The theme selected by the International Conference on Islamic Studies and Social Sciences (ICONISSS) 2021, to me, is indeed both important and interesting: “Discovering New Landscape of Islamic Studies and Social Sciences in The Digital Age”, for at least three reasons.

 

Fast changing context

Firstly, the changing context, or to be precise, the fast-changing context. We are challenged to make sense the rapid changes in our surroundings. The advance of information technologies, for example, has affected almost every aspects of our life. New norms (new ways of doing business, learning, making social relation, accessing various services, to name a few) are invented, designed, practiced, routinized, and eventually they become embedded in our daily life.

Some of us embrace these new norms wholeheartedly and happily, while some others show denialism to various extent. The former group is actively engaged and make the norms become initialized, while the latter group often see the changes as threats to the well-established social norms.

At the end, this may create tension to some extent. But, through the eyes of academics, I am sure that the tension can be seen as positive stimulation for further inquiries and continuously provoke our thoughts.

We also need to pay more attention to other global issues, such as climate change, energy shortage, deforestation, inequality, corruption, unemployment, pollution, and so on.

 

Assumption and reality incongruence

Secondly, in some cases, the existing concepts or theories are no longer able to equip us with analytical lenses to better comprehend the contemporary social phenomena. We understand that many concepts are introduced based on previous past time observation and experiences. The underlying philosophical assumptions behind the existing concepts or theories may no longer fit with nowadays’ realities. Hence, we need to re-interpret them or even complement them with new vocabularies, new concepts, or even new theories.

Context specificities may also demand indigenous perspective to make sense or grasp the meaning of social phenomena as socially constructed realities. This is a challenge for social sciences to enable us to better comprehend the contemporary world.

At the same time, social sciences will also inspire us and provide insights in designing possible social intervention programs that lead to significant progression.

 

Contextualised Islamic teachings

Thirdly, when it comes to Islamic studies, there is no different. Islamic scholars need to continuously contextualize the Islamic teachings and values. We may easily agree that as the religion (al-din) have already reached the final form, as mentioned by Allah in the Holy Qur’an, surah Al-Ma’idah verse 3. Allah said “Today I have perfected your faith for you, completed My favour upon you, and chosen Islam as your way.”

If we believe that Al-Qur’an, and hence Islam, is compatible with every time and place, then the challenge is how to operationalize the Islamic norms in various contexts. Since its early time, Islamic teachings have been accepted by people from various backgrounds. Today, in the modern time, we witness that they are accepted and practiced by people from various countries and continents throughout the world.

The character of Islamic teachings which are open for other progressive ideas makes them compatible with human perennial values, such as honesty and justice. But today’s challenges make us even harder to maintain the relevance of Islamic teachings in the modern society with all its progressions.

Muslim, in general, and Muslim scholars, in particular, owe collective homework to do to ensure that Islamic teachings are becoming part of the solution and not the problems. Otherwise, one may continuously ask the relevance of Islamic teachings.

Hence, today, I am more than happy to open this conference that attracts scholars from various backgrounds to discuss important aspects of social sciences and Islamic studies and their connection with the contemporary issues.

I am sure that various perspectives that will be shared by the speakers and the participants in this conference will provide meaningful insights and stimulate further discussion in the area of concern: the relevance of Islamic studies and social sciences in the digital age.

Opening remarks at the International Conference on Islamic Studies and Social Sciences (ICONISSS) 2021 held by the Faculty of Islamic Studies Universitas Islam Indonesia, 18 November 2021.

Salah satu kritik yang ditujukan pada inisiatif untuk menyusun kembali pengetahuan di bawah kerangka epistemologi Islam (integrasi pengetahuan) adalah kurangnya buku teks yang relevan tersedia di pasar. Dalam konteks psikologi, buku-buku yang ditulis oleh bapak pendiri psikologi Islam, Allahu yarham Prof. Malik Badri, termasuk di antara sedikit yang dapat kita jumpai.

