Menggali Khazanah Fiqih yang ke-Indonesiaan

Filsafat hukum Islam berisi pengetahuan tentang hakikat, rahasia, dan tujuan agama baik yang menyangkut materi maupun proses penetapannya. Keilmuan filsafat juga lazim digunakan untuk memancarkan, menguatkan, dan memelihara hukum Islam sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah SWT. Bertalian dengan hal tersebut, Program Studi Doktoral Hukum Islam (DHI) dan Program Studi Magister Ilmu Agama Islam Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (MIAI FIAI UII) menyelenggarakan “Bedah Buku Filsafat Hukum Islam Indonesia”.

Diskusi yang membedah buku karya Hijrian Angga Prihantono, Lc., L.L.M ini berlangsung di ruang seminar PPs FIAI UII Demangan pada Senin (16/12). Selain mengundang penulis, bedah buku juga menghadirkan Irwan Masduki, Lc., M.Hum (Pengasuh PP Salafiyah Mlangi Sleman sekaligus mahasiswa Prodi DHI FIAI UII 2019).

Dr. Drs. Yusdani, M.Ag, Ketua Prodi DHI FIAI UII mengungkapkan bahwa kegiatan bedah buku ini merupakan tradisi akademik di lingkungan PPs FIAI UII. Ia menilai kajian filsafat hukum Islam Indonesia perlu digiatkan untuk menambah khazanah fiqih ke-Indonesiaan dalam dunia akademik. “Kami coba kembangkan keilmuan doktor hukum Islam dan ke-Indonesiaan” pungkasnya.

Sementara Hijrian Angga Prihantono menyebut pada saat ini hukum Islam sering diasumsikan untuk menggantikan hukum yang sudah dibuat negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945.

“Hal ini sering memunculkan pertentangan dalam masyarakat sehingga perlu dibangun pandangan bahwa Hukum Islam sebagai komplementer bersama UUD ‘45 untuk memecahkan permasalahan yang belum ada solusinya”, imbuhnya.

Lebih lanjut lagi, Hijrian mengatakan dalam membahas filsafat selalu dihadapkan pada istilah sakral (suci) dan profan (tidak suci). Kalau profan dihadapkan pada sakral, maka sesuatu yang ada di profan tertutupi dengan sakral. “Dalam buku ini, saya ingin menampilkan konstruksi Filsafat Hukum Islam yang plural, tidak dihadap-hadapkan atau dipertentangkan dengan hukum yang dibuat negara, UUD 45,” ungkapnya.

Adapun Irwan Masduki memberi masukan buku ‘Filsafat Hukum Islam Indonesia’ kurang mengutip dan merujuk karya-karya nusantara. “Dari referensi yang ada, karya-karya ulama Indonesia hanya lima persen, 95 persen literatur dari Timur Tengah dan Barat,” ungkapnya.

Irwan mengomentari jika berbicara tentang hukum fiqih itu sakral atau tidak, Imam Nawawi al Bantani dan Imam Athurmuzi, mengatakan fiqih itu hanya pemahaman, penafsiran, dan konsep. Jadi dengan merujuk pendapat ulama-ulama nusantara fiqih itu sebagai sesuatu yang profan, bukan sakral. (AR/ESP)