosandy, cikal bakal grafologi sebenarnya telah ada sejak lama. “Sebelum riset itu wacana sudah ada lama sekali. Zaman Socrates (filsuf Yunani kuno) sudah mengatakan bahwa tulisan tangan itu menyatakan watak manusia, tiga ratus sebelum masehi. Kalau Tiongkok itu seribu sebelum masehi sudah ada tokoh yang menyatakan memang tulisan itu mengungkap watak atau karakter penulisnya. Kaisar Agustus di Romawi itu punya penasihat yang memang khusus untuk menganalisa tulisan tangan,” ungkapnya.
Sampai saat ini, ia mengaku belum pernah mendapati orang yang dapat merekayasa hasil grafologi. Hal ini dikarenakan otaklah yang menjadi sumber tulisan tangan manusia, bukan sekadar tangan. Sulitnya manipulasi menjadikan grafologi mulai menggantikan peran psikotes.
Sebelum webinar berlangsung, usai mendaftar, peserta diberi kesempatan membuat sejumlah paragraf tulisan disertai tanda tangan di selembar kertas. Sehingga, di akhir acara beberapa tulisan terpilih ‘dibaca’ oleh narasumber sembari sesi tanya jawab. (HR/RS)