Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan Forum Debriefing Kepala Perwakilan Republik Indonesia yang diorganisasi oleh Program Studi Hubungan Internasional (PSHI) UII dan Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI. Forum Debriefing bertajuk “Diplomasi Ekonomi Indonesia dalam Kerangka EFTA” pada Rabu (14/6) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito UII itu dibuka dengan sambutan oleh Rektor UII Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. dan Kepala BSKLN Dr. Yayan G. H. Mulyana.

Yayan G. H. Mulyana dalam sambutannya menekankan bahwa forum ini diharapkan dapat memfasilitasi masyarakat Indonesia dalam distribusi informasi terkait pelaksanaan, kendala, hingga capaian dalam proses kerja sama bilateral maupun multilateral RI. 

Read more

Genap sepuluh windu sudah Universitas Islam Indonesia (UII) merayakan miladnya dalam perhitungan kalender hijriah. Guna menyambut hari bahagia sekaligus milad ke-80, kali ini UII berinovasi untuk memberikan sesuatu yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Melalui acara Festival Seni Pertunjukan 2023, UII melibatkan seluruh tenaga kependidikan serta dosen untuk memberikan persembahan seni dalam ajang kreativitas dan kolaborasi. Acara diadakan pada Rabu (14/06) di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir, Kampus Terpadu. Terdapat sembilan tim kesenian dari fakultas dan rektorat yang berpartisipasi dalam acara ini.

Mereka menampilkan beragam karya seni, mulai dari musik, opera, teater, puisi, hadroh, hingga flashmob. Tidak hanya itu, acara festival ini juga turut menghadirkan dewan juri kenamaan, mulai dari Dr. Zaenal Arifin, M.Si. selaku Wakil Rektor Bidang Sumber Daya & Pengembangan Karier UII, Aji Mirza Hakim, S.E., atau yang dikenal sebagai Icha “Jikustik”, serta Timur Sinar Suprabana seorang budayawan dan penyair nasional.

Read more

Universitas Islam Indonesia menyambut kedatangan salah satu mitra perguruan tinggi program Erasmus Overcoming Digital Divide in Europe and Southeast Asia (ODDEA) dari perwakilan University of Donja Gorica, Montenegro, Mr. Ivan Piper. Sambutan sekaligus jamuan makan malam ini diadakan di My Kopi O, Jl. Candrakirana No. 21, Terban, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta pada Senin malam (12/06).

Turut hadir membersamai pertemuan yaitu;  Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D., selaku Wakil Rektor Bidang Kemitraan & Kewirausahaan, Dr. Majang Palupi BBA., MBA., CPHR, selaku Ketua Program ODDEA, Nihlah Ilhami, S.Pd. selaku kepala Divisi Mobilitas Internasional DK/KUI, Karina Utami Dewi, S.I.P., M.A. ketua program studi Hubungan Internasional, dan juga ada 2 secondment.

Read more

Dalam sebuah institusi pendidikan tinggi, peran pemimpin tidak dapat dipungkiri menjadi hal yang mutlak diperlukan. Tidak hanya memerlukan sosok yang dapat dijadikan panutan, tetapi juga jiwa kepemimpinan yang mudah dan mau menampung aspirasi dari orang-orang di sekitarnya.

Read more

Selamat saya sampaikan kepada sahabat saya, Dr. Agus Mansur, S.T., M.Eng.Sc. yang baru saja dilantik sebagai Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia dan diambil sumpahnya. Amanah ini insyaallah akan membuka banyak jalan untuk lebih bermanfaat untuk orang banyak.

Terima kasih saya sampaikan kepada Dr. Arif Hidayat, S.T., M.T. yang sudah menjadi pelaksana tugas selama beberapa waktu dan mengamankan jalannya roda organisasi yang sempat terganggu. Semoga Allah memberikan balasan terbaik.

Seremoni pelantikan adalah momentum peneguhan komitmen secara publik. Para hadirin adalah saksinya, yang akan menjadi mitra dalam bekerja dan sekaligus merupakan wakil khalayak yang dilayani.

