Saya yakin semua sepakat bahwa kepemimpinan (leadership) diperlukan untuk kebaikan semua komunitas, termasuk organisasi. Bahkan Rasulullah pernah mengajarkan, “Jika tiga orang (keluar) untuk bepergian, hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka sebagai ketua rombongan.” (HR Abu Daud).
Namun ada sisi lain, yang sering terlupa dalam konteks ini, yaitu kepengikutan (followership). Pemimpin tanpa pengikut yang loyal dan penuh semangat akan menghadirkan cerita yang berbeda.
Tak ada organisasi yang sanggup berkembang tanpa kepengikutan yang baik. Jalinan kemitraan mutlak diperlukan. Pemimpin dan pengikut pada dasarnya adalah soal pembagian peran yang saling melengkapi. Menjadi pemimpin di banyak konteks organisasi, terutama organisai nirlaba, juga soal bergantian dalam melayani.
Kemitraan yang baik antara pemimpin dan pengikut akan meningkatkan kinerja keduanya. Dampaknya adalah pada kinerja organisasi.
Belajar dari ikan
Kita bisa belajar dari banyak contoh dalam melihat hubungan ini. Karena manusia adalah makhluk yang rumit, kita bisa mulai dari contoh yang sederhana. Salah satunya adalah dari ikan.
Percobaan yang dilakukan oleh ilmuwan Cambridge University, Harcourt dan kawan-kawan (2009) menarik untuk disimak. Mereka ingin menguji bagaimana dampak umpan balik sosial ketika pemimpin dan pengikut berinteraksi dengan baik.
Mereka menggunakan ikan stickleback (ikan punggung berduri). Ikan ini hanya berukuran sekitar 5 cm dan menjadi mangsa ikan lain. Mereka biasanya cenderung bersembunyi di semak di dalam air, dan hanya menampakkan dirinya ketika mengambil makanan.
Dengan pelatihan yang dilakukan di dalam akuarium, mereka mengelompokkan temperamen ikan menjadi dua: “pemberani” dan “pemalu”. Ikan pemberani adalah yang cenderung meninggalkan tempat persembunyiannya untuk mencari makan, sedang ikan pemalu yang punya tendensi untuk kembali ke persembunyian. Dalam konteks ini, ikan pemberani ibarat pemimpin, dan ikat pemalu bak pengikut.
Eksperimen melibatkan 40 alias 20 pasang ikan. Separuhnya diletakkan di dalam lingkungan “aman”, dengan air yang dalam dan juga tanaman tempat bersembunyai, sementara sisanya dalam kondisi “berisiko” karena di dalam air yang cukup dangkat dan tanpa persembunyian. Mereka diberikan makan cacing setiap 30 menit.
Kedua kelompok ikan ini awalnya dipisah dengan sekat tidak transparan. Mereka tidak berinteraksi. Aktivitas ikan direkam dengan video. Frekuensi ikan untuk keluar dari tempat persembunyiannya untuk muncul ke permukaan dihitung.
Dalam kondisi terpisah, ikan pemberani rata-rata dalam satu jam sebanyak 41,3% waktunya berada di perarian terbuka, alias tidak sembunyi. Sementara itu, kelompok ikan pemalu hanya 14,3% dari waktunya keluar dari persembunyiannya. Ikan pemberani melakukan 48,1 perjalanan untuk mencari makan dalam satu jam, sedang ikan pemalu hanya 17,3. Data ini didapatkan ketika kedua kelompok ikan dalam kondisi terpisah sekat tanpa interaksi.
Nah, apa yang terjadi ketika sekat dibuka dan mereka bisa berinteraksi? Ikan pemberani dan pemalu berada di ruang terbuka lebih lama, masing-masing 50,8% dan 33,0% dari waktunya. Mereka pun melakukan perjalanan pengambilan makanan lebih sering. Ikan pemberani melakukan 64,3 kali perjalanan, sedang ikan pemalu 43,6 kali. Mereka pun melakukan sinkronisasi waktu keluar dari persembunyian alias saling melindungi.
Ikan pemberani memimpin gerakan keluar dari persembunyian untuk mencari makan yang diikuti oleh ikan pemalu sebanyak 20,2 kali. Yang menarik, ikan pemalu pun memimpin, meski dalam skala yang lebih sedikit, 10,0 kali.
Beberapa ibrah
Terdapat beberapa ibrah (pelajaran) yang bisa kita ambil dari cerita di atas yang terkait dengan kepemimpian dan kepengikutan ini.
Pertama, hal ini menegaskan bahwa tak satu pun makhluk Allah di jagad ini yang tercipta sia-sia tanpa makna. Hanya saja kadang kita kurang sensitif dan tidak mempunyai kapasitas untuk memahaminya dengan lebih baik. Membaca beragam hasil penelitian yang relevan, misalnya, dapat meningkatkan sensitivitas.
Kedua, fenomena kepemimpinan dan kepengikutan terdapat di banyak konteks, termasuk di kalangan hewan. Dalam koloni semut, misalnya, kita tahu ada semut ratu yang menjadi pemimpinnya. Ada pembagian tugas dan juga cara komunikasi di antara mereka dengan menggunakan feromon, bau yang mereka keluarkan (Kocher & Grozinger, 2011). Di kalangan lebah, sebagai contoh lain, juga ada pembagian kerja antara lebah ratu dan lebah pekerja. Komunikasi antarlebah dilakukan dengan tarian lebah untuk memberi kode terkait sumber makanan, termasuk jarak, arah, dan kemelimpahan nektar (Dornhaus & Chittka, 2004). Manusia dapat mengambil beragam pelajaran dari kerja sama berbagai jenis hewan.
Ketiga, kemitraan dan komunikasi yang baik antara pemimpin dan pengikut ternyata meningkatkan kinerja keduanya. Kesadaran mendapatkan manfaat bersama ini sangat penting untuk menjadi motivasi kolektif. Kepemimpinan yang baik tanpa dibarengi dengan kepengikutan, tidak akan memberikan dampak yang optimal. Karenanya, kepemimpinan tidak mewakili keseluruhan cerita dalam dinamika sebuah organisasi (Hurwitz & Hurwitz, 2015).
Referensi
Dornhaus, A., & Chittka, L. (2004). Why do honey bees dance?. Behavioral Ecology and Sociobiology, 55(4), 395-401.
Harcourt, J. L., Ang, T. Z., Sweetman, G., Johnstone, R. A., & Manica, A. (2009). Social feedback and the emergence of leaders and followers. Current Biology, 19(3), 248-252.
Hurwitz, M., & Hurwitz, S. (2015). Leadership is Half the Story: A Fresh Look at Followership, Leadership, and Collaboration. Toronto: University of Toronto Press.
Kocher, S. D., & Grozinger, C. M. (2011). Cooperation, conflict, and the evolution of queen pheromones. Journal of Chemical Ecology, 37(11), 1263-1275.
Sambutan pembukaan Pesantren Ramadan 1443 Unit Rektorat Universitas Islam Indonesia, 25 April 2022.