Pusat Studi Hukum UII Soroti Nasib Pekerja Migran di Tengah Pandemi

Berbagai dampak akibat pandemi Covid-19 turut berimbas ke berbagai sektor. Di Indonesia sendiri pada bulan April 2020 jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan mencapai 2,8 juta. Tak terkecuali kelangsungan hidup para Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang tidak sedikit juga mengalami PHK maupun kehilangan pendapatan. Menurut Menteri Luar Negeri RI Retno L.P Marsudi per 28 April 2020, sebanyak 68.129 WNI telah kembali ke Indonesia dan pada bulan Mei jumlahnya akan terus bertambah.

Inilah yang juga perlu direspon berbagai pihak. Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum (FH) UII merespon hal itu dengan mengadakan diskusi daring bertema “Cerita Suram Pekerja Migran Indonesia di Tengah Covid”-19”.

Pembicara diskusi, Anis Hidayah selaku Co-founder Migrant Care, menyampaikan ada beberapa dampak Covid-19 terhadap buruh migran. Di antaranya yaitu akses layanan kesehatan yang semakin terbatas, mereka bekerja namun upah tidak penuh, banyak yang kelaparan saat lockdown, kehabisan stok makanan, terbatasnya akses bantuan logistik, deportasi diam-diam, dan terpaksa bertahan dengan tanpa pekerjaan.

Menurut proyeksi kepulangan PMI berdasarkan kontrak kerja yang berakhir pada Mei-Juni 2020, mereka akan kembali ke daerah asal yang tersebar di tujuh provinsi, yakni Sumatra Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. “Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah tujuh provinsi tersebut siap dalam menghadapi atau menampung para migran dengan protokol kesehatan yang ada”, ujarnya.

Pembicara lainnya, M. Syafi’ie Akademisi FH UII menyambung diskusi dengan menjelaskan bahwa menurut perspektif HAM PMI merupakan salah satu kelompok yang sangat rentan terlanggar hak-haknya. Sebab negara kerap tidak mau dan tidak punya keinginan untuk memenuhi tanggung jawabnya.
HAM merupakan seperangkat hak yang melekat pada harkat dan martabat manusia. Negara memiliki tanggung jawab (obligation) untuk melindungi (to protect), menghormati (to respect), dan memenuhi (to fulfill) HAM.

Menurutnya, ada berbagai macam hak pekerja migran serta berbagai macam potensi pelanggarannya. Salah satunya para pekerja migran dan anggota keluarganya harus memiliki hak untuk memasuki dan tinggal di negara asalnya. Berkenaan dengan jaminan sosial, para pekerja migran dan anggota keluarganya harus menikmati perlakuan yang sama dengan warga negara di negara tujuan kerja, selama mereka memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh ketentuan umum.

Di akhir penyampaiannya, M. Syafi’ie menegaskan sejauh ini, Komnas HAM menyatakan telah terjadi stigmatisasi dan diskriminasi kepada TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang kembali ke Indonesia. Stigma dan diskriminasi terlihat dari sikap cenderung berlebihan pemerintah daerah dan masyarakat ketika para TKI pulang ke Indonesia. “Komnas HAM harus menyerukan lebih keras kepada pemerintah daerah agar memberi perlindungan terhadap proses pemulangan TKI”, pungkasnya. (MRA/ESP)