CILACS UII Ajak Maknai Arti Toleransi Lewat Pemutaran Film

Indonesia adalah negara yang kaya dan memiliki keberagaman budaya, suku, etnik, adat, agama, dan bahasa. Demikian pula dengan keragaman agama yang ada di Indonesia seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan aliran kepercayaan perlu dirawat dengan baik agar selalu harmonis. Kondisi inilah yang menjadi perhatian semua pihak supaya kerentanan terhadap isu-isu yang berbau SARA dapat dihindari. Seperti dapat dipelajari melalui sejarah berbagai peristiwa yang pernah terjadi di Indonesia.

Sabtu (7/3), CILACS UII mengadakan kegiatan “nonton bareng” film dokumenter yang berjudul “Beta Mau Jumpa” di Cilacs UII Unit Demangan, Jl. Demangan Baru 24 Yogyakarta. Kegiatan yang dihadiri masyarakat umum dengan antusias ini hasil kerjasama antara CILACS UII dengan Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Selain sebagai rangkaian kegiatan dalam Milad ke-17 CILACS UII yang diperingati tiap 22 Maret, nonton film juga bertujuan membagikan kisah toleransi dan kerukunan beragama di tengah konflik Ambon yang terjadi pada tahun 1999.

Dalam sambutannya, Lizda Iswari, S.T., M.Sc (Kepala CILACS UII) menyampaikan bahwa Cilacs UII sebagai pusat bahasa dan kajian budaya memiliki kewajiban dalam pengembangan budaya baik lokal maupun internasional.

“Dalam kaitannya dengan budaya lokal, melalui pemutaran film seperti ini, diharapkan dapat memberikan pelajaran bagi kita semua bagaimana toleransi dan kerukunan beragama dapat terjaga dengan baik”, ungkapnya.

Pemutaran film berdurasi 35 menit tersebut dilanjutkan dengan diskusi terbuka mengangkat judul “Menarasikan Perdamaian Untuk Indonesia” yang menghadirkan narasumber Marthen Tahun (CRCS UGM).

Marthen yang juga koordinator riset film Beta Mau Jumpa menceritakan pengalamannya saat melakukan penelitian di Ambon. Banyak pelajaran penting yang bisa didapat dari tragedi yang terjadi saat itu. Pada sesi diskusi dan tanya jawab yang dipandu oleh Fahrurrazi (Cilacs UII) berlangsung interaktif serta menghasilkan berbagai pandangan tentang pentingnya toleransi dan kerukunan beragama di era milenial sekarang ini.

Film dokumenter “Beta Mau Jumpa” sendiri menceritakan perjuangan para perempuan saat terjadinya konflik horizontal di Ambon. Mereka tidak hanya menunjukkan adanya rasa saling percaya tapi juga kebersamaan yang timbul selama hidup berdampingan walaupun berbeda kepercayaan.

Hal itu menjadi dasar untuk menciptakan apa yang disebut sebagai memori perdamaian, budaya toleransi, dan kerukunan. Inilah yang dikedepankan sehingga menjadi bekal bagi upaya rekonsiliasi pasca berakhirnya konflik. (Ank/ESP).