Universitas Islam Indonesia (UII) merasa bersyukur dan terhormat, karena sudah dua kali, pada 2021 dan 2022, dipercaya menggelar forum debriefing kepala perwakilan Indonesia di luar negeri. Pembicaranya adalah para duta besar yang sudah menyelesaikan misinya. Acara ini dikawal oleh Program Studi Hubungan Internasional UII.
Kali ini sebanyak tiga duta besar hadir sebagai pembicara. Mereka adalah Duta Besar Rina P. Soemarno (untuk Republik Rakyat Bangladesh 2017-2021), Duta Besar Prof. Dr. Ikrar Nusa Bhakti (untuk Republik Tunisia 2017-2022), dan Duta Besar I Gusti Ngurah Ardiyasa (untuk Sri Lanka dan Republik Maladewa 2017-2021). Tajuk yang diangkat adalah “diplomasi ekonomi pada pasar non-tradisional”.
Saya sangat percaya forum debriefing ini sangat bermanfaat, tidak hanya bagi sivitas akademika di UII, tetapi juga untuk semua pihak yang peduli dengan pentingnya membangun kerja sama global antarnegara melalui jalur diplomasi. Diplomasi, dalam segala bentuknya, adalah satu-satunya pilihan mengeratkan hubungan antarnegara dengan tetap menghargai kedaulatan setiapnya.
Pengalaman tangan pertama, dari para duta besar yang mulia, membuat kita semakin memahami konteks global yang selalu berubah. Betul, globalisasi telah memudarkan batas antarnegara, tetapi itu tidak menghilangkan keunikan setiapnya. Karenanya, meningkatkan pemahaman akan keunikan setiap negara, dalam beragam aspek, menjadi sangat penting untuk menjaga semangat saling menghormati dan menjalin kerja sama yang saling menguntungkan. Catatan ‘akhir perjalanan’ para duta besar ini, karenanya sangat berharga. Banyak pelajaran yang dapat diambil darinya.
Ketika diminta memberi sambutan, ingatan saya tertuju kepada kisah debriefing yang terjadi pada 1354 (668 tahun lalu) ketika Ibnu Battutah kembali dari penjelajahannya pada usia 50 tahun. Ibnu Battutah, sendirian, melakukan perjalanan lintasnegara ketika baru berusia 21 tahun. Selama 31 tahun, Ibnu Battutah, telah menempuh lebih dari 75.000 mil.
Tentu tidak selama waktu itu selalu dalam perjalanan, tetapi diselingi dengan menetap di sebuah wilayah dalam beberapa waktu. Rekor jarak perjalanan ini tidak terpecahkan sampai ditemukan mesin uap pada abad ke-18.
Sekembalinya dari penjelajahan itulah, Ibnu Battutah atas titah Sultan Abu Inan, di Fez, Maroko, membuat catatan debriefing. Dia tidak membuat jurnal selama perjalanan. Berdasar ingatan selama perjalanan, Ibnu Battutah mendiktekannya kepada Ibnu Juzayy, sekretaris pribadi sultan.
Akhirnya kisah perjalanan tersebut menjadi buku yang berjudul cukup panjang, yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menjadi Hadiah Bagi Para Pemerhati Negeri-Negeri Asing dan Pengalaman-Pengalaman Ajaib. Buku itu sering secara singkat disebut Ar-Rihlah (Perjalanan, The Travels). Kisah Ibnu Battutah tersebut mengungkap beragam deskripsi sudut dunia tanpa kita harus menjelajahinya secara fisik.
Penjelajahan Ibnu Battutah menggunakan perjalanan darat dan laut. Termasuk di dalamnya adalah perjalanan dari Aljazair ke Tunisia, perjalanan ke Ceylon (Sri Lanka), Chittagong di Benggala Timur (Bangladesh), dan juga ke Maladewa. Tentu ini hanya sebagian kecil dari daftar panjang wilayah atau negara yang dikunjungi oleh Ibnu Battutah.
Sudah merupakan takdir Allah jika para duta besar dalam acara forum debriefing, memaparkan kisah dari paling tidak empat negara yang juga dikunjungi Ibnu Battutah, yang terekam dalam Ar-Rihlah. Ar-Rihlah berisi catatan perjalanan internasional dan juga pelaporan budaya. Catatan perjalanan ini dianggap yang paling detail pada masanya. Ibnu Khaldun dalam Mukaddimahnya juga mengomentari laporan perjalanan Ibnu Battutah ke India, yang sangat detail.
Serupa dengan Ar-Rihlah, saya percaya banyak informasi penting dan tilikan baru yang mengemuka dalam forum debriefing ini. Forum seperti ini akan manjadikan pengalaman ‘personal’ menjadi memori kolektif, untuk basis gerak ke depan yang kuat karena berbasis data yang valid.
Merekam pengalaman dalam beragam media yang bisa dengan leluasa diakses oleh khalayak adalah tradisi baik yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan. Saat ini, pilihannya sudah beragam, tidak hanya dalam bentuk tulisan, tetapi juga dalam bentuk forum terbuka dan bahkan rekaman audio dan video. Ini juga merupakan ikhtiar memperluas akses dan memperpanjang umur manfaat.
Elaborasi ringan dari sambutan pada Forum Debriefing Kepala Perwakilan Republik Indonesia pada 22 Maret 2022 yang diselenggarakan secara daring oleh Program Studi Hubungan Internasional bekerja sama dengan Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.