Inovasi Teknologi Mudahkan Penentuan Awal Waktu Sholat
Ilmu falak mempelajari peredaran benda-benda langit, khususnya bulan, matahari dan bumi. Peredaran benda langit tersebut digunakan untuk menentukan arah kiblat, waktu sholat, dan penentuan awal bulan-bulan Hijriyah. Inilah yang membuat ilmu falak sangat penting bagi kehidupan umat Islam. Untuk itu sangatlah penting mengkaji inovasi teknologi yang bermanfaat bagi kehidupan tidak hanya komunikasi dan aplikasi namun juga untuk beribadah.
Menanggapi permasalahan tersebut, Direktorat Pendidikan Dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan seminar nasional keislaman dengan tema “Mengembangkan Ilmu Falak Berbasis teknologi di Era 4.0”. Acara yang berlangsung pada Selasa (26/11) di Ruang Audio Visual Perpustakaan Pusat UII ini diikuti oleh mahasiswa, dosen, dan pegawai Kementerian Agama sebanyak 129 orang.
Dalam sambutannya Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag. selaku Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan dan Alumni menyampaikan “Islam terutama yang terkait dengan ibadah dalam implementasinya sangat membutuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh, teknologi digital yang terkait penentuan awal bulan atau awal waktu sholat, teknologi ini sangat diperlukan untuk mendukung cara kerja ilmu falak atau ilmu hisab bisa lebih modern dan akurat” tuturnya.
Materi pertama disampaikan oleh Drs. Sa’ban Nuroni, M.A. Kepala Kementerian Agama Kantor Wilayah Sleman. Sa’ban menjelaskan bahwa Kementerian Agama bertugas untuk mengurusi segala hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan termasuk hisab rukyat seperti untuk menghitung awal waktu sholat.
Biasanya dalam melakukan rukyat hilal itu hanya menggunakan alat bantu penglihatan saja seperti teleskop, perkara melihat atau tidaknya itu kuasa Allah SWT karena memang sulit dan mungkin keterbatasan alat dan mata manusia.
“Dalam menghitung penentuan awal waktu sholat kita memang mempunyai ketentuan-ketentuannya sendiri, namun jika ada inovasi teknologi yang bisa membantu memudahkan dan meringankan kami sangat mendukung” ucapnya.
Pakar Ilmu Falak yang juga dosen UII, Drs. Sofwan Jannah, M.Ag. menjelaskan ilmu falak timbul karena adanya perintah ibadah dengan waktu-waktu yang berbeda. Seperti dalam Al-Quran awal waktu sholat dilihat dari posisi matahari. Beda lagi jika misalkan ditentukan dengan hanya melihat awan jika seharian hujan dan mendung maka tidak akan ada waktu sholat, beruntung para pakar ilmu falak telah menghitung dan menentukan jadwal sholat.
“Hal-hal seperti itu hanya bisa dipahami oleh ahli ilmu falak, karena peredaran atau letak matahari tidak sama setiap harinya misal untuk penentuan waktu dzuhur matahari bisa saja berada ditengah-tengah sebelum jam dua belas atau bahkan sesudahnya”, jelasnya.
Inovasi Teknologi Penentuan Awal Waktu Sholat
Julian Pangestu sebagai Chief Executive Officer Teknologi Indonesia, memaparkan bahwa teknologi sudah menjadi hal yang biasa pada kehidupan saat ini. Menurutnya, tidak sulit untuk membuat teknologi seperti jam digital pengatur awal waktu sholat namun yang harus menjadi perhatian adalah apakah rumus di dalamnya sudah benar-benar sesuai dengan rumus-rumus ilmu falak atau tidak.
“Saya bercita-cita setiap masjid di Indonesia sudah memiliki jam digital yang rumusnya akurat sesuai ilmu falak. Selain itu, semua masjid sudah terdata keberadaannya hingga masjid-masjid itu bisa makmur dan saya harap ke depannya para anak muda khususnya mahasiswa peka terhadap masalah ini” pungkasnya.
Di akhir pemaparan, Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum. selaku Ketua Umum Asosiasi Sentra Kekayaan Intelektual Indonesia menggarisbawahi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) teknologi tidak selalu berwujud alat tapi bisa berwujud proses, metode, dan sistem. Bagi umat Islam, inovasi tidak semata-mata dimaknai sebagai suatu ikhtiar untuk menghasilkan teknologi baru namun melakukan inovasi itu bagian dari ibadah. Dengan inovasi teknologi yang dilahirkan bisa membantu menjawab permasalahan-permasalahan yang ada.
“Kita berinovasi dengan menggunakan metode HAKI itu bisa membuka peluang lebih besar dalam bekerja sama dengan berbagai macam disiplin ilmu dan itu bisa melengkapi kekurangan yang ada pada inovasi kita. Maka kita harus menjadi insan unggul dan bisa membuka diri untuk menerima masukan dari sisi ilmu-ilmu lain”, pungkasnya. (CSN/ESP)