Meaningful Assessment untuk Tingkatkan Kemampuan Bahasa Inggris

Sukses Berkarir Sesuai Syariat Islam

Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Indonesia (UII) sukses menggelar kuliah umum dengan tema Making Language Assessment Meaningful: Incorporating Critical Thinking and Literacy, pada Rabu (6/5) secara daring. Tidak kurang 95 peserta dari berbagai intitusi turut ambil bagian dalam acara ini. Peserta berasal dari UII, UPI Bandung, Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan, IAIN Madura, Universitas Teuku Umar, Universitas Islam Malang dan juga dari Sorong Papua Barat.

Reading & Literacy in Early & Middle Childhood, The Ohio State University yang saat ini juga sebagai Dosen di Universitas Teuku Umar, Aceh dihadirkan sebgai pembicara. Adapun jalannya diskusi dipandu oleh Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris UII, Willy Prasetya, S.S., M.A.

Firman Parlindungan menyampaikan meskipun banyak orang yang meyakini bahwa belajar Bahasa Inggris harus sepenuhnya menggunakan bahasa tersebut, hasil dari banyak penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Ibu bermanfaat untuk mempercepat pembelajaran bahasa inggris, seperti kebiasaan menggunakan Bahasa tertentu di rumah maka akan menjadi seseorang fasih dengan Bahasa tersebut karna faktor kebiasaan di rumah.

“Sesuai dengan tema yang diangkat yaitu mengenai meaningful assessment yang mana istilah ini yaitu assessment yang mampu mendongkrak performance atau penampilan dan kemampuan guru dan siswa, atau dengan kata lain mendorong mereka (siswa) untuk terus belajar dan menjadi pembelajar yang lebih baik,” jelasnya.

Dijelaskan Firman Parlindungan, assessment bukan hanya berupa tes seperti UAS atau UN. Assessment meliputi segala proses dalam pembelajaran yang digunakan untuk mengevaluasi, memeriksa progress belajar, dan mengukur keefektifan pembelajaran. Assessment bisa berupa observasi, diskusi, tugas kelompok, dll. Assessment tidak hanya digunakan untuk mendapatkan nilai tetapi juga memberikan feedback (timbal balik) bagi siswa dan membantu guru untuk merencanakan pembelajaran selanjutnya. Adapun teks yang digunakan dalam assessment harus bersifat otentik atau merupakan teks yang digunakan dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Selain itu, lanjut Firman Parlindungan, pemilihan teks untuk assessment dan untuk pembelajaran Bahasa Inggris pada umumnya harus berdasarkan pada prinsip bahwa teks adalah cermin, jendela, dan pintu kaca. Teks sebagai cermin berarti siswa dapat merefleksikan apa yang dibaca dalam kaitannya dengan diri sendiri. Teks sebagai jendela berarti siswa dapat memperoleh hal baru ketika membaca. Teks sebagai pintu kaca berarti siswa tidak hanya bisa melihat hal baru, tetapi bisa masuk ke dunia yang dibaca melalui imajinasi dan kreativitas.

Firman Parlindungan memaparkan, dalam belajar Bahasa Inggris perlu ada skill atau kemampuan seseorang meliputi listening (pendengaran), speaking (berbicara), reading (membaca), dan writing (menulis) dalam Bahasa inggris. Ke-empat kemampuan tersebut merupakan kemampuan umum yang harus dimiliki orang agar fasih dalam belajar Bahasa, akan tetapi seiring berjalannya waktu terlebih saat ini yang telah menjadi revolusi Industri 4.0 maka kemampuan juga harus dikembangkan seperti kemampuan dalam critical thinking dan literacy.

Lebih lanjut disampaikan Firman Parlindungan, dalam hal ini Critical thinking sebagai ranah kognitif dalam pembelajaran tidak memiliki batasan. Siswa semestinya diberikan ruang seluas-luasnya untuk mengeksplorasi gagasan, pengalaman, imajinasi, dan kreativitas mereka dalam belajar. Akan tetapi, secara afektif siswa tetap perlu diberikan rambu-rambu dalam berpikir kritis sesuai dengan undang-undang, aturan, nilai, dan norma yang berlaku di Indonesia. Dengan kata lain, siswa harus didorong untuk berpikir kritis dalam koridor undang-undang, aturan, nilai, dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

“Namun permasalahan yang terdapat di Indonesia yaitu Sebagian besar pembelajaran di Indonesia masih membatasi siswa untuk berpikir kritis. Tidak semua guru memberikan kesempatan untuk berpikir dari perspektif lain dan berbeda pendapat dengan guru karena hal tersebut masih dianggap tidak sopan oleh banyak guru,” ungkap Firman Parlindungan.

Firman Parlindungan memberikan contoh dari disertasi yang telah dselesaikannya. Siswa SD di sekolah Islam di Ohio, Amerika Serikat sudah diajari berpikir kritis sejak dini dengan mendiskusikan masalah-masalah seperti terorisme dan kesetaraan gender. Para siswa didorong untuk membaca teks dari berbagai sumber seperti CNN dan FOX News serta bacaan dan terjemahan Al-Qur’an untuk kemudian berpendapat dengan mengacu kepada dua jenis teks tersebut. “Di sini lah terjadi proses critical thinking dan literasi yang saling melengkapi,” tandasnya.

Tingkatkan kemampuan Bahasa Inggris untuk menangkan persaingan global dengan bergabung di sini.