Saya termasuk orang yang percaya bahwa inisiatif ini harus dilanjutkan secara kolektif oleh komunitas psikologi Islam. Ketersediaan buku dan literatur lainnya merupakan salah satu prasyarat suatu disiplin ilmu.

Mohon koreksi jika salah, saya mengamati bahwa psikologi Islam dapat berkembang lebih jauh sebagai disiplin baru, atau setidaknya subdisiplin yang kuat dalam disiplin psikologi.

Prasyarat lain dari suatu disiplin adalah adanya komunitas pembelajaran (learning communities). Sekali lagi, saya melihat bahwa kelanjutan kursus intensif psikologi Islam yang menarik saudara-saudara kita di seluruh dunia ini merupakan indikasi kuat. Kursus intensif yang kami buka hari ini adalah yang ketiga, dan akan diadakan selama bulan Oktober 2021 setiap hari Sabtu dan Ahad. Saya percaya bahwa orang-orang yang rela mengorbankan hari liburnya untuk menuntut ilmu atau belajar adalah orang-orang yang baik.

Kita juga dapat memasukkan indikator disiplin lain ke dalam daftar, termasuk pendirian The International Association of Islamic Psychology pada 2017 oleh Allahu yarham Prof Malik Badri dan al-sabiquna al-awalun lainnya.  Demikian pula dengan berdirinya International Association of Muslim Psychologist (IAMP) yang dipimpin oleh Dr. Bagus Riyono. Kita juga dapat menemukan organisasi serupa di banyak negara.

Kita harus memberikan apresiasi yang besar kepada International Institute of Islamic Thought (IIIT) Indonesia, di bawah pimpinan Bapak Habib Chirzin yang tanpa lelah selalu memberikan dukungan terhadap inisiatif integrasi pengetahuan ini.

Oleh karena itu, saya membayangkan bahwa semua proses pengembangan psikologi Islam oleh berbagai aktor adalah kerja institusional (institutional work), yang bertujuan untuk membentuk disiplin baru. Dalam pengertian ini, proses pelembagaan atau institusionalisasi terjadi setidaknya melalui pendekatan penanaman nilai-nilai Islam dan tipifikasi ketika sekelompok aktor tertentu bertanggung jawab atas aktivitas tertentu. Ketika sebuah praktik menjadi melembaga, maka tidak lagi bergantung pada pionir atau aktor utama, diterima secara luas tanpa perdebatan yang tidak bermakna, dan menjadi bagian dari budaya sehari-hari.

Pada akhirnya, kita bisa bersama-sama memeriksa apakah psikologi Islam sudah berkembang menjadi disiplin baru. Kita dapat melihat beberapa indikator tambahan berikut.

Di dalamnya termasuk ketersediaan (1) definisi formal dari disiplin;(2) basis pengetahuan umum; (3) sekelompok masalah penelitian yang unik; (4) teori pemersatu; (5) prosedur dan metode penelitianyang diterima komunitas; dan (6) visi bersama tentang signifikansi domain studi; (7) program pascasarjana dan mahasiswa; (8) komunitas peneliti di banyak belahan dunia; (9) asosiasi akademik maupun profesional; (10) jurnal dan konferensi yang mapan; dan (11) interaksi yang kuat antara disiplin akademik dan bidang praktik.

Pemikiran tersebut didasarkan pada literatur dan refleksi saya, seseorang yang bukan berasal dari pendidikan psikologi Islam. Mohon koreksi jika saya memberikan kesan atau kesimpulan yang menyesatkan.

Sambutan dalam pembukaan The 3rd International Intensive Course on Islamic Psychology (IICIP 2021) yang diselenggarakan oleh Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia, pada 1 Oktober 2021. 

Program Studi Ilmu Komunikasi UII menyelenggarakan webinar “Inspiring the World with Creative Production” pada Selasa (16/11). Acara ini merupakan bagian dari P2A ICE CREAM (Passage to ASEAN International CoursE on CREAtive Media) yang bekerja sama dengan SCIMPA Universiti Utara Malaysia dan Duy Tan University Vietnam. Audiens yang hadir pada kesempatan tersebut merupakan mahasiswa berbagai lintas negara ASEAN. 

