Visi Baru Islam

Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar Kuliah Umum XIII bertemakan Visi Baru Islam untuk Indonesia Maju pada Sabtu 30 Oktober 2021, secara daring. Agenda rutin yang digelar untuk mahasiswa Program Doktor, Magister, dan Profesi UII kali ini menghadirkan pembicara Sukidi, Ph.D., yang merupakan Pemikir Kebinekaan.

Read more

Teknologi Informasi

Perubahan yang sangat cepat di lingkungan bisnis mengakibatkan harus cepat merespon perubahan-perubahan yang terjadi. Untuk mewujudkan kecepatan merespon perubahan lingkungan, banyak perusahaan memanfaatkan infrastruktur teknologi informasi (TI) untuk mengoptimalkan proses bisnis yang dimilikinya.

Read more

Mindset

Mindset atau pola pikir merupakan salah satu komponen penting yang dapat mempengaruhi kesuksesan seseorang dalam pengembangan karier. Hal ini sangat lumrah karena mindset membawa pengaruh pada psikologi seseorang yang muaranya akan memperkuat mental dan kepercayaan diri. Diskusi mengenai mindset ini dibahas tuntas oleh Direktorat Pengembangan Karier dan Alumni (DPKA UII) pada Jumat, (29/10) melalui Career Talkshow bertajuk “Build Proper Mindset for Bright Future Career” secara virtual.

Read more

Alhamdulillah. Saya bersyukur dan berbahagia, Bapak Dr. Sukidi di sela-sela kesibukan, berkenan meluangkan waktu untuk berbagi perspektif di Universitas Islam Indonesia dalam kuliah umum.

Tema yang diangkat dalam kuliah umum ini adalah Visi Islam Baru untuk Indonesia Maju. Tema yang menurut saya, sangat progresif untuk menghadirkan Islam yang kontekstual dan menjadi bagian solusi bangsa ini. DI sinilah Islam akan menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dan, bukan sebaliknya, Islam justru berpotensi menjadi bagian masalah, karena ulah pemeluknya.

Selain itu, tema ini juga mengindikasikan bahwa tidak ada pertentangan antara semangat keislaman dan kebangsaan. Ini sejalah dengan komitmen yang ditanamkan oleh para pendiri UII yang berasal dari lintasorganisasi dan latar belakang, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII), Perikatan Umat Islam (PUI), dan para tokoh bangsa lain.

Dua semangat tersebut terangkum dalam nama UII, yang dalam bahasa Arab menjadi Al-jami’ah Al-islamiyyah Al-indunisiyyah, Universitas Islami Indonesiawi. Pembacaan Al-Qur’an dan lagu Indonesia Raya di awal acara ini merupakan simbol dua komitmen ini.

Selain itu, UII adalah rumah besar untuk keragaman pemikiran Islam yang disatukan dengan semangat kebangsaan.

Izinkan saya berbagi beberapa perspektif dalam sambutan pembukaan singkat ini.

 

Permusuhan sosial atas nama agama

Pertama, Pew Research Center pada akhir September 2021 menyajikan sebuah laporan terkait dengan permusuhan sosial (social hostilities) atas nama agama, apapun namanya. Permusuhan sosial dapat berupa kekerasan terhadap identitas agama seseorang, sampai dengan konflik sektarian dan terorisme. Laporan didasarkan pada analisis 198 negara. Pada 2019, permusuhan sosial yang tinggi atau sangat tinggi (skor 3,6 atau lebih tinggi) berdasar Social Hostilities Index (SHI) “hanya” terjadi di 43 negara, menurun dibandingkan dengan 2017 (56) dan 2018 (53).

Ini tentu kabar baik yang perlu disyukuri. Nampaknya semua yang hadir di sini tidak sulit untuk bersepakat, permusuhan atas nama agama, apapun agamanya, tidak bisa kita terima. Kita yakin, nilai-nilai perenial agama justru seharusnya, membawa manusia kepada kebaikan, sikap saling menghormati, dan perdamaian. Jika ada sebagian kecil pemeluk agama yang cenderung kepada permusuhan itu adalah fakta sosial, dan hal itu bisa terjadi di semua agama. Tetapi, itu bukan dasar yang valid untuk melakukan generalisasi yang membabi buta.

 

Curiga tak berkesudahan

Kedua, fakta sosial lain yang kita temukan adalah sebagian orang mempunyai perspektif yang berbeda dengan yang dibayangkan kelompok lain. Ada banyak data yang bisa ditampilkan, termasuk yang terserak di media massa, buku, halaman jurnal ilmiah, atau bahkan dalam film Holywood.

