,

Titik Singgung Hukum Nasional dan Internasional Berbagai Negara

Konflik dalam pergaulan antarbangsa merupakan hal yang kerap terjadi. Konflik tersebut dapat menimbulkan kerugian seperti pelanggaran hak dan kewajiban sehingga di sinilah pentingnya aturan hukum internasional. Sinkronisasi hukum nasional dan internasional sangat penting untuk menghindari konflik kepentingan. Pembahasan tersebut didiskusikan dalam Seminar Internasional bertema International Law within Domestic Law System: Diverse Approaches di Ruang Sidang Utama Lt.3 Gedung Moh.Yamin Fakultas Hukum UII pada Senin (22/04).

Chrisopher Cason, J.D., salah satu pembicara dalam seminar itu menyampaikan dalam prespektif Amerika ada Cutomary International Law Alien Tort Claims Act (ATCA) atau Alien Tort Statute. “Aturan tersebut awalnya merupakan ketentuan Undang-Undang Kehakiman tahun 1789, yang memberikan yurisdiksi kepada pengadilan federal AS atas setiap tindakan sipil yang dibawa oleh orang asing (warga negara asing) untuk gugatan yang melanggar hukum internasional atau perjanjian AS”, katanya.

Ia menambahkan mulai tahun 1980-an, Alien Tort Claims Act (ATCA) digunakan sebagai dasar tuntutan terhadap individu karena pelanggaran manusia internasional. Sejak pertengahan 1990-an, aturan itu juga digunakan untuk melawan korporasi yang terlibat dalam pelanggaran HAM dan kejahatan lingkungan.

Sedangkan pembicara lain, Dr. Csaba Gondola membahas presfektif hukum Hungaria di mana pada pasal Q hukum nasional Hungaria pasal (3) menyatakan bahwa Hungria pada umumnya menerima suatu hukum Internasional dan sumber hukum Internasional menjadi bagian dari hukum Nasional Hungaria.

“Hungaria merupakan bagian dari Uni Eropa sehingga hukum nasional mengikuti hukum internasional yang sudah berlaku” ungkapnya selaku Legal Adviser to the Deputy Minister of the Hungarian Prime Minister’s Office.

Adapun, dalam sudut pandang Malaysia terdapat dua sistem hukum pararel, yaitu Common Law dan Hukum Islam, di mana keduanya berjalan beriringan. Hal ini disinggung Prof. Farid Sufian Shuaib, LL.B., LL.M., Ph.D. selaku Professor of Constitutional Law, AIKOL,IIUM, Malaysia yang mengatakan pola interaksi segitiga hukum antara Hukum Internasional, Hukum Nasional, dan Islam di Malaysia.

“Hukum Internasional secara teoritik dapat diterima dalam sistem hukum Malaysia selama kepentingan dalam negeri menghendaki demikian dan substansinya tidak bertentangan dengan hukum nasional”, imbuhnya.

Pembicara terakhir, Prof. Dr. Sefriani, S.H., M.Hum selaku Profesor Hukum Internasional FH UII menambahkan Indonesia menganut doktrin gabungan yakni inkorporasi (monisme) untuk perjanjian-perjanjian internasional yang menyangkut keterikatan negara sebagai subyek hukum internasional secara eksternal. Indonesia juga menganut doktrin transformasi (dualisme) untuk perjanjian internasional yang menciptakan hak dan kewajiban bagi seluruh warga negara Indonesia.

“Kebutuhan orang Indonesia akan kejelasan tentang relasi antara hukum internasional dan hukum nasional di dalamnya adalah sistem hukum domestik” ujarnya dalam memberikan pendapat. (MRA/ESP)