Mas Menteri yang kami hormati,
Semoga Mas Menteri senantiasa dalam kesehatan paripurna. Kesehatan adalah modal awal untuk berkhidmat. Kehadiran Mas Menteri masih sangat dibutuhkan untuk kemajuan pendidikan nasional. Tak terkecuali, pendidikan tinggi di Bumi Pertiwi.
Izinkan saya menjadi penyambung lidah kawan-kawan pimpinan perguruan tinggi swasta (PTS) di Yogyakarta. Cacahnya lebih dari 100. Saya salah satunya.
Dengan segala keterbatasan yang ada, kami selama ini telah berjuang untuk terus bertumbuh dan memberikan layanan pendidikan terbaik untuk anak negeri. Tidak hanya untuk warga setempat, tetapi juga pendatang dari pulau seberang dan bahkan mancanegara.
Sudah lama kami gelisah dengan perkembangan mutakhir pendidikan tinggi di Indonesia. Tentu, kami sangat mengapresiasi beragam kebijakan yang sudah Mas Menteri telurkan untuk kemajuan pendidikan tinggi di Indonesia. Sejak lahirnya ide cemerlang Kampus Merdeka, lanskap pendidikan tinggi telah berubah. Banyak sisi positif yang kami nikmati. Namun, sangat wajar, jika sebuah kebijakan juga mempunyai konsekuensi yang tidak diinginkan (unintended consequences). Ini tentu perlu dimitigasi.
Mas Menteri yang kami hormati,
Niat menjadikan banyak perguruan tinggi negeri (PTN) semakin dewasa dan mandiri, dengan menjadikan mereka PTN BH (Badan Hukum) adalah sangat mulia. Kami yakin, para PTN akan berlomba semakin inovatif, termasuk dalam mencari sumber pendanaan.
Proporsi dana pemerintah yang diterima oleh PTN BH semakin sedikit. Kabar yang sayup-sayup kami dengar, hanya sekitar 40% dari keseluruhan dana operasional. Sisanya, PTN boleh mendapatkan dana dari publik.
Bahkan, mampir ke telinga kami, sebuah kabar jika ada PTN yang menarik dana jika ada PTS yang ingin bekerja sama. Tentu, kabar seperti ini harus ditabayun, supaya tidak menjadi fitnah. Semoga ini hanya isapan jempol.
Kami juga tidak mudah percaya, jika kebijakan ini yang akhirnya menjadikan PTN menambah mahasiswa baru dalam jumlah yang luar biasa dan juga membuka program studi di luar khitahnya. Kami takut bersuuzan kepada PTN BH yang mendapatkan dukungan pemerintah, kekurangan dana sehingga mengembangkan ‘kapal keruk’ untuk menjaring mahasiswa tingkat diploma dan sarjana dengan cacah di luar nalar sehat.
Kami semua menginginkan negara yang kuat. Karenanya, kami sangat khawatir dianggap tidak percaya pada kemampuan anggaran negara. Kami tentu juga tidak rela jika negara dianggap cuci tangan dari kewajibannya mencerdaskan anak bangsa. Kebijakan yang membuka pintu 50% mahasiswa baru dapat melalui jalur mandiri, kami yakin mempunyai alasan yang mulia.
Konon menurut sebuah kabar sebuah PTN meningkatkan mahasiswa sampai sekitar 100% dari tahun lalu. Jika pada 2022 hanya menerima sekitar 11.000 mahasiswa baru, tahun ini menerima lebih dari 22.000. Sekali lagi, semoga ini hanya kabar burung yang tidak benar.
Mas Menteri yang kami hormati,
Tanpa bermaksud tidak sopan, melalui surat terbuka ini, izinkan kami menyampaikan hasil survei terhadap para pimpinan PTS di Yogyakarta. Tahun ini, banyak PTS yang harus memundurkan batas akhir penerimaan mahasiswa baru. Beberapa dari kami bahkan menundanya lebih dari 4 pekan dari rencana semula.
Ternyata, jadwal penerimaan mahasiswa baru di PTN, termasuk yang di bawah Kementerian Agama, telah mengubah konstelasi, karena ketidakpastian yang semakin tinggi. Melalui Aptisi V, mereka menitipkan pesan kepada Mas Menteri untuk meminta para pimpinan PTN yang terhormat menutup penerimaan mahasiswa barunya di akhir Juli. Kami sangat yakin, PTN sudah sangat kuat dan tidak akan kolaps karena permintaan sederhana ini.
Dengan semua kelebihan yang dimiliki, PTN pun bisa berfokus pada pendidikan tingkat magister atau doktor yang masih membutuhkan perhatian lebih. Juga dengan akumulasi sumber daya, PTN bisa menjadi contoh bagi banyak PTS dalam mengembangkan riset yang berkelas dunia.
Karena itu, para pimpinan PTS di Yogyakarta, juga memohon Mas Menteri dapat membatasi proporsi mahasiswa baru yang diterima melalui jalur mandiri. Sebanyak 36,6% pimpinan PTS bahkan tidak menginginkan jalur ini tetap dibuka. Sebagian besar lainnya (39,0%) setuju di angka 5%. Sebanyak sekitar 25%, memberikan sedikit kelonggaran antara 10% sampai dengan 20%.
Kami sangat yakin, Mas Menteri dengan pengalamannya mengelola perusahaan kelas dunia, sangat mudah memahami permintaan kawan-kawan saya ini. Permintaan ini tampaknya tidak hanya disuarakan dari pojok Yogyakarta, tetapi juga belahan lain negeri ini.
Memang betul, PTS yang jumlahnya ribuan itu ‘hanya’ melayani 4,5 juta mahasiswa, sedang PTN yang cacahnya ratusan itu menjadi rumah bagi sekitar 3,3 juta mahasiswa. Tetapi, ada yang sering dilupakan. Sebaran PTS menjangkau seluruh pelosok negeri, selain juga memberikan layanan pendidikan tinggi yang tidak mampu diberikan oleh PTN. Tidak hanya soal jangkauan geografis, tetapi juga perihal jangkauan daya beli.
Mas Menteri yang kami hormati,
Sekali lagi, saya mohon maaf jika surat terbuka ini membuat tidak nyaman. Insyaallah tidak ada niatan lain kami, selain untuk kemajuan pendidikan tinggi di Indonesia yang bisa diakses oleh semakin banyak anak bangsa. Kami cinta bangsa dan negara ini. Kami yakin, kita semua mempunya visi masa depan yang sama: Indonesia maju.
Kami selalu mendoakan, semoga Mas Menteri dan seluruh jajaran selalu dimudahkan Allah dalam menjalankan amanat mulia ini.
Mohon berkenan menerima salam takzim kami.
Tulisan ini sudah tayang di Republika.id pada 31 Oktober 2023.