Huntington (1996) dalam bukunya The Clash of Civilization yang terkenal itu, misalnya, mengasosiasikan Islam dengan “jeroan berdarah” (“bloody innards”) atau “batas-batas berdarah” (“bloody borders”). Atau, Said (1979) dalam bukunya Orientalism telah memberikan gambaran bagaimana media Barat membangun opini terkait dengan Islam, yang tidak selalu menggembirakan.

Tokoh dalam film Hollywood yang dibingkasi dengan terorisme, hampir selalu berwajah atau bernama Arab, yang dengan mudah diasosiasikan dengan agama tertentu. Tidak sulit menemukan contohnya, seperti London has Fallen, True Lies, Eye in the Sky, dan masih banyak lagi.

Survei yang dilakukan oleh Pew Research Center (Lipka, 2017) memberikan gambaran lebih mutakhir bagaimana atribusi yang cenderung negatif terhadap kelompok yang berbeda itu nyata adanya. Survei yang dilakukan di negara-negara dengan pemeluk Islam mayoritas menemukan bagaimana orang Barat dipersepsikan. Mereka dianggap (mulai dari yang paling dominan) egois, brutal, rakus, amoral, arogan, dan fanatik. Ini adalah kombinasi sempurna semua keburukan.

Sebaliknya, orang Barat memberikan atribusi berikut kepada muslim: fanatik, jujur, brutal, dermawan, arogan, dan egois. Kombinasi atribut yang tidak lazim dan sulit dibayangkan untuk menyatu dengan harmoni.

Pertanyaannya: apakah memang seperti ini di lapangan? Mereka yang pernah hidup di “dua alam” (negeri Barat dan muslim) sangat mungkin akan memberi perspektif yang berbeda. Di sisi lain, dialog sehat dan jujur nampaknya memang menjadi pekerjaan rumah bersama.

 

Islam dan konflik

Ketiga, untuk menyelisik lebih jauh, peneliti dari Peace Research Institute di Oslo (PRIO), Gleditsch dan Rudolfsen (2016), memunculkan pertanyaan besar: apakah negara-negara muslim lebih rentan terhadap kekerasan? Data yang mereka kumpulkan dari 1946-2014 menunjukkan bahwa dari 49 negara yang mayoritas penduduknya muslim, 20 (atau 41%) di antaranya mengalami perang sipil (perang sesama anak bangsa), dengan total durasi perang 174 tahun atau sekitar 7% dari total umur kumulatif semua negara tersebut (2,467 tahun).

Pasca Perang Dingin, sebagian besar perang adalah perang sipil dan proporsi terbesar terjadi di negara-negara muslim. Bukan hanya karena perang sipil di negara-negara muslim meningkat, tetapi juga karena konflik di negara lain berkurang. Fakta yang lebih dari cukup untuk mencelikkan mata kita.

Tentu catatan optimis masih ada. Empat dari lima negara dengan penduduk muslim terbesar, tidak terjebak dalam perang sipil. Indonesia salah satunya. Tiga yang lain adalah India, Bangladesh, dan Mesir.

Bahwa ajarah Islam tidak mempunyai korelasi dengan konflik juga diamini oleh Fuller (2010), mantan pentolan CIA, yang terekam dalam bukunya A World without Islam. Secara hipotetik, dalam sebuah diskusi di Rumi Forum, sebuah lembaga yang didirikan di Washington DC untuk dialog antaragama dan antarbudaya, Fuller menyatakan ”bahkan jika Islam dan Nabi Muhammad tidak pernah ada, hubungan antara Barat, terutama Amerika Serikat, dan Timur Tengah tidak akan berbeda jauh”.

Dalam bahasa lain yang lebih sederhana, “jika Islam tidak ada, konflik di muka bumi pun masih terjadi”.

 

Revitalisasi peran agama

Karenanya, merevitalisasi peran agama saat ini menjadi semakin penting, ketika fakta di lapangan memerlukan penjelasan yang lebih canggih. Survei yang dilakukan Pew Research Center pada pertengahan 2020 (Tamir et al., 2020) menemukan bahwa negara yang warganya mempunyai kepercayaan tinggi terhadap Tuhan, justru mempunyai Produk Domestik Bruto per kapita yang rendah.

Indonesia termasuk negara yang warganya sangat percaya dengan Tuhan, tetapi menempati posisi 102 negara paling korup dari 180 negara menurut Tranparency International. Belum lagi ditambah fakta kecenderungan global, proporsi terbesar mereka yang tidak percaya kepada Tuhan adalah yang berpenghasilan lebih besar, berpendidikan lebih tinggi, dan berusia lebih muda. Pew Research Center menyebut fakta ini sebagai The Global God Divide, kesenjangan Tuhan global.

