Ungkapan syukur selalu terpanjat kepada Allah, Zat Yang Maha Hebat. Hanya atas kemurahan-Nya, beragam nikmat terus mengalir kepada kita tanpa terkira.
Saya yakin, semua arsitek sudah mengikuti proses pendidikan yang tidak selalu mudah. Ada beragam tantangan dihadapi. Tetapi, alhamdulillah, semua dapat dilalui dengan baik. Tentu dengan beragam cerita, baik yang terungkap maupun yang cukup disimpan rapat dalam benak.
Selawat dan salam senantiasa terkirim kepada Rasulullah, Sang Kekasih Allah. Melaluinya, terkirim risalah untuk kebaikan umat manusia dan alam semesta. Nabi Muhammad semasa hidupnya tak lelah mengajak manusia untuk menebar maslahat.
Bagi saya, momen menghadiri pengambilan sumpah keprofesian arsitek selalu menarik. Pernah saya sampaikan di forum serupa, bahwa pada suatu masa, saya mempunyai cita-cita menjadi arsitek, tetapi takdir membawa saya ke pendulum yang lain.
Semuanya, alhamdulillah, disyukuri sepenuh hati, karena akhirnya saya menyadari sepenuhnya bahwa manusia hanya bisa mengusahakan yang terbaik dan tak satu pun dari kita tahu akan berakhir di mana, dan dengan kelok perjalanan seperti apa.
Karenanya, saya mengajak semua arsitek muda untuk terus bersyukur atas semua nikmat dari Allah yang sudah diterima sepanjang perjalanan kehidupan sampai hari ini. Pun ketika mengingat momen yang tidak menggembirakan. Ketika direfleksikan kembali hari ini, momen tersebut bisa jadi merupakan belokan penting yang mengantarkan kita sampai hari ini.
Gocekan antardisiplin
Izinkan saya di kesempatan yang berbahagia ini berbagi sebuah perspektif yang bisa menjadi bahan renungan atau memantik diskusi lanjutan.
Hasil pembacaan terbatas saya atas beragam literatur menemukan hal menarik tentang bagaimana garis demarkasi disiplin semakin pudar. Kepudaran pagar ini tidak lantas menjadikan teritorialnya menyempit atau semakin tidak jelas, tetapi justru sebaliknya, cakupannya meluas dan membuka ruang komunikasi dengan disiplin lain. Inilah pendekatan antardisiplin (interdisciplinary approach) yang diperlukan untuk memecahkan beragam masalah yang semakin kompleks atau untuk meningkatkan kualitas solusi.
Kecenderungan ini pun saya temukan di bidang arsitektur. Saya tentu tidak punya legitimasi untuk berbicara mendalam soal ini. Tetapi, di kesempatan ini, izinkan saya membuat gocekan atau senggolan ringan (nudge) yang mudah-mudahan dapat memantik diskusi lanjutan.
Sebelum melanjutkan, saya ingin memperkenalkan konsep gocekan (nudge concept) yang mengusulkan desain adaptif dalam sebuah konteks sebagai cara mempengaruhi perilaku dan pengambilan keputusan dengan perubahan kecil (Thaler & Sunstein, 2009). Gocekan tidak memerlukan pembuatan peraturan atau pemaksaan.
Sebagai contoh, mengubah cara menempatkan makanan di kantin sekolah atau pabrik, dapat mengubah pola konsumsi makanan siswa atau karyawan, tanpa melakukan kampanye atau pemaksaan.
Apakah mungkin yang demikian juga diterapkan dalam konteks berarsitektur? Perubahan desain yang sederhana apakah mungkin dapat mengintervensi perilaku manusia menjadi lebih positif. Ini bisa mewujud dalam banyak hal, termasuk osmosis sosial yang lebih baik, interaksi yang lebih berkualitas, kepedulian kepada lingkungan yang lebih baik, atau lainnya.
Arsitektur dan perilaku manusia
Ternyata saya temukan edisi spesial Journal of Contemporary Administration yang mengusung tema nudging and choice architecture (gocekan dan arsitektur pilihan) (Leal et al., 2022).