 

Perubahan di tengah jalan

Tidak semua perjalanan organisasi seperti yang terencana di awal. Tak jarang ada perubahan atau kejadian yang harus direspons segera. Semuanya natural karena bisa dialami oleh organisasi manapun. Respons yang kita pilih akan menunjukkan kedewasaan kita dalam berorganisasi.

Regulasi yang disepakati membantu kita menjalankan itu semua, meskipun banyak aspek dalam organisasi yang tidak sempurna diprediksi di dalamnya. Atau, bahkan dengan nakal kita bisa bertanya: apakah semua hal harus diatur dalam regulasi? Kita bisa diskusikan ini di dalam kesempatan lain, tidak hari ini.

Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa perubahan di dalam organisasi dapat direncanakan jauh hari (planned changes), tetapi kita harus menyiapkan diri terhadap perubahan yang muncul di tengah jalan (emergent changes). Perubahan yang kedua ini tidak selalu buruk, hanya saja kita sendiri yang belum siap dengan sentakan-sentakan (jolts) yang mengubah arah organisasi.

Bahkan, perubahan terencana pun tak jarang diikuti dengan konsekuensi yang tidak terbayangkan di depan (unintended consequences). Lagi-lagi, ini juga tidak selalu negatif. Ada banyak contoh konsekuensi tak disengaja yang justru disyukuri.

Penggunaan Facebook saat ini sangat berbeda dengan tujuan awal ketika didesain dan dikembangkan. Ada banyak konsekuensi tak sengaja yang justru dieksploitasi dan bahkan membawa perbedaan yang signifikan. Hal ini oleh Taleb (2007) disebut dengan angsa hitam (black swan).

Angsa lazimnya berwarna putih. Ketika kita menemukan angsa hitam, wajar kalau kita kaget. Tetapi, bisa jadi di sanalah justru adalah berkah tersamar (blessing in disguise), yang kehadirannya kadang memerlukan waktu untuk bisa diterima dengan legawa dan dimaknai dengan baik.

 

Rasionalitas terbatas

Tidak setiap kejadian dapat secara utuh kita potret. Kita hanya dapat menangkap yang tampak. Kadang memang tidak mungkin mendapatkan informasi yang sangat lengkap untuk mencernanya. Atau, bahkan memang tidak perlu dilakukan, karena informasi tersebut tidak mempengaruhi keputusan atau sikap kita.

Lagi-lagi, ini adalah sesuatu yang natural, meski model mental kita tidak menerima, karena selalu mengharapkan kesempurnaan. Dalam psikologi kognitif ini disebut dengan rasionalitas terbatas (bounded rationality). Tak jarang keputusan yang kita ambil didasarkan pada informasi yang ada saja dan tidak lengkap.

Tidak semua keputusan mempunyai kemewahan waktu. Ada yang harus diambil segera, seperti dalam situasi krisis. Situasi pandemi Covid-19 memberikan pelajaran berharga terkait dengan ini. Sentakan-sentakan di dalam organisasi karena kejadian yang tidak pernah terjadi sebelumnya atau terbayangkan memberikan pelajaran serupa. Pelajaran seperti ini mendewasakan organisasi dan juga kita sebagai pemimpin.

 

Tidak selalu linier

Salah satu pelajaran penting adalah bahwa kita tidak bisa mengandalkan berpikir linier. Perubahan linier merupakan yang mudah dibayangkan, tetapi tidak semua yang di lapangan seperti itu. Perubahan menuju ke perbaikan merupakan harapan wajar, tetapi tidak semua berjalan secara linier.

Dalam matematika, kita bisa mudah mengingat, bahwa tidak semua kurva adalah linier, di sana ada kurva lainnya, termasuk kurva V, kurva S, kuadratik, dan lain-lain (e.g. Rosling et al., 2016).

Sebagi ilustrasi, perbaikan pun tidak selalu menaik secara drastis ketika sudah sampai pada posisi mendekati garis asimtot. Di dunia kampus, contoh garis asimtot adalah IPK 4,0. Inilah contoh yang terjadi pada kurva S, karena tidak mungkin semua mahasiswa mendapat IPK 4,0 dan apalagi di atasnya. Kurva adopsi sebuah inovasi atau teknologi juga berbentuk S. Tidak mungkin semua orang akan mengadopsinya. Selalu saja ada yang terlewat. Garis asimtot tidak akan pernah terlewati kurva.

