Meningkatnya masalah kesehatan mental pada generasi muda khususnya pada mahasiswa tentunya tidak dapat diabaikan. Persoalan ini akan berdampak pada semua lini kehidupan generasi muda. Merespons persoalan ini, Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan (DPK) meluncurkan layanan konseling DPK berbasis Artificial Intelligence (AI) pada Sabtu (12/10) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito Kampus Terpadu UII.
Bertepatan dengan Hari Kesehatan Mental Dunia, secara simbolis peluncuran ddilaksankan oleh Arif Fajar Wibisono, S.E., M.Sc selaku Direktur Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan (DPK) UII. Kegiatan dilanjutkan dengan seminar dengan mengangkat tema Mind Matters: Prioritizing Mental Health ini Everyday Life. Pada kegiatan ini juga diumumkan pemenang kompetisi World Mental Health Day Digital Campaign Competition.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan, dan Alumni UII, Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag. memberikan apresiasi kepada DPK UII yang selalu berkomitmen dan peduli dengan kesehatan mental mahasiswa di UII. Rohidin merasa prihatin dengan banyaknya permasalahan mental yang ada di kalangan mahasiswa yang membuat mahasiswa menjadi rapuh. Menurutnya, dalam beberapa kesempatan pada Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Bidang Kemahasiswaan (Forpimawa) DIY, permasalahan ini ada pada pokok bahasan tertinggi dan selalu diperbincangkan.
“Kesehatan mental itu kalau dibuat skala prioritas itu paling tinggi presentasenya. Mahasiswa yang kesehatan mentalnya terganggu secara otomatis juga mentalnya itu rapuh dan ketika rapuh kalau tidak didampingi, maka jalan keluarnya itu malah mengambil jalan pintas yang membahayakan dirinya bahkan lebih memperburuk kondisi kesehatan mentalnya,” ungkap Ketua Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Bidang Kemahasiswaan (Forpimawa) DIY ini.
Rohidin berharap layanan konseling berbasis AI ini mampu menjangkau lebih banyak mahasiswa yang memiliki permasalahan kesehatan mental yang ringan dan sebagai peluang baru dalam mencegah permasalahan kesehatan mental khususnya di kalangan mahasiswa karena bisa diakses lebih cepat dan efisien.
Arif Fajar Wibisono dalam sambutannya mengatakan layanan ini dibuat sebaik dan seefektif mungkin dalam mengakomodasi mahasiswa UII dalam menjaga kesehatan mentalnya.
“Ini menjadi langkah awal kami (DPK -red) di UII untuk bisa mendampingi teman-teman mahasiswa UII melalui layanan-layanan terbaik kami, khususnya layanan yang kami inisiasi pagi ini bisa menjadi pendamping teman-teman dalam perjuangan meraih cita-cita di UII,” ungkap Direktur DPK UII ini.
Latifatul Laili, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku Kepala Divisi Pembinaan Kepribadian & Kesejahteraan DPK UII mengatakan ada 3 layanan konseling yang bisa diakses oleh mahasiswa UII, meliputi layanan konseling profesional bersama psikolog profesional, layanan konseling sebaya yang dikawal oleh teman-teman PIK-M Aushaf UII sebagai konselor sebaya yang tidak hanya sebagai konselor sebaya tetapi mempromosikan kesehatan mental, dan konseling berbasis AI yang juga membantu kita pada level masalah ringan dan pencegahan masalah kesehatan mental.
Lebih lanjut dikemukakan Latifatul Lail, layanan konseling berbasis AI ini sebagai bentuk respon dari banyaknya mahasiswa yang meminta layanan konseling. Ia menuturkan, tahun 2023 sebanyak 810 mahasiswa yang menerima layanan konseling dan sepuluh bulan tahun 2024 sudah sebanyak 502 mahasiswa dan akan terus berkembang.
“Oleh karenanya dengan kesadaran ini, kami ingin bisa merespon lebih cepat kepada teman-teman (mahasiswa -red) utamanya untuk teman-teman dengan level permasalahannya ringan bisa dibantu AI, tentu saja AI tidak akan bisa menggantikan psikolog,” ungkap Dosen Program Studi Psikologi ini.
Kemudian, sistem layanan konseling mahasiswa yang ada di UII sudah terintegrasi dengan psikolog sebagai konselor kemahasiswaan melalui layanan konseling profesional, melibatkan juga konselor sebaya dari PIK-M Aushaf UII, dosen, tenaga kependidikan, dan tenaga satuan pengamanan, serta bekerjasama dengan Dinkes Sleman. Layanan konseling mahasiswa ini bisa diakses oleh mahasiswa di setiap level jenjang pendidikan baik program reguler maupun internasional yang dilaksanakan selama 90 menit setiap sesi konseling dan bisa diakses maksimal 5 kali sesi konseling.
“Harapannya, dengan sistem ini kita mampu membantu mahasiswa untuk bisa berkembang optimal menjadi pribadi yang tangguh, berperan dan berkontribusi positif dalam komunitas, serta menjaga hari-harinya tetap produktif,” tutur Latifatul Lail. (AHR/RS)