Pembicara Denty Piawai Nastitie yang merupakan seorang jurnalis sekaligus fotografer membawakan tema “Make Your Personal Photo Story”. Nastitie memberikan pengetahuan kepada audiens untuk mengembangkan nilai dalam memotret gambar melalui foto story. ‘Photo story’ atau foto essay sendiri adalah satu hingga beberapa rangkaian seri potret foto yang disajikan menjadi bentuk cerita yang menyentuh atau menggugah.   

Read more

Mindset

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia (FMIPA UII) menggelar acara puncak Miladnya yang ke-26 secara virtual pada Minggu (14/11). Sebelumnya, telah digelar berbagai kegiatan dalam rangka menyemarakkan Milad kali ini. Beberapa di antaranya adalah pengabdian masyarakat, lomba jingle unit serta rangkaian lomba olahraga meliputi bulu tangkis, tenis meja, fun bike, dan lomba sepeda lambat.

Read more

Rangkaian kegiatan Student Festival Universitas Islam Indonesia (StuFest) 2021 sukses digelar dan secara resmi ditutup pada Sabtu (13/11). Jalannya penyelenggaraan StuFest diakhiri dengan pengumuman para pemenang lomba dari kategori Digital Campaign Competition, UKM Award, Short Story Competition, Innovation Challenge, dan Open Talent. Pada pelaksanaan StuFest kali ini, beberapa mahasiswa baru turut unjuk gigi dan berhasil meraih juara.

Read more

Personal branding melalui media sosial menjadi salah satu metode yang potensial guna meningkatkan kepercayaan diri. Berekspresi melalui media sosial sendiri merupakan hal yang tidak sulit namun juga tidak bisa dianggap sepele. Tentunya butuh ketekunan dan konsistensi agar image dalam diri kita bisa disambut baik oleh orang lain. Menanggapi hal ini, Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan Universitas Islam Indonesia (DPK UII) mengundang Ekida Rehan Firmansya yang merupakan calon dokter sekaligus content creator dalam webinar kegiatan Student Festival (StuFest) 2021 yang digelar pada Sabtu (13/11).

Read more

Komika Indonesia Muhamad Ridwan atau lebih dikenal dengan nama panggung Ridwan Remin berbagi kiat sukses dalam webinar bertajuk “Be a good speaker for better future pada Sabtu (13/11) secara daring. Rangkaian kegiatan Student Festival (Stufest) 2021” yang di helat Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan Universitas Islam Indonesia (UII) ini cukup menarik perhatian. Tidak kurang dari 830 mahasiswa turut megikuti jalannya webinar tersebut.

Read more

Ahmad Fuadi seorang novelis kondang Indonesia berkesempatan mengisi webinar pada acara Student Festival Universitas Islam Indonesia (StuFest UII) 2021 yang merupakan pekan gembira bagi mahasiswa UII dalam rangka mengapresiasi karya mahasiswa baik bidang akademik maupun non akademik.

Read more

Mahasiswa Berprestasi UII

Menjadi mahasiswa berprestasi yang unggul dalam berbagai kompetisi bukanlah perkara mudah, melainkan perlu adanya kerja keras dan semangat juang yang tinggi untuk menggapai itu semua. Nur Azizah misalnya, mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas Islam Indonesia (UII) angkatan 2018 berhasil menyabet prestasi paling bergengsi dan gemilang di UII, yakni sebagai Mahasiswa Berprestasi UII 2021.

Read more

Aktivis Sosial

Head of Marketing Lemonilo Irfan Prabowo menjadi narasumber dalam webinar bertajuk “Aktivis Sosial Dalam Karir Masa Depan” yang digelar sebagai rangkaian dari kegiatan Student Festival Universitas Islam Indonesia (StuFest UII) 2021 pada Jumat (12/11). StuFest UII merupakan pekan gembira bagi mahasiswa UII dalam rangka mengapresiasi karya mahasiswa baik bidang akademik maupun non akademik.

Read more