Ajaran Islam seharusnya bisa menjadi pijakan dan katalis yang mendorong kemajuan Indonesia. Dan, muslim sudah seharusnya menjadi lokomotif dan aktor utamanya.

 

Referensi

Fuller, G. E. (2010). A World without Islam. New York: Little, Brown and Company.

Gleditsch, N. P., & Rudolfsen, I. (2016). Are Muslim countries more prone to violence?. Research & Politics, 3(2), 1–9

Lipka, M. (2017). Muslims and Islam: Key findings in the U.S. and around the world. Tersedia daring di https://www.pewresearch.org/fact-tank/2017/08/09/muslims-and-islam-key-findings-in-the-u-s-and-around-the-world/

Majumdar, S. (2021). Key findings about restrictions on religion around the world in 2019. Tersedia daring di https://www.pewresearch.org/fact-tank/2021/09/30/key-findings-about-restrictions-on-religion-around-the-world-in-2019/

Tamir, C., Connaughton, A. & Salazar, A. M. (2020). The Global God Divide. Tersedia daring di https://www.pewresearch.org/global/2020/07/20/the-global-god-divide/

Sambutan pembuka Kuliah Umum Visi Baru Islam untuk Indonesia Maju oleh Sukidi, Ph.D. di Universitas Islam Indonesia, 30 Oktober 2021.

Acara Growth Festival 2021 yang diadakan Direktorat Pembinaan & Pengembangan Kewirausahaan/Simpul Tumbuh UII resmi ditutup pada Kamis (28/10). Wakil Rektor IV UII, Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D. dalam sambutan penutupan mengatakan penguatan entrepreneur mindset dari lulusan akan sulit diwujudkan tanpa ekosistem yang mendukung. Growth Festival yang khas UII ini menjadi salah satu ajang untuk belajar bersama, mengasah dan mempertajam entrepreneur mindset melalui berbagai forum diskusi dan lokakarya.

“Kami berharap tahun depan situasi pandemi sudah jauh lebih berkurang sehingga memungkinkan kembali menyelenggarakan Growth Festival secara luring atau kombinasi luring dan daring sehingga pengalaman yang diperoleh dapat lebih dalam dirasakan oleh peserta festival,” harapnya.

Read more

Peran Pemuda

Memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSH FH UII) menyelenggarakan Talkhsow bertemakan “Peran Pemuda untuk Pembangunan Bangsa”, pada Kamis, (28/10). Kegiatan ini digelar secara virtual melalui Zoom meeting online, yang juga disiarkan secara langsung melalui kanal youtube PSH FH UII.

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) terus berkomitmen mendukung program vaksinasi pemerintah. Melalui peran Jurusan Farmasi FMIPA UII, kembali diselenggarakan vaksinasi Covid-19 dosis ke-2 bagi 800 peserta yang berlangsung di Auditorium Prof. K.H. Abdulkahar Mudzakkir pada Rabu (27/10). Vaksinasi yang menggunakan jenis Sinovac ini berkolaborasi dengan Pengurus Cabang Ikatan Apoteker Indonesia (PC IAI) Kabupaten Sleman dan RS Bhayangkara Polda DIY.

Read more

Peran Pemuda

Sekretariat Kabinet Republik Indonesia (Setkab RI) bekerjasama dengan Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka meningkatkan partisipasi politik masyarakat Indonesia. FGD bertemakan “Peran Partai Politik dan Organisasi Kemasyarakatan dalam Mendorong Partisipasi Politik di Indonesia” digelar di gedung Fakultas Hukum UII pada Selasa (26/10).

Read more

Melalui Podcast, Aufanida Ingin Mensyiarkan Ramadan

Kantor Urusan Internasional Universitas Islam Indonesia (KUI UII) bekerjasama dengan lima perguruan tinggi di lima negara, yaitu Polandia, Perancis, Korea, Kazakhstan, dan China, menyelenggarakan International Cultural Festival. Acara ini diselenggarakan secara virtual pada 26 November hingga 6 Oktober mendatang, Kegiatan ini diikuti mahasiswa-mahasiswa di enam negara tersebut.

Read more

Tim mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) yang beranggotakan Adi Nugraha, Naila Salim Suparlan, dan Vatia Lucyana Hendyca berhasil menyabet juara 1 bidang lomba video edukasi pada gelaran Airlangga Medical Scientific Week, Minggu (24/10). Tim ini berhasil unggul dari peserta lainnya yang berasal dari berbagai universitas bergengsi di Indonesia

Read more