Perubahan kadang bahkan seperti kotak hitam (black box) yang tidak bisa dengan mudah dicerna ketika terjadi. Setelah itu muncul titik keseimbangan baru (punctuated equilibrium) (Romanelli & Tushman, 1994). Siklus ini bisa berulang pada konteks yang serupa dengan sentakan yang berbeda.

Mari, siapkan diri untuk menghadapi kejutan-kejutan yang hadir di dalam perjalanan organisasi kita.

Ada paradoks yang bisa sampaikan di sini. Di satu sisi, perencanaan diperlukan meski rencana bisa berubah. Perubahan dalam rencana bukan alasan untuk tidak melakukan perencaan. Di sisi lain, perencanaan juga jangan sampai mengekang kita untuk tidak responsif dengan perubahan dan juga bahkan lupa untuk membuat kejutan-kejutan sepanjang perjalanan menuju masa depan.

Kata orang bijak, cara paling baik memprediksi masa depan adalah dengan membuatnya. Masa depan dipastikan akan dipenuhi dengan kejutan.

 

Referensi

Taleb, N. N. (2007). The black swan: The impact of the highly improbable. Random house.

Rosling, H., Rönnlund, A. R., & Rosling, O. (2016). Factfulness. Flatiron Books.

Romanelli, E., & Tushman, M. L. (1994). Organizational transformation as punctuated equilibrium: An empirical test. Academy of Management journal37(5), 1141-1166.

Sambutan pada pelantikan Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia, 12 Juni 2023

Guna memperluas jaringan kemitraan dan peningkatan mutu pendidikan, Program Studi Magister Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) pada Sabtu (10/6). Pada acara FGD kali ini, Magister Farmasi UII bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan mitra rumah sakit dalam rangka memperluas wawasan dalam menyongsong kesiapan kerja mahasiswa lulusan Farmasi yang akan terjun ke dunia pekerjaan. 

Turut hadir untuk membuka sekaligus mengisi sambutan, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan & Alumni FMIPA UII, Tri Esti Purbaningtias, S.Si., M.Si., serta Wakil Rektor Bidang Kemitraan dan Kewirausahaan UII, Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D.

Read more

Publikasi ilmiah merupakan salah satu budaya akademik di lingkungan universitas yang harus terus dilestarikan. Selain untuk memajukan bidang disiplin ilmu terkait dengan penelitian yang dipublikasikan, kuantitas dan kualitas publikasi ilmiah juga menjadi tolok ukur kualitas sebuah institusi perguruan tinggi.

Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai kampus berbasis riset juga terus berupaya mendorong minat dan antusiasme dari para peneliti dan dosen dalam mempublikasikan penelitiannya. Sebagaimana tergambar dalam kegiatan Workshop dan Klinik Penulisan Jurnal Internasional Bereputasi yang diadakan di The Jayakarta Hotel, Yogyakarta pada Kamis-Jum’at (8-9/6) lalu.

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar acara Angkringan Rumah Gagasan: Eksposisi Riset atau Research Exposition pada Kamis (8/6) di Ruang Teatrikal Lt. 1, Gedung Kuliah Umum Dr. Sardjito UII. Acara ini merupakan salah satu rangkaian dari beberapa agenda perayaan Milad ke-80 UII, sebagai kategori Kajian Ilmiah Akademis.

Agenda perayaan Milad ke-80 UII terdiri dari empat kategori, yaitu Kajian Ilmiah Akademis, Keagamaan dan Pengabdian Masyarakat, Seni dan Budaya dan Olahraga. Ini merupakan wujud ekspresi kebahagiaan keluarga besar UII atas capaian demi capaian yang telah diraih.

Read more

Ikhtiar R20, yang digagas oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan Liga Muslim Dunia dalam rangkaian pertemuan G20, yang dihelat pada awal November 2022 di Bali, patut mendapatkan apresiasi. Forum R20 tidak hanya menyatukan kehadiran fisik para pemimpin agama dunia, namun lebih penting dari itu, mempertemukan beragam gagasan besar secara terbuka.

 

Kacamata jernih

Forum tersebut juga membangun suasana saling memahami dan menghormati antaragama secara lebih intens. Tidak hanya melalui paparan para pembicara, diskusi informal antarpeserta di lokasi acara merupakan momen yang sangat berharga. Ruang dialog yang dibuka di panggung, diamplifikasi di banyak pojok lokasi acara. 

Peserta R20 lintasagama saling belajar. Para pembicara di forum R20 memaparkan beragam lensa analisis untuk memotret fenomena kontemporer dunia dan juga menawarkan bagaimana umat beragama dapat hadir untuk meresponsnya. Pemahaman dengan kacamata yang jernih sangat penting, meskipun tidak selalu mudah dilakukan.

Respons yang produktif tidak mungkin dilakukan tanpa definisi masalah yang jelas. Untuk menyatukan kesadaran dan langkah, daftar musuh bersama harus dibuat. Terlalu banyak masalah yang dapat diidentifikasi, termasuk isu kelestarian lingkungan, krisis energi, potensi konflik, dan bahkan krisis pangan.

Isu ini menjadikan semakin penting ketika batas antarnegara semakin memudar. Tidak mudah untuk memastikan bahwa ketika sebuah masalah muncul di suatu negara tidak akan mempengaruhi negara lain. Kesadaran bahwa isu tersebut menyangkut masa depan eksistensi manusia dan nilai-nilai kemanusiaan yang terancam, karenanya, perlu dibangun.

Kondisi mutakhir terkait pandemi Covid-19 merupakan bukti yang masih ada di depan mata. Perang Rusia dan Ukraina adalah contoh lain. Dampak perang dirasakan oleh banyak negara, yang terikat hubungan dengan keduanya, termasuk misalnya, karena pasokan energi maupun gandum yang terganggu. Konflik antaragama yang terjadi di sebuah negara juga tidak jarang bergema di negara lain, sebagai bentuk solidaritas atau bahkan pembalasan. Ini tentu bukan tindakan yang dapat dibenarkan, tetapi sebagai fakta sosial, itu nyata adanya.

Beberapa ilustrasi di atas menegaskan bahwa eksklusivisme bukan merupakan pilihan perspektif. Dunia terhubung dan saling tergantung. Pilihannya bukan tertanding, tetapi bersanding, di tengah keragaman yang merupakan kenyataan yang tidak bisa ditampik.

 

Pelajaran dari lapangan

R20 juga juga memunculkan kesadaran kolektif bahwa pelajaran dari konteks Indonesia yang beragam sangat menarik untuk digaungkan ke pentas global. Terlepas dari beberapa catatan tidak sempurna dari lapangan, secara umum, bangsa Indonesia berhasil memberi contoh kepada dunia, bahwa perbedaan bukan alasan untuk terus berkonflik dan tercerai berai.

Kunjungan delegasi ke Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta, selepas acara di Bali, menghadirkan catatan tersendiri. UII sebagai pionir pendidikan tinggi di Indonesia, dan menjadi salah satu universitas Islam terbesar di Indonesia, sudah seharusnya merasa sangat terhormat mendapatkan kunjungan tersebut.

Titik kunjung di UII adalah Candi Kimpulan yang ditemukan pada 2009 ketika proses awal pembangunan perpustakaan. UII merawat dengan baik candi Hindu tersebut yang diperkirakan berasal dari abad ke-9 atau ke-10. Bahkan, gedung perpustakaan didesain ulang untuk memberikan ruang terhormat bagi candi. Keberadaan candi Hindu yang terawat di kampus Islam merupakan salah satu bukti hidup harmoni antaragama di Indonesia.

Kunjungan ke beberapa tempat lain di sekitar Yogyakarta, termasuk ke vihara, pesantren, candi juga memperkaya referensi dalam melakukan diskusi lanjutan. Kunjungan tersebut melantangkan pesan bahwa perbedaan bukan alasan untuk menutup pintu kemitraan dan tidak hidup berdampingan dalam damai.

 

Tidak boleh elitis

Pesan harmoni ini sudah seharusnya tidak hanya beredar di kalangan elite agama. Pesan tersebut harus dilantangkan dan ditranslasikan dalam bentuknya yang paling konkret di kalangan akar rumput. Tanpa upaya ini, kemitraan antaragama yang terbentuk dikhawatirkan menjadi sangat terbatas, temporer, dan bahkan superfisial.

Beragam pesan penting dalam perhelatan R20 juga demikian. Setiap pemimpin agama yang terlibat mempunyai pekerjaan lanjutan yang tidak mudah untuk menjadikan pesan kemitraan tersebut tersampaikan kepada dan diyakini oleh sebanyak mungkin umatnya. Hanya dengan demikian, gerakan kolektif lintasjenjang dapat terbentuk.

Tentu, ini bukan kerja sederhana, karena beberapa alasan. Pertama, diksi para elite agama sangat mungkin berbeda dengan bahasa akar rumput. Penyederhanaan pesan tanpa mengurangi esensi menjadi sangat penting. Kedua, kesadaran awal orang awam dengan paparan terhadap keragaman pemikiran dan interaksi lintasagama yang terbatas juga membutuhkan strategi khusus untuk meyakinkan. Kesalahan dalam pemilihan strategi akan berdampak pada tingkat penerimaan, dan bahkan menyemai benih penolakan.

Ketika orkestrasi pesan terjadi antara kalangan elite agama dan kaum akar rumput terjadi,  pesan mulia ini pun akan terus menggema dan bahkan teramplifikasi dari waktu ke waktu. Ikhtiar membangun iklim kemitraan antaragama pun tidak akan terus berulang dari awal tanpa kemajuan yang berarti. Jika orkestrasi terjadi, hasilnya adalah akumulasi kemitraan nyata yang menunjukkan bahwa agama semakin bermakna sebagai pemberi solusi atas masalah dunia yang semakin kompleks.

Bukti kemitraan ini sangat penting untuk meyakinkan kalangan lain yang belum terlibat dan juga menggandeng generasi mendatang. Hal tersebut juga dapat menjadi bukti kejujuran dan keseriusan dalam bermitra. Tanpanya, ikhtiar kemitraan antaragama akan terus mengawang dan terus menunggu waktu untuk membumi.

 

Membangun koridor

Sangat banyak argumen yang dapat terus dikembangkan untuk mendukung inisiatif kemitraan lintasagama. Namun di sisi lain, pemimpin agama juga tidak boleh lupa terhadap masalah yang terjadi di rumahnya masing-masing. Masih banyak pekerjaan rumah yang menanti ditunaikan.

Persekusi kelompok atau sekte minoritas atau yang tidak sealiran, bahkan di antara pengamal agama yang sama, masih mewarnai perjalanan bangsa Indonesia. Memang, kejadian seperti ini tidak dominan, tapi pengabaian terhadapnya dapat memunculkan ketidakpercayaan atas komitmen.

Tidak hanya itu, kejujuran dalam upaya saling menghormati pun sering kali diabaikan begitu saja. Apa buktinya? Pesan saling merendahkan liyan dan saling mengklaim kontribusi kebangsaan di ruang privat kelompok masih sering terjadi dan dianggap wajar.

Letupan-letupan tidak sehat seperti ini tidak dapat dibiarkan. Di sinilah, kejujuran dalam bermitra mendapatkan ujian. Mengapa? Amplifikasi pesan seperti ini akan mendelegitimasi pesan kemitraan yang digaungkan oleh R20. Yang muncul kemudian adalah hipokrisi kolektif, yang ditandai dengan beda ucapan dan sikap antara yang ditunjukkan di ruang publik dan yang dilantangkan di ruang privat.

