,

Infrastruktur Berperan Penting Menunjang Pembangunan

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia (FTSP UII) kembali menjadi tuan rumah dalam acara Konferensi Nasional ke-4 Inovasi Lingkungan Terbangun 2017. Bertempat di Auditorium FTSP UII, Kamis (12/10), penyelenggaraan seminar mengambil tema “Mewujudkan Infrastruktur yang Berkeadilan”. Acara mengundang dua keynote speaker yakni Gubernur DI Yokyakarta yang diwakili oleh Wakil Gubernur KGPAA Paku Alam X dan Kapuslitbang PUPR, Ir. Rezeki Peranginangin, M.Sc. MM. Sementara pembicara yang hadir antara lain dari UII Dr. Ing. Ir. Ilya Fadjar Maharika, MA, IAI., perwakilan UNICEF Wildan Setiabudi serta pembicara dari University Hawaii, Manoa.

Bersamaan dengan penyelenggaraan seminar nasional ini juga diadakan penandatanganan naskah kerjasama antara FTSP UII dengan PT. Kereta Api Indonesia yang ditandatangani oleh Dekan FTSP UII, Dr. Ing. Ir. Widodo Brontowiyono, M.Sc. dan Excutive Vise President Baleyasa Yogyakarta PT Kereta Api Indonesia (Persero), Deni Aryanto. Kesepakatan kerjasama di antaranya mencakup dalam hal riset, kerja praktek dan tugas akhir mahasiswa, pertukaran informasi dibidang teknologi, pengembangan SDM, pemantauan kualitas lingkungan serta CSR.

Wakil Rektor III UII, Ir. Agus Taufiq, M.Sc. dalam sambutannya mengajak para peserta seminar dan sivitas akademika turut mencari solusi atas ketimpangan pembangunan yang masih terjadi di Indonesia. Forum ini menurutnya merupakan wujud perhatian dalam hal pembangunan infrastruktur yang pada dasarnya sesuai dengan salah satu dari program Nawacita pemerintah yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka persatuan.

Membacakan naskah Gubernur DI Yogyakarta, KGPAA Paku Alam X menuturkan pentingnya peran infrastuktur sebagai penunjang pembangunan karena memiliki peran yang vital. Di antaranya yakni dalam mewujudkan pemenuhan hak dasar rakyat seperti pangan, sandang, papan, rasa aman, pendidikan dan kesehatan. “Dengan demikian dapat dikatakan infrastruktur adalah modal esensial masyarakat yang memegang peranan penting dalam mendukung sektor ekonomi, sosial budaya, serta kesatuan dan persatuan yang mengikat dan mengkoneksikan antar daerah,” paparnya.

Disampaikan KGPAA Paku Alam X, pemerataan pembangunan merupakan jawaban atas masalah ketimpangan, yang salah satu strateginya adalah menjamin ketersediaan infrastruktur sesuai kebutuhan antar wilayah, sehingga mendorong investasi baru, lapangan kerja baru, meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sebagai dampak dari bergeraknya ekonomi lokal. “Tingginya disparitas harga di wilayah barat dan timur dan ketimpangan presentase nilai Produk Domestik Regional Bruto secara nasional, khusunya di kawasan barat Indonesia dengan kawasan timur Indonesia menjadi masalah akut yang harus segera diatasi,” paparnya.

Inovasi di sektor publik sebagaimana disampaikan KGPAA Paku Alam X adalah breakthrough mengatasi kelambanan birokrasi, sekaligus menumbuhkan inovasi masyarakat di kawasan terbangun. Karakteristik dan sitem birokrasi yang rigid dan cenderung status-quo harus dicairkan dengan prinsip think and act out of the box within the system. “Kita memang memerlukan kelas intrepreneurial government yang berpikir inovatif kreatif dalam bingkai aturan. Sinyal inovasi birokrasi menunjukkan hal positif, ketika budaya inovatif ditularkan, mulai diberi tempat,” ungkapnya.

Sementara disampaikan Rezeki Peranginangin, pembangunan seluruh area pelosok NKRI dan batas negara menjadi mandat besar kementrian PU dari Presiden untuk mengejar ketertinggalan. Ia menjelaskan, berdasar data dari Bappenas, kebutuhan dana pembangunan infrastruktur saat ini mencapai 5000 triliun dan Indonesia hanya mampu menutupi 35% nya. Pendanaan inovatif lainnya seperti Investasi Swasta, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), APBN/APBD.

Rezeki Peranginangin mengungkapkan, selain masalah anggaran pembangunan, ada empat tantangan besar yang dihadapi dalam pembangunan yang berkeadilan. Disparitas antar wilayah dan kawasan masih tinggi, pemanfaatan sumber daya yang belum optimal dalam hal pangan dan energi, daya saing nasional yang masih rendah karena kurangnya infrastruktur dan konektivitas dan urbanisasi tinggi menjadi tantangan besar.

“Indonesia mempunyai beban berat dalam hal infrastruktur khususnya dalam tujuan konektivitas nasional. Indonesia harus mengakui ketertinggalannya dengan negara lain seperti Tiongkok. Dalam 40 tahun Indonesia hanya mampu membangun 780 Km jalan tol sementara Tiongkok mampu membangun 280.000 Km jalan tol,” ungkapnya.

Namun disamping ketertinggalan tersebut, menurut Rezeki Peranginangin Indonesia mulai bangkit dan menoreh beberapa pengakuan internasional seperti peningkatan peringkat layak investasi oleh tiga lembaga internasional kredibel yakni Standard and Poor’s, Fitch Ratings dan Moody’s. Selain itu berdasar Survei EoDB, Indonesia juga menjadi negara teratas dalam perbaikan kemudahan berusaha dengan mereformasi 7 indikaor.

“Kami berharap sivitas akademika UII turut berperan aktif dalam mendukung pembangunan infrastruktur melalui sumbangan pemikiran dan mencetak engineer-engineer terbaik bangsa, untuk Indonesia yang lebih sejahtera dan mampu berkompetisi di kancah global,” ungkapnya mengakhiri pidato. (BKP/RS)