Ada beragam informasi menarik dapat ditemukan di dalamnya, terkait dengan proses pengambilan keputusan manusia. Setiap hari, misalnya, manusia membuat 200 keputusan terkait dengan makanan. Sebagian keputusan dilakukan dengan sengaja dan hati-hati, tetapi sebagian besar ditentukan dengan kesadaran pendek, otomatis, dan melihat kepraktisan.
Faktanya, 45% perilaku harian kita di luar kebiasaan, dan cenderung diulang dalam konteks yang serupa. Kebiasaan adalah jalan pintas yang tidak menjamin pengambilan keputusan terbaik, tetapi cukup untuk merespons dengan cepat, terlepas itu menjadi kebiasaan baik atau buruk. Namun, pilihan-pilihan cepat ini mempunyai konsekuensi dan mempengaruhi keputusan lanjutan yang diulang dari waktu ke waktu.
Di sinilah muncul pertanyaan, apakah mungkin perubahan desain yang sederhana dalam arsitektur dalam ditujukan untuk menavigasi perilaku penggunanya dan menjadi kebiasaan baru?
Mungkin karena ini juga, pendekatan antardisiplin antara arsitektur dengan neuroscience juga digunakan untuk meningkatkan dan mendalami pengetahuan kita tentang pengalaman manusia dalam lingkungan binaan (built environment) (Karakas & Yildiz, 2020).
Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa pendekatan antardisiplin sudah menjadi lazim dilakukan. Kita bisa temukan beragam contoh lain, di bidang arsitektur, yang saya yakin sudah masuk radar pada arsitek.
Arsitektur juga dikawinkan dengan ilmu politik (Bell & Zacka, 2020). Sebagai contoh kasus adalah hubungan antara lingkungan binaan dan regim politik tertentu.
Apakah, misalnya, konfigurasi perkotaan tertentu memfasilitasi autoritarianisme atau demokrasi? Apakah gaya, jenis struktur, atau material bangunan mengekspresikan nilai politik tertentu, misal kaca untuk transparansi demokratis dan beton untuk egalitarianisme yang jujur?
Di dalam buku Political Theory and Architecture (Bell & Zacka, 2020), arsitektur juga dianggap sebagai infrastruktur politik dan bahkan sebagai agensi politik. Desain ruang sidang parlemen, misalnya, bisa mempengaruhi bagaimana para senator berinteraksi.
Saya tidak akan masuk lebih dalam dan diskusi ini. Pesan yang ingin saya sampaikan adalah bahwa pendekatan antardisiplin menjadi penting untuk memahami masalah dengan lebih baik di tengah semakin banyak variabel yang terlibat dalam sebuah konteks.
Beragam disiplin lain sangat mungkin dikawinkan dengan arsitektur, termasuk sosiologi (Jones, 2011) dan teknologi informasi (Abdirad & Dossick, 2016). Saya yakin, para arsitek bisa menambah panjang daftar disiplin ini, termasuk di dalamnya, sejarah dan filsafat.
Referensi
Abdirad, H., & Dossick, C. S. (2016). BIM curriculum design in architecture, engineering, and construction education: a systematic review. Journal of Information Technology in Construction (ITcon), 21(17), 250-271.
Bell, D., & Zacka, B. (Eds.). (2020). Political theory and architecture. Bloomsbury Publishing.
Jones, P. (2011). The sociology of architecture: constructing identities. Liverpool University Press.
Karakas, T., & Yildiz, D. (2020). Exploring the influence of the built environment on human experience through a neuroscience approach: A systematic review. Frontiers of Architectural Research, 9(1), 236-247.
Leal, C. C., Branco-Illodo, I., Oliveira, B. M., & Esteban-Salvador, L. (2022). Nudging and choice architecture: Perspectives and challenges. Journal of Contemporary Administration, 26(5), e220098.
Thaler, R. H., & Sunstein, C. R. (2009). Nudge: Improving decisions about health, wealth, and happiness. Penguin.
Sambutan pada Sumpah Keprofesian Arsitek (SKA) Angkatan ke-10, Program Studi Profesi Arsitek, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia, Tahun Akademik 2022/2023 pada 26 Januari 2023.