Akhir semester ini, kali kesepuluh, kami, Jurusan Studi Informatika Universitas Islam Indonesia, menggelar pameran karya mahasiswa. Pertama kali, pameran dilaksanakan pada 2016, ketika kami “memerdekakan” kurikulum, empat tahun sebelum konsep serupa diperkenalkan secara nasional.
Sebelum pandemi Covid-19, acara dihelat laksana pameran betulan, dengan stan untuk setiap tim dan terbuka untuk publik. Pengunjung bisa ikut memberikan penilaian yang menjadi salah satu komponen nilai akhir.
Pameran ini diselenggarakan setiap akhir semester. Biasanya kami gunakan auditorium terbesar kampus yang bisa menampung lebih dari 100 stan. Promosi terbuka pun kami jalankan. Setiap tim mendesain stan sebaik mungkin untuk menarik pengunjung.
Pembangunan keberlanjutan
Sejak tahun lalu, ketika pandemi Covid-19 menyerang, inovasi pun dilakukan. Pameran diganti dengan format daring. Pengunjung bisa melihat semua karya di laman khusus yang dikembangkan.
Karya dikelompokkan sesuai dengan 17 tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals) yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Setiap tim mendesain solusi terkait dengan salah satu tujuan tersebut, seperti pengentasan kemiskinan, kesehatan yang mendukung kesejahteraan, pendidikan berkualitas, sampai dengan pengadaan pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Selain etalase daring, sesi sinkron gelar wicara daring dengan tim terpilih pun dilaksanakan. Diskusi antarpeserta pun mengalir segar. Iklim yang terbentuk sangat membanggakan: saling mengapresiasi dan menyemangati. Salah satu komentar di tayangan langsung Youtube selama tiga jam sangat menggembirakan: “Loh, kok sudah selesai.”. Para peserta nampaknya sangat menikmati gelar wicara.
Pelajaran
Ikhtiar kami ini mungkin terlihat sederhana, namun semuanya didasarkan pada kesadaran yang mendalam. Gagasan memamerkan karya mahasiswa dari tugas kelas ini pun mengemban kurikulum tersembunyi dengan beragam tujuan.
Pertama, kami ingin mahasiswa terlibat dalam penyelesaian masalah riil di lapangan. Karenanya, komponen penugasan ke lapangan menjadi bagian penting. Tentu, ketika pandemi seperti pendekatan daring menjadi pilihan paling bijak. Intinya, mereka bertemu dengan aktor lapangan. Hal ini penting untuk mengasah sensitivitas mereka terhadap masalah di sekitarnya. Ini soal kepedulian.
Kedua, kami berharap mahasiswa menerjemahkan apa yang dipelajarinya sebagai bagian solusi masalah nyata. Dengan cara inilah, relevansi materi ajar bisa dipastikan dan ditingkatkan. Di tahap awal ini, bisa jadi, solusi ugahari yang dihasilkan, tetapi ini adalah mula yang baik untuk belajar memecahkan masalah yang lebih kompleks dengan gagasan yang lebih besar. Ini perihal kreativitas mendesain solusi yang kontekstual.
Ketiga, dengan pameran karya, mahasiswa pun belajar menjual gagasan ke khalayak luas. Di saat yang sama, mereka juga berlatih mengapresiasi dan saling menginspirasi. Keterampilan hidup ini sangat penting sebagai calon warga global yang akan berinteraksi dengan banyak budaya yang berbeda. Di samping mampu mengomunikasikan gagasan dengan baik, mereka juga akan menghargai keragaman yang mutlak diperