Peran Pemuda

Forum Kajian dan Penulisan Hukum (FKPH) FH UII menyelenggarakan sharing session bertemakan “Menggali Lebih dalam Mengenai Kejaksaan” dengan mengundang narasumber Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo, Risal Nurul Fitri, S.H. pada Sabtu (26/6).

Read more

We may learn from history, but history never repeats itself.“. Kita dapat belajar dari sejarah, tetapi sejarah tidak mengulang dirinya sendiri.

Itulah kalimat penutup dari artikel yang ditulis oleh Goitein (1963) dengan judul “Between Hellenism and Renaissance—Islam, The Intermediate Civilization”, yang diterbitkan oleh Islamic Studies, 58 tahun yang lalu. Artikel sepanjang 18 halaman itu menyebut Islam sebagai “peradaban menengah” antara peradaban Yunani (secara kultural sampai abad ke-7) dan Renaisans (pada abad ke-12).

Fragmen berikut bisa menjadi ilustrasi singkat.

Salah satu buku cetakan pertama yang terbit dalam bahasa Inggris adalah terjemahan koleksi perkataan filsuf Yunani, yang dikompilasi oleh filsuf dan juga penggemar buku muslim kelahiran Damaskus pada 1048/9 M. Namanya Abu al-Wafa ‘al-Mubashshir ibn Fatik. Buku tersebut berjudul “Mukhtar al-Hikam wa-Mahasin al-Kalim”.

Buku tersebut kemudian diterjemahkan dari bahasa Arab ke Spanyol pada 1257 M dan diberi judul “Bocados d’Oro”. Versi buku berbahasa Spanyol diterjemahkan ke Latin dengan judul “Liber Philosophorum Moralium Antiquorum” di akhir abad ke-13 oleh Giovanni da Procida.

Satu abad kemudian, sebelum 1402 M, buku tersebut diterjemahkan ke bahasa Prancis oleh Guillaume de Tignonville. Antara 1450 M dan 1460 M, akhirnya buku tersebut ditranslasikan ke dalam bahasa Inggris oleh Stephen Scrope yang kemudian direvisi oleh William Worcester. Buku terjemahan berjudul “The Choicest Maxims and Best Sayings” itu dicetak pada 1477 di Inggris (Rosenthal, 1960).

Fragmen tersebut menunjukkan beberapa poin penting. Pertama, peradaban Islam bukan titik kilometer nol peradaban manusia. Kedua, muslim lebih terbuka terhadap peradaban dan pemikiran bangsa lain (baca: Yunani).

Nah, artikel Goitein (1963) –sejarawah kelahiran Jerman– tersebut menjelaskan mengapa muslim pada Zaman Keemasan (sekitar antara 850 M dan 1250 M) lebih menerima peradaban Yunani dibandingkan dengan bangsa Eropa (yang pada saat itu berada pada Zaman Kegelapan). Terdapat tiga faktor utama, yaitu: (a) fakta bahwa warisan Yunani masih hidup di negara-negara pada saat ditaklukkan oleh muslim; (b) tingkat penerimaan terhadap Islam yang baik karena karakter aslinya yang universal dan eklektik (baca: menggabungkan yang terbaik dari berbagai sumber yang dapat diterima); dan (c) situasi spiritual pada tiga abad pertama Islam yang kondusif untuk masuknya ide dan sistem pemikiran Yunani.

Selain tiga faktor utama tersebut, terdapat dua faktor penyerta. Pertama, sebelum Islam datang, bangsa Arab sudah menggandrungi bahasa yang indah. Ini berbeda dengan orang Eropa yang barbar. Bahasa Arab juga berkembang pesat di daerah penaklukan muslim, yang akhirnya menjadikannya sangat kaya dan cocok dengan ekspresi abstrak bahasa Yunani. Kedua, pada abad ketiga sampai kelima setelah Islam hadir, banyak muslim kelas menengah yang mempunyai sumber daya dan minat tinggi dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Pada saat itu, sebagaimana dicatat oleh sejarah, daulah memberikan tempat yang terhormat untuk ilmu pengetahuan Yunani. Penyebaran ilmu pengetahuan menjadi luas karena dorongan dan sambutan kelas menengah muslim.

Jika kita sepakat, bahwa saat ini, muslim cenderung tertinggal dalam pengembangan ilmu pengetahuan (baca: peradaban), mungkin kita bisa melakukan refleksi terhadap cerita di atas. Misalnya, bagaimana melantangkan nilai-nilai islami universal dan pikiran terbuka. Sejarah tidak berulang dengan sendirinya. Perulangan sejarah membutuhkan aktor yang mendorongnya.

Yang dibutuhkan saat ini adalah melakukan rekonstruksi sejarah lampau. Rekonstruksi adalah proses intelektual, ada elemen lama di sana, tetapi dilengkapi dengan eleman baru yang kontekstual sesuai kebutuhan masanya. Ini berbeda dengan proses reproduksi yang bersifat mekanistik dan menyalin masa lalu apa adanya (Mozaffari, 1998). Ini juga akan menjadikan muslim tidak beranjak dari tempatnya karena hidup di bawah bayang-bayang masa lalu.

Mozaffari (1998), ahli politik kelahiran Iran yang saat ini mengajar di Universitas Aarhus, Denmark, mengusulkan yang perlu diperjuangkan secara kolektif adalah Islam yang beradab (civilized Islam) yang hidup berdampingan dengan peradaban dunia lain. Dua peran dapat dimainkan sekaligus di waktu yang sama: sebagai pemilik peradaban yang dikembangkannya sendiri dan tamu peradaban lain.

 

Referensi

Goitein, S. D. (1963). Between Hellenism and Renaissance—Islam, the Intermediate Civilization. Islamic Studies2(2), 217-233.

Mozaffari, M. (1998). Can a Declined Civilization Be Reconstructed?: Islamic Civilization or Civilized Islam? International Relations, 14(3), 31–50.

Rosenthal, F. (1960). Al-Mubashshir ibn Fâtik. Prolegomena to an Abortive Edition. Oriens, 132-158.

 

Sambutan rektor pada pembukaan kuliah umum daring untuk mahasiswa program profesi, magister, dan doktor, Universitas Islam Indonesia, 26 Juni 2021.

Mahasiswa FIAI Sabet Juara 1 Artikel Ilmiah Nasional

Sebagian besar mahasiswa saat ini sudah mulai menyadari betapa pentingnya kemampuan berwirausaha. Menjadi seorang wirausaha tentunya akan membantu menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Salah satunya dari Rizaldi Saeful Rohman yang merupakan alumni dari Program Studi Ekonomi Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII).

Read more

Peran Pemuda

Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) menyelenggarakan webinar series Perundang-undangan pada Senin (21/6). Webinar menghadirkan narasumber Prof. Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M., Ph.D. (Guru Besar HTN Universitas Padjajaran), Dr. Jimmy Z. Usfunan, S.H., M.H. (Dosen HTN FH Universitas Udayana) dan Dian Kus Pratiwi, S.H., M.H. (Peneliti PSHK dan Dosen HTN FH UII).

Read more

Melalui Podcast, Aufanida Ingin Mensyiarkan Ramadan

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) kembali mencetak prestasi di kancah nasional. Salsabila Zannuba Kurniawan, angkatan 2019 berhasil menjadi 4th Best Speaker dalam ajang UMY Student English Activity Debating Championship 4.0 diadakan secara daring pada tanggal 17-19 Juni 2021 oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. (19/6).

Read more

Memutuskan untuk berkuliah di rumpun Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam nyatanya tak serta merta membuat kesempatan untuk berwirausaha hilang. Meskipun pilihan program studi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) menekankan pada bidang ilmiah dan eksakta, hal itu justru menjadi pembeda untuk berani melangkah menjadi pebisnis dengan latar belakang sains. Contoh nyata nampak dalam acara webinar bertajuk “Startup Challenges” pada Sabtu (19/6), yang menghadirkan lulusan-lulusan dari FMIPA UII. Read more

Pandemi global yang memaksa berbagai sektor dijalankan secara daring membuat peluang kerja yang terkait dengan sistem teknologi dan informasi semakin diminati. Sejak kuartal tiga Tahun 2020 lalu, iklim industri digital justru menunjukkan tren positif pada pertumbuhan ekonomi dibandingkan sektor lainnya. Hal ini ditegaskan Muhammad Irfan pada acara virtual yang digagas oleh Direktorat Pengembangan Karier dan Alumni Universitas Islam Indonesia (DPKA UII).

Read more

Jiwa mukmin - UII - berita kontrol kehamilan

Berbagai kalangan masyarakat menjadikan kegiatan bisnis sebagai pekerjaan sampingan, bahkan diantaranya menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian utama. Terlebih di saat pandemi Covid-19, berkali lipat calon wirausahawan online bermunculan untuk merintis bidang usaha yang akan digelutinya.

Read more

Peran Pemuda

Pemerintah tengah merencanakan pembaharuan kelima atas UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Namun, saat draft RUU KUP ini menyebar di masyarakat, ada beberapa kejanggalan yang dirasa bertentangan dengan kesejahteraan masyarakat. Diantaranya ada rancangan terkait pengenaan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi sembako dan pendidikan.
Read more

Kecakapan dan kompetensi mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) semakin tak diragukan baik di level nasional maupun internasional. Hal ini terbukti melalui raihan prestasi Beasiswa Mobilitas Internasional Mahasiswa Indonesia yang berhasil diperoleh 24 mahasiswa UII setelah melalui seleksi ketat. Setidaknya sekitar 2.600 lebih mahasiswa dari ratusan perguruan tinggi di Indonesia turut mengikuti ajang seleksi beasiswa ini.

Read more