Konflik domestik di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim juga menjadi bukti bahwa pekerjaan rumah itu nyata adanya. Data yang dikumpulkan oleh peneliti dari Peace Research Institute Oslo (PRIO) (Gleditsch & Rudolfsen, 2016) dari 1946-2014 menunjukkan bahwa dari 49 negara yang mayoritas penduduknya muslim, 20 (atau 41%) di antaranya mengalami perang sipil (perang sesama anak bangsa), dengan total durasi perang 174 tahun atau sekitar 7% dari total umur kumulatif semua negara tersebut (2.467 tahun). Indonesia merupakan salah satu negara yang secara umum kalis dari konflik domestik tersebut.

Dalam konteks ini, pesan kesetaraan perlu terus digaungkan, sekali lagi, dengan jujur.

Tanpanya, ibarat gedung dengan banyak jendela yang ketika ada salah satu jendela yang pecah. Ketika jendela yang pecah tidak segera diperbaiki, maka orang akan mengira bahwa gedung tidak ada yang merawat. Jangan heran, jika akan semakin banyak kaca jendela yang pecah. Inilah Teori Jendela Pecah (The Broken Windows Theory) (Hinkle & Yang, 2014). Begitu juga kemitraan yang tidak dibarengi dengan kejujuran.

Menyeragamkan keragaman sikap antarkelompok, termasuk di dalam agama yang sama, memang tidak mudah, atau bahkan mungkin tidak perlu dilakukan. Yang dibutuhkan adalah koridor yang cukup longgar untuk gerak kolektif, yang setiap kelompok mendapatkan tempat terhormat untuk terus berkembang. Dalam koridor tersebut persamaan dikedepankan dan perbedaan dikesampingkan.

Hal tersebut sudah dilakukan oleh para ibu dan bapak bangsa Indonesia. Mereka adalah para negarawan yang sudah selesai dengan dirinya dan mewakafkannya untuk kemajuan bangsa. Teladan seperti itu perlu terus dirawat dan diwariskan. Tentu, dengan kontekstualisasi yang memadai pada dimensi spasial dan temporal kini dan masa depan.

 

Epilog

Meskipun beragam tantangan harus dihadapi, pesan R20 tetap valid dan sangat penting untuk terus dilantangkan dengan jujur, tidak hanya untuk menjangkau ruang publik, tetapi juga ruang privat, dan bahkan relung hati setiap pengamal agama.

Tentu, pesan sebagus apa pun akan meredup dengan mudah, jika tidak diamplifikasi dan diikuti dengan akumulasi bukti konkret yang bermakna di lapangan. Hanya waktu yang akan membuktikan ini semua.

 

Referensi

Gleditsch, N. P., & Rudolfsen, I. (2016). Are Muslim countries more prone to violence?. Research & Politics, 3(2), 1–9.

Hinkle, J. C., & Yang, S. M. (2014). A new look into broken windows: What shapes individuals’ perceptions of social disorder?. Journal of Criminal Justice42(1), 26-35.

 

Bersama banyak tulisan dari penulis lain, tulisan ini telah terbit dalam buku Religion Twenty (R20): Moderatisme, Kemanusiaan, dan Perdamaian Global, yang disunting oleh Eko Ernada, Ridwan al-Makassary, dan Achmad Ubaidillah, dan diterbitkan oleh Badan Pengembangan Jaringan Internasional PBNU dan Aswaja Pressindo.

Sebagai perguruan tinggi nasional ternama, Universitas Islam Indonesia (UII) senantiasa berikhtiar dalam memperluas jejaring kemitraan di beragam lini. Pada kesempatan ini, UII melalui Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) berhasil menjalin kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur. Seremoni dilaksanakan pada Senin (5/6) bertempat di Gedung FPSB, Kampus Terpadu UII.

Acara ini turut dihadiri oleh Dekan FPSB, Dr. Phil. Qurotul Uyun, S.Psi., M.Si., Psikolog bersama pimpinan fakultas dan program studi di lingkungan FPSB. Ia berharap kerja sama yang disepakati kedua belah pihak dapat menambah kebermanfaatan di kemudian hari dalam berbagai bidang, terutama melalui program magang, pengajaran, dan kependidikan.

Read more