Penambangan Batu Bara Timbulkan Dampak Lingkungan Masif
Batu bara selain menjadi sumber energi, juga telah menjadi sumber kerusakan lingkungan yang cukup masif. Bahkan penambangan batu bara juga diklaim membawa kerugian signifikan bagi masyarakat adat. Tercatat sebanyak 32 orang meninggal di Kalimantan Timur, dalam kurun waktu antara 2011-2018, atau 115 jiwa antara 2014-2018 dalam skala nasional. Terdapat sekitar 3500 bekas tambang yang harus direklamasi. Bekas-bekas galian tambang sering menelan korban karena tidak kunjung dibenahi.
Sebagaimana tergambar dalam kajian film dokumenter berjudul Sexy Killer karya rumah produksi WatchDoc. Acara kajian diadakan oleh HIMAKOM UII. Film yang disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono itu merupakan bagian dari Ekspedisi Indonesia Biru, oleh beberapa jurnalis, dan videografer yang keliling Indonesia sejak 2015 silam. Mereka berkeliling Indonesia dengan motor mulai dari Jakarta, Bali, Sumba, Papua, Sulawesi, Kalimantan, hingga Jawa. Kajian film berlangsung di GKU Prof. Sardjito UII pada Jum’at (12/4).
Yogi Zul Fadhli, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, sebagai pemateri kajian film mengatakan, “Bagaimana Bisnis Batubara Membunuh dan Menjadi Pelumas Politik Indonesia”. Ia prihatin melihat bagaimana pembangunan yang seharusnya berpihak pada rakyat kecil, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Justru sebaliknya, pembangunan telah menjadi penindas bagi petani, nelayan, serta rakyat kecil pada umumnya.
“Atas nama pembangunan yang sangat mulia, membuat banyak masyarakat kecil tertindas. Sebut saja PLTU, batu bara yang diceritakan dalam film tersebut.” Ungkapnya. Ia juga menyayangkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak berpihak terhadap masyarakat kecil, serta cenderung menindas.
Ia mencontohkan proses pengangkutan batu bara dengan kapal tongkang menuju beberapa PLTU di Jawa dan Bali. Aktifitas kapal batu bara yang hilir-mudik serta membuang jangkar di daerah tersebut membuat nelayan yang ada di Kepulauan Karimun Jawa sulit beraktifitas. Sedangkan masalah juga timbul pada ekosistem laut yakni terumbu karang yang hancur akibat hantaman kapal serta jangkar, termasuk tumpahan serpihan batu bara.
Film ini telah membuka wawasan para aktivis, terutama mahasiswa. Banyak kejadian-kejadian, masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, yang jarang diangkat dalam media mainstream, kemudian diceritakan dalam film tersebut.
“Saya berterima kasih kepada Himakom UII yang telah mengadakan acara ini, juga rumah produksi Watchdog. Dengan ini kami bisa mengetahui berbagai persoalan yang tidak pernah terpikir oleh kami sebelumnya.” Tegas Muhamaad Fakhri Abdurrahman, salah satu penonton dalam wawancara. (DD/ESP)