Upaya Universitas di Thailand Merespon Covid-19
Persoalan yang muncul akibat Covid-19 diakui telah merangsek di berbagai sektor. Dunia pendidikan, tak terkecuali perguruan tinggi pun turut merasakan dampak dari mewabahnya virus Corona ini. Menanggapi hal tersebut, Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan Webinar Talk Series Measuring the Global Impact of Covid-19 session 3 dengan judul The Impact of Covid-19 on Thailand Higher Education.
Diskusi yang digelar secara daring ini mengundang Wakil Ketua Hubungan Internasional dan Komunikasi Korporasi di Mahidol University, Thailand, Assoc. Prof. Nopraenue S. Dhirathiti, Ph.D. Jalannya diskusi dipandu oleh Ketua Program Studi Hubungan Internasional UII, Hangga Fathana, S.IP., B.Int.St., M.A..
Disebutkan, di Thailand terdapat 52 univeritas yang telah mengurangi biaya kuliah untuk membantu mahasiswa pada situasi pandemi ini. Pengurangan biaya meliputi uang pendaftaran, pengurangan SPP ataupun pengembalian biaya layanan. Universitas juga membantu mahasiswa akibat biaya yang ditimbulkan pada masa pembelajaran online.
Dikatakan Dhirathiti terdapat dua kendala yang dirasakan dalam pelaksanaan pembelajaran online ini, di antaranya adalah fasilitas IT (Information Technology). “Saya sangat berterimakasih kepada staff IT di Mahidol University, karena mereka sudah melaunching Webex dan Microsoft tepat seminggu sebelum adanya pengumuman e-learning. Kita bahkan melakukan tes dalam penggunannya,” jelasnya.
Persoalan lainnya pada dosen atau tim pengajar. “Kita bahkan tidak memiliki masalah sama sekali terhadap mahasiswa karena mereka merupakan ICT Literacy dan sangat ahli menggunakan teknologi. Tetapi berbeda dengan tim pengajar atau dosen dimana masih banyak dari mereka yang menggunakan metode lama dalam mengajar dan bahkan jarang dari mereka yang menggunakan komputer,” papar Dhirathiti.
Disampaikan Dhirathiti, kita hanya memiliki satu Minggu untuk memualai e-learning sehingga mau tidak mau harus melatih mereka bagaimana menggunakan Zoom, Webex maupun Microsoft secara online. “Ini merupakan hal yang sulit, sama seperti kita mengajarkan bagaimana menggunakan komputer kepada orangtua kita, tetapi pada akhirnya harus melakukannya,” ujarnya.
Dhirathiti juga mengungkapkan sudut pandang positif mengenai Covid-19. “Di Jepang kita menyebutnya dengan giatsu (external pressure) atau tekanan dari luar. Kita seakan sadar bahwa kita sudah harus memiliki keterampilan di abad ke-21 yang melibatkan teknologi, tetapi pada kenyataannya teaching skill kita masih berada di abad ke-19,” bebernya
“Pembelajaran yang saya dapatkan dari pandemi ini adalah bagaimana saya dan pihak univeritas meningkatkan sistem pembelajaran. Karena kuncinya adalah pembelajaran yang fleksibel. Bagaimana cara kita dalam menyampaikan materi dan melakukan pembelajaran dengan melibatkan teknologi di dalamnya,” pungkas Dhirathiti.
Merespon Covid-19 ini, Mahidol University juga telah menghimbau mahasiswanya untuk kembali ke rumah mereka masing-masing. Tetapi bagi mereka yang ingin tetap tinggal, Mahidol Univerisity juga menyediakan asrama yang dapat digunakan mahasiswa untuk tinggal sehingga lebih aman dan terpantau. (DRD/RS)