Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan Kajian Tokoh Pendiri UII yang bertajuk “K.H. Wahid Hasyim: Perjuangan, Peranan dan Keteladanan”, pada Ahad (5/11). Acara yang digelar di Aula Pondok Pesantren UII Putra, Condongcatur, tersebut ditujukan dalam mengkaji sejarah figur penting salah satu pendiri UII yang dahulu bernama Sekolah Tinggi Islam (STI), yakni K.H. Wahid Hasyim. Read more

Dalam upaya mewujudkan peningkatan kuantitas kemitraan institusi, Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menjalin kerja sama dengan Universitas Baturaja (Unbara), Sumatera Selatan. Ditandai dengan ditanda tanganinya Nota Kesepahaman antara kedua universitas pada Rabu (01/11) di Gedung Kuliah Umum Prof. Sardjito UII. Read more

Kesehatan mental serta berbagai tindakan penyimpangan menjadi isu yang marak diperbincangkan dan sangat berkaitan dengan generasi muda, utamanya mahasiswa di universitas. Merespons topik tersebut, Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) yang bekerja sama dengan Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan (DPK) menyelenggarakan Penyuluhan dan Webinar Nasional, pada Sabtu (4/11). Bertajuk “Tantangan Generasi Muda Muslim di Tengah Maraknya Perilaku Menyimpang”, kegiatan daring tersebut menghadirkan narasumber yang membahas mengenai kejahatan kekerasan, bahaya narkotika, serta problematika kesehatan mental. Read more

Divisi Pengembangan Kewirausahaan/Inkubasi Bisnis dan Inovasi Bersama (IBISMA) Direktorat Pembinaan & Pengembangan Kewirausahaan/Simpul Tumbuh (DPPK/ST) kembali menggelar Growth Festival pada Selasa (7/11). Acara yang dihelat di Auditorium K.H. Abdulkahar Muzakir Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII) ini mengangkat tema “Empowering Green & Sustainability for Scalable Impact”. UII memiliki visi yang kuat dalam mendukung pertumbuhan ekosistem kewirausahaan dan inovasi di lingkungan perguruan tinggi. Read more

Universitas islam Indonesia (UII) kembali berikhtiar turut serta memberikan bantuan kemanusiaan kepada penduduk Palestina, khususnya di Jalur Gaza yang saat ini tengah menghadapi situasi krisis karena serangan Israel. Ikhtiar tersebut diimplementasikan dengan disalurkannya dana sejumlah 500 juta rupiah melalui Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) pada Selasa (7/11). Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menambah cacah professor dalam bidang ilmu hukum. Kali ini jabatan akademik tertinggi tersebut diraih oleh Dr. Ridwan, S.H., M.Hum. Secara simbolis Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 61558/M/07/2023 diterima Dr. Ridwan, S.H., M.Hum., pada Senin (6/11) di Prof. Dr. Sardjito, kampus terpadu UII.

Kegiatan yang dihadiri oleh Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., dan Ketua Umum Pengurus Yayasan Badan Wakaf (PYBW) UII, Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si., turut pula dihadiri secara langsung oleh Plt. Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah V Yogyakarta, Prof. drh. Aris Junaidi, Ph.D., beserta jajarannya.

Prof. Fathul Wahid dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas capaian yang diraih Dr. Ridwan. Torehan ini menyusul capaian sebelumnya, surat keputusan professor untuk Prof. Zaenal Arifin dan Prof. Ilya Fadjar Maharika juga diterima di tempat yang sama tepat satu bulan lalu. Untuk segala nikmat dan karunia ini, Ia mewakili segenap keluarga besar UII untuk senantiasa bersyukur. sebab, bertambahnya jumlah professor di UII membawa dampak positif bagi kampus ini.

“Beberapa program percepatan yang didesain dengan mempertimbangkan etika tinggi, alhamdulillah membuahkan hasil. Capaian jabatan profesor bukan hanya merupakan prestasi personal, tetapi juga meningkatkan profil institusi,” tuturnya.

Hingga saat ini, UII mempunyai 38 profesor aktif yang lahir dari rahim sendiri. Ini menjadikan proporsi dosen dengan jabatan akademik profesor mencapai 4,7 persen (38 dari 800 orang). Dari 38 tersebut, proporsi terbesar, sebanyak 11 orang dosen (atau 28,9 persen) berada di Fakultas Hukum UII.

