Strategi Perusahaan untuk Dapat Bertahan di Era New Normal
Pemerintah mulai mencanangkan era new normal guna mensikapi pandemi Covid-19 yang belum juga mereda sejak kasus pertama di Indonesia mengemuka pada awal Maret 2020. Dalam kondisi ini, tidak ada perusahaan atau organisasi yang tidak terdampak, bahkan di negara besar sekalipun. Oleh karenanya, era new normal ‘memaksa’ perusahaan maupun organisasi melakukan beberapa adaptasi khusus demi dapat mempertahankan eksistensinya.
Topik mengenai strategi adaptasi dan resiliensi organisasi menghadapi pandemi ini menjadi tema dalam acara ‘Ngopi Bareng Ana (Ngobrol Bareng Pakar Inspirasi)’ di kanal youtube Inspire Media TV, pada Rabu (29/7) petang. Arief Rahman, S.E., M.Com., Ph.D., yang merupakan Wakil Dekan Bidang Sumber Daya, Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia (FBE UII) berkesempatan menjadi bintang tamu pada kesempatan kali ini.
Arief Rahman memulai pembahasan dengan refleksi apakah saat ini Indonesia sudah dalam masa pasca pandemi (era new normal) atau masih dalam masa pandemi. Karena pada kenyataannya pertumbuhan angka kasus Covid-19 di Indonesia masih terus naik, “Sehingga sebenarnya Indonesia ini belum clear ada di tahap yang mana”, jelasnya. Dalam kondisi saat ini, Arief Rahman menilai bahwa semua bisnis sedang berada pada strategi bertahan (survive), dan bukan dalam strategi berkembang. Oleh karenanya, ada beberapa hal penting yang menjadi fokus utama dalam mencanangkan strategi bertahan.
Salah satunya adalah perlunya penyesuaian internal, misalnya dalam hal efisiensi belanja. Perusahaan atau organisasi harus menganalisis, mana hal yang mendesak untuk dibeli dan mana hal yang bisa ditunda hingga keadaan jauh membaik. Selain itu peran pemimpin menjadi penting dalam kondisi ini. “Perlu membangun kesadaran pada semua komponen perusahaan agar memiliki sense of crisis,” ungkap Arief Rahman.
Pemimpin yang saat ini dibutuhkan adalah pemimpin yang punya jiwa kreatif dan visioner. “Kreatif ditunjukkan dengan sikap mampu mengambil peluang dari setiap kesempatan. Sedangkan visioner dicerminkan dari kemampuan seseorang dalam melihat jauh ke depan, sehingga tidak terus larut dalam keterpurukan pandemi,” tambah Arief Rahman. Seperti yang dilakukan sejumlah perguruan tinggi yang mulai berpikir bagaimana mengembangkan sistem pendidikan jarak jauh (PJJ) untuk jangka yang lebih panjang.
Data di tahun 2017 menunjukkan, 97% tenaga kerja Indonesia terserap dalam Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Tak hanya itu, 60% sumbangan kontribusi Gross Domestic Product (GDP) Indonesia juga berasal dari UMKM. Hal ini membuktikan tingkat pengaruh UMKM yang tinggi bagi keberlangsungan pemerintahan Indonesia.
Sedangkan sebagian besar UMKM memiliki komitmen yang tinggi untuk dapat mempertahankan karyawannya, meskipun diadaptasikan dengan pergantian shift dan benefit yang diterima tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. “Sehingga peran pemerintah sangat dibutuhkan oleh para UMKM agar tidak mati. Karena pada kenyataannya, pemerintah pun sangat membutuhkan UMKM,” ungkap Arief Rahman. Peran pemerintah di Indonesia lebih dititikberatkan pada relaksasi pajak yang cukup membantu UMKM.
Selain itu, secara umum Arief Rahman menjelaskan strategi adaptasi dan resiliensi di tengah pandemi yang menggunakan Teori BCM atau Business Continuity Management (Manajemen Kelangsungan Bisnis). Teori ini mulanya digunakan untuk membangkitkan kondisi bisnis setelah terjadinya bencana, namun seiring berjalannya waktu teori ini juga digunakan dalam kondisi krisis baik internal maupun eksternal, seperti krisis saat pandemi Covid-19 saat ini. Beberapa poin penting dalam teori ini antara lain adalah pentingnya membuat rencana dengan fleksibilitas oleh perusahaan atau organisasi yang terdampak.
“Rencana ini sebaiknya disusun sebelum krisis terjadi, sehingga ketika sudah ada pada tahap krisis suatu perusahaan atau organisasi sudah memiliki back up plan yang terstruktur, tinggal nanti disesuaikan dengan kondisi yang ada,” jelas Arief Rahman.
Poin penting lainnya adalah identifikasi aset, hal ini perlu dilakukan baik dari sisi organisasi itu sendiri maupun pemerintah yang membantu. Identifikasi aset dilakukan untuk melihat aset mana yang penting dan menghasilkan, dan mana yang bisa dilikuidasi untuk menjamin cash flow perusahaan.
Dalam cash management, Arief Rahman mengungkapkan pentingnya memiliki cash untuk keperluan operasional perusahaan. “Namun jika memang tidak ada, maka yang bisa dilakukan adalah melikuidasi aset yang ada tadi atau mencari pinjaman” tambah Arief Rahman. Menurutnya, di saat seperti ini perusahaan bisa saja tetap melakukan investasi, dengan catatan investasi yang memberikan return jangka pendek.
Terakhir, Arief Rahman menjelaskan peran akademisi dalam membantu membangkitkan UMKM salah satunya dengan pemanfaatan teknologi. Seperti yang dilakukan UII dengan membangun Warung Rakyat (warungrakyat.uii.ac.id) sebagai media pertemuan konsumen dengan UMKM dalam proses pembelanjaan. (VTR/RS)