,

Menegakkan Kedaulatan Bangsa dan Negara Lewat Penegakan Hukum

Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan Negara Indonesia berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Namun saat ini nilai-nilai kedaulatan tersebut justru terdistorsi oleh praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Negara lebih merefleksikan kepentingan partai politik maupun para pemodal sehingga hasil produk undang-undang yang dihasilkan cenderung tidak pro terhadap rakyat.

Topik tersebut sebagaimana tergambar dalam Sarasehan Hukum Refleksi Akhir Tahun 2017 dengan tema “Kedaulatan Berbangsa dalam Dinamika Penegakan Hukum” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Hukum UII, pada Jum’at (29/12) bertempat di Ruang Sidang Utama Lt.3 Fakultas Hukum UII.

Wakil Dekan Fakultas Hukum UII, Dr. Drs. Rohidin, SH., M.Ag., dalam sambutannya menyampaikan bahwa tema yang diangkat dalam sarasehan hukum ini merupakan pembahasan yang sangat penting untuk dikaji.
“Isu ini sangat penting dan menarik untuk dibahas, pemateri mempunyai kapasitas yg baik, kami harap adik-adik mahasiswa dapat mengikuti sarasehan ini dengan baik”, tuturnya.

Sementara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia Periode 2010-2011, Dr. M. Busyro Muqoddas, SH., M.Hum., menyampaikan bahwa nilai-nilai demokrasi dalam berbangsa dan bernegara di Indonesia dinodai oleh politik oligarki dan nepotisme.

“Bahwa saat ini banyak pejabat yang lahir dari proses birokrasi yang liberal, celakanya demokrasi liberal yang transaksional sehingga justru menghasilkan monster kekuasaan”, ungkapnya.

Lebih lanjut Praktisi Hukum, Junaidi Albab Setiawan, SH., M.Comm Law,  menyampaikan bahwa kedaulatan bangsa Indonesia saat ini sangat mudah untuk dikontrol oleh para pemodal yang cenderung ingin membeli negeri ini.

“Banyak pemodal yang membiayai kendaraan politik di Indonesia, sehingga negeri ini justru dengan mudah dikontrol oleh mereka. Apakah kita hanya mau jadi penonton atau penikmat saja, karena itu menjadi refleksi bagi kita”, pungkasnya. (IH)