“Kans dan harapan UII untuk terus menambah kuantitas Profesor menjadi cukup besar, mengingat saat ini sebanyak 263 dosen berpendidikan doktoral. Kemudian, sebanyak 69 berjabatan lektor kepala dan 118 lektor. Sehingga dapat dikatakan mereka yang telah sampai pada tingkat ini tinggal selangkah lagi mencapai jabatan akademik professor,” jelasnya.

Senada, Prof. Aris Junaidi juga turut menyampaikan selamat atas capaian yang diraih. Dengan data yang dipaparkannya, UII tercatat telah banyak menyumbangkan guru-guru besar dalam berbagai bidang keilmuan, terutama Ilmu Hukum sebagaimana Profesor yang Tengah menerima SK pengangkatannya pada hari ini.

Prof. Aris Junaidi berharap dengan bertambahnya professor dari UII, dapat meningkatkan etos intelektual terutama di kalangan generasi muda untuk dapat meraih capaian yang serupa, bahkan melampaui. “Mudah-mudahan dengan hadirnya Prof. Ridwan nanti bisa mencerahkan dan juga menambah kekuatan di UII yang memang dari dulu (fakultas) hukumnya memang luar biasa,” tuturnya.

Sementara Dr. Suparman dalam kesempatannya berharap hadirnya Dr. Ridwan sebagai salah satu profesor baru mampu memberikan kontribusinya terutama dalam berbagi pandangan-pandangan hukumnya guna menyikapi beragam peristiwa yang terjadi dewasa ini. Tidak lupa, Ia juga mengingatkan untuk terus berupaya menebarkan manfaat keilmuan kepada masyarakat luas.

“Pencapaian ini milik publik, intelektual tentu tidak sekadar menyampaikan ilmu pengetahuannya di ruang kelas, tetapi ia diharapkan memberikan pencerahan, memberikan pendidikan pada publik, karena negeri kita ini sekarang sedang tidak baik-baik saja,” tutup Dr. Suparman. (HM/RS)

Hari ini (06/11/2023), keluarga besar Universitas Islam Indonesia (UII) kembali bersyukur atas nikmat yang tak berhenti terlimpah. Kolega kita mendapatkan amanah baru, sebagai profesor: Prof. Ridwan, S.H., M.Hum. Untuk itu, kami mengucapkan selamat atas capaian tertinggi dalam kewenangan akademik ini.

Sampai hari ini, UII mempunyai 38 profesor aktif yang lahir dari rahim sendiri. Ini menjadikan proporsi dosen dengan jabatan akademik profesor mencapai 4,7 persen (38 dari 800 orang). Dari 38 tersebut, proporsi terbesar, sebanyak 11 (atau 28,9 persen) berada di Fakultas Hukum UII.

Saat ini, sebanyak 263 dosen berpendidikan doktoral. Sebanyak 69 berjabatan lektor kepala dan 118 lektor. Mereka semua (187 orang) tinggal selangkah lagi mencapai jabatan akademik profesor.

Selain karena sekarang adalah masa panen dari benih yang sudah ditanam pada waktu lampau, beberapa program percepatan yang didesain dengan mempertimbangkan etika tinggi, alhamdulillah membuahkan hasil. Capaian jabatan profesor bukan hanya merupakan prestasi personal, tetapi juga meningkatkan profil institusi.

 

Sombong vs naif

Pada kesempatan yang baik ini, izinkan saya berbagi perspektif dan mengajak hadirin mematangkannya dengan refleksi lanjutan.

Pada medio September 2023, terbit sebuah buku berjudul Misbelief dengan anak judul yang jika diartikan berbunyi: apa yang membuat orang-orang rasional percaya kepada hal-hal yang tidak rasional (Ariely, 2023). Penulisnya Dan Ariely, seorang profesor psikologi dan ekonomika perilaku dari Universitas Duke. Profesor Ariely menekuni isu rasionalitas ini sejak lama.

Salah satu buku larisnya yang terbit 15 tahun lalu berjudul Predictably Irrational (Ariely, 2008). Isinya sangat menarik karena menjelaskan bagaimana kita mengambil keputusan yang sangat sering sangat tidak rasional.

Kembali ke buku Misbelief. Salah satu isu yang dibahas di dalam buku tersebut adalah kerendahhatian intelektual atau tawaduk intelektual (intellectual humility). Saya ingin secara tipis-tipis mengelaborasi konsep ini yang diperkaya dengan literatur lain.

Sikap kerendahhatian atau tawaduk yang merupakah titik tengah antara kesombongan, di satu sisi, dan sikap mencela diri sendiri atau minder, di sisi lain. Orang yang tawaduk tidak menghargai dirinya sendiri terlalu berlebihan alias tidak menjadi sombong, dan juga tidak terlalu merendahkan diri sendiri yang memunculkan rasa malu atau minder.

Begitu juga untuk konteks tawaduk intelektual. Ketika tawaduk intelektual hilang, maka orang dapat terjebak dua ekstrem.

Di sisi ekstrem yang satu ada kekeraskepalaan (stubbornness) yang tidak mau berubah karena merasa semua pengetahuan yang dimilikinya sempurna dan tanpa cacat. Sikap ini akan melahirkan arogansi intelektual (intellectual arrogance) (Church & Barrett, 2016).

Di sisi ekstrem lainnya, ada kenaifan (gullibility) yang mudah percaya informasi apa pun yang memaparnya. Sikap ini membuat orang terjebak pada keminderan intelektual (intellectual diffidence) (Church & Barrett, 2016). Hal ini menjadi salah satu penjelas mengapa orang rasional dapat percaya hal-hal yang tidak rasional (Ariely, 2023).

Kenaifan ini yang menjadikan seseorang mudah percaya dengan beragam informasi. Inilah juga yang menjadikan misinformasi atau hoaks bisa cepat menyebar luas.

 

Sikap wasatiah

Tawaduk intelektual adalah pilihan wasatiah antara dua esktrem tersebut. Ini mirip dengan mengambil sikap berani yang merupakan wasatiah antara takut dan nekat.

Jika tawaduk intelektual dijaga, maka kita terbuka untuk menerima hal baru selama ada dukungan oleh bukti atau argumen. Kita pun tidak pernah mengklaim jika semua pengetahuan yang kita percaya atau produksi bersifat final. Dalam dunia saintifik, kebenaran selalu bersifat nisbi. Ketika ada bukti baru yang tidak mendukung, maka kebenaran tersebut ditantang: dibatalkan atau diperbaiki. Inilah yang oleh Popper (1963) disebut dengan falsifikasi.

Elemen tawaduk intelektual termasuk asesmen yang akurat terhadap kecakapan dan prestasi, kemampuan untuk mengakui kesalahan, kesenjangan dalam pengetahuan, dan juga keterbatasan-keterbatasan yang terkait dengan diri sendiri. Elemen lainnya adalah keterbukaan terhadap ide baru dan informasi yang mengandung kontradiksi (Whitcomb et al., 2017).

Mereka yang mempunyai tawaduk intelektual biasanya tidak berfokus pada diri sendiri, dan di saat yang sama mengakui bahwa dirinya adalah bagian dari semesta yang lebih luas. Karenanya, dia akan mengapresiasi manfaat atau nilai dari segala sesuatu dan percaya bahwa setiap orang dapat berkontribusi dengan caranya yang berbeda-beda (Whitcomb et al., 2017).

 

Dampak personal dan sosial

Menjalankan sikap tawaduk intelektual ini akan membantu membentengi kita dari kecenderungan arogan, otoriter, dogmatis, dan sekaligus dari bias (Porter et al., 2022; Church & Barrett, 2016).

Ada beragam dampak personal lain. Pengamal tawaduk intelektual biasanya mempunyai kepuasan hidup yang lebih baik dibandingkan yang tidak (Grossmann et al.,2020). Mereka juga cenderung lebih aktif mencari pengetahuan baru (Krumrei-Mancuso et al., 2020). Selain itu, tawaduk intelektual juga akan membantu dalam pengambilan keputusan berdasar informasi yang baik (Leary et al., 2017).

Selain dampak personal, tawaduk intelektual juga mempunyai dampak sosial. Penganutnya cenderung mempunyai sikap toleransi terhadap pandangan berbeda, dan tidak memusuhi kelompok yang berbeda (Krumrei-Mancuso, 2017).

Mereka juga mau mempertanyakan diri sendiri dan mempertimbangan pendapat tandingan (Colombo et al., 2021). Karena tawaduk intelektual mendukung kohesi interpersonal dan mengurangi kecenderungan untuk menghina liyan ketika beradu argumen, pengamalnya bisa berkawan dengan orang di luar kelompoknya (Porter & Schumann, 2018).

Apa yang saya sampaikan di atas, diniatkan untuk membuka mata kolektif kita dan juga menghangatkan diskusi yang bermakna.

Semoga Allah selalu meridai UII dan kita semua.

 

Referensi

Areily, D. (2023). Misbelief: What makes rational people believe irrational things. Heligo Books.

Ariely, D. (2008). Predictably irrational. HarperCollins.

Church, I. M., & Barrett, J. L. (2016). Intellectual humility. In Handbook of humility (pp. 78-91). Routledge.

Colombo, M., Strangmann, K., Houkes, L., Kostadinova, Z., & Brandt, M. J. (2021). Intellectually humble, but prejudiced people. a paradox of intellectual virtue. Review of Philosophy and Psychology12, 353-371.

Grossmann, I., Weststrate, N. M., Ardelt, M., Brienza, J. P., Dong, M., Ferrari, M., … & Vervaeke, J. (2020). The science of wisdom in a polarized world: Knowns and unknowns. Psychological inquiry31(2), 103-133.

Krumrei-Mancuso, E. J. (2017). Intellectual humility and prosocial values: Direct and mediated effects. The Journal of Positive Psychology12(1), 13-28.

Krumrei-Mancuso, E. J., Haggard, M. C., LaBouff, J. P., & Rowatt, W. C. (2020). Links between intellectual humility and acquiring knowledge. The Journal of Positive Psychology15(2), 155-170.

Leary, M. R., Diebels, K. J., Davisson, E. K., Jongman-Sereno, K. P., Isherwood, J. C., Raimi, K. T., … & Hoyle, R. H. (2017). Cognitive and interpersonal features of intellectual humility. Personality and Social Psychology Bulletin43(6), 793-813.

Popper, K. R. (1963). Science as falsification. Conjectures and refutations1(1963), 33-39.

Porter, T., & Schumann, K. (2018). Intellectual humility and openness to the opposing view. Self and Identity17(2), 139-162.

Porter, T., Elnakouri, A., Meyers, E. A., Shibayama, T., Jayawickreme, E., & Grossmann, I. (2022). Predictors and consequences of intellectual humility. Nature Reviews Psychology1(9), 524-536.

Whitcomb, D., Battaly, H., Baehr, J., & Howard-Snyder, D. (2017). Intellectual humility. Philosophy and Phenomenological Research94(3), 509-539.

Sambutan acara serah terima Surat Keputusan Profesor untuk Dr. Ridwan, S.H., M.Hum. di Universitas Islam Indonesia pada 6 November 2023.

Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar diskusi bertajuk Angkringan Rumah Gagasan #4 Imaji UII Satu Abad Vol.2 pada Kamis (2/11) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito Kampus Terpadu UII. Acara ini merupakan keberlanjutan dari diskusi civitas akademika yang diinisiasi oleh Badan Perencanaan & Pengembangan/Rumah Gagasan (BPP) UII. Dalam rangka membangun kampus masa depan, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta merilis buku yang berjudul ‘Imaji UII Satu Abad’ yang di dalamnya terdapat 55 tulisan hasil dari imajinasi 51 penulis. Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) menerima program bantuan Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT. Bank Pembangunan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (Bank BPD DIY) Syariah. Penyerahan program tersebut diterima oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan dan Alumni, Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag. didampingi Arif Fajar Wibisono, S.E., M.Sc., selaku Direktur Pembinaan Kemahasiswaan UII, pada Jumat (13/10) di kampus UII. Read more

Islam adalah agama toleran, dibawakan oleh Rasulullah saw., yang menjadi rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil alamin). Dengan demikian, agama menghargai hadirnya keberagaman pemikiran yang muncul di masyarakat. Mengenai itu, Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (UII) bekerja sama dengan Program Kaderisasi Ulama (PKU) Angkatan XVII Universitas Darussalam (Unida) Gontor menggelar Workshop Seminar Pemikiran dan Peradaban Islam, pada Senin (30/10). 

Read more