, ,

Alumni FK UII Paparkan Pengalaman Jadi Relawan Medis Covid-19

Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (IKA FK UII) menyelenggarakan Webinar Series bertajuk “Perkembangan Terkini Covid-19”. Acara yang digelar pada pada Senin (20/4) itu selain mendiskusikan perkembangan terbaru Covid-19 juga menyorot kerja keras para tenaga medis di lapangan. Diskusi dan Seminar yang berlangsung secara daring tersebut menghadirkan tiga alumni Fakultas Kedokteran UII dari berbagai angkatan. Sebagai moderator, dr. Hafidz Alhadi Luqmana (Alumni FK UII 2007), dan dua pembicara, dr. Rahmat Nugroho (Alumni FK UII 2009), serta dr. Kiki Widyastuti Sp.P., M. Kes (Alumni FK UII 2002).

dr. Rahmat Nugroho, dalam materinya “Kondisi Riil RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran” menerangkan bagaimana teknis pengalihfungsian wisma atlet menjadi rumah sakit darurat penanganan pasien Covid-19.

“Untuk wisma atlet itu ada tujuh tower, sementara yang difungsikan itu tower tujuh, dan rencananya akan dibuka tower lima dan tower enam, karena seperti yang kita lihat, trend-nya terus naik.” ujar dokter yang menjadi relawan di RS Darurat Covid Wisma Atlit tersebut.

Protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19 juga diberlakukan secara ketat di sana sehingga setiap orang yang memiliki akses keluar-masuk ke wisma atlet wajib melakukan dekontaminasi.

“Setiap orang yang masuk wisma atlet tower tujuh ini wajib melakukan proses dekontaminasi dua kali. Jadi yang Dekontaminasi menggunakan Chamber (dekontaminasi Chamber) seperti ini dengan mengikuti arahan dan instruksi TNI yang bertugas” tandasnya lagi.

Dalam teknis pembagian kerja di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet terdapat sembilan pembagian kerja. Pembagian tersebut berupa poli umum, TRIAGE, UGD, HCU, dan Tim Swab.

“Poli umum menjadi tempat penanganan orang-orang yang berada dalam wisma atlet secara umum, terlebih non-pasien. TRIAGE adalah tempat pemilahan pasien atas keluhan kesehatan. Bagian UGD memiliki fungsi untuk analisa dan pemeriksaan fisik. Lab Bangsal sendiri seperti rumah sakit pada umumnya, menjadi ruang penempatan pasien yang terbagi dalam PDP, ODP, dan positif Covid-19. HCU difungsikan sebagai ruang observasi terhadap pasien. Tim Swab itu nantinya bertugas untuk melakukan pemeriksaan PCR pada semua pasien” jelasnya.

Pasien yang sudah diperbolehkan pulang akan mendapatkan pelayanan lebih lanjut dalam Poli Covid, Poli ODP, dan Poli PDP.

Sementara, Ketua IKA FK UII, sekaligus dokter spesialis paru RSUD HM Rabain Muara Enim, dr. Kiki Widyastuti Sp.P., M. Kes, menerangkan mengenai tindakan lebih lanjut saat ditemui gejala terindikasi mengidap Covid-19.

“Seseorang bisa terindikasi memiliki gejala ringan bila mengalami demam tinggi, nyeri tenggorokan, dan hidung tersumbat. Sedangkan untuk gejala sedang bisa mengalami sesak napas, batuk menetap, dan sakit tenggorokan. Untuk penderita gejala berat sendiri ditandai dengan demam tinggi sekitar lebih dari 38 derajat yang menetap, hingga ISPA berat, beserta pneumonia berat”, terangnya.

Gejala-gejala ini akan menentukan tata laksana kedepannya. Oleh karena itu kita penting sekali untuk kita menentukan pasien ini termasuk ODP, PDP, ataupun positif Covid-19.

Ia juga menjelaskan penanganan pasien sesuai dengan gejalanya. “Untuk pasien dengan gejala ringan bisa melakukan isolasi mandiri di rumah. Sementara untuk pasien yang sudah menunjukkan gejala sedang bisa dilakukan perawatan di rumah sakit darurat, dan kemudian untuk pasien gejala berat harus dirawat di rumah sakit rujukan, yang sudah ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan.” jelasnya lagi.

Menurutnya tantangan yang dihadapi petugas medis di lapangan berkutat pada sumberdaya. “Dalam penanganan kasus ini keterbatasan APD (alat pelindung diri) terutama di daerah-daerah yang berbeda dengan kota besar, jumlah petugas medis, alat VTM, alat SWAB, LAB PCR dengan jumlah yang terbatas, dan ruang rawat inap yang juga terbatas”. terangnya.

Di sisi lain, sikap pasien yang tidak terus terang juga menjadi problematika tersendiri. “Adanya pasien yang tidak jujur menyulitkan kita di lapangan yang enggan bercerita riwayat perjalanannya, membuat rekan-rekan sejawat sekalian ikut terkonfirmasi positif karena pasien yang tidak jujur. Untuk tindakan emergency sendiri membutuhkan diagnosa yang cepat, sedangkan kita kesulitan mendiagnosa ”. terangnya lagi.

Sebagai penyakit yang tergolong baru, Kiki menerangkan bahwa virus ini masih terindikasi untuk berkembang lagi. Sehingga menjadikan tantangan untuk para dokter untuk selalu mempelajarinya dan terus memperbarui informasi. (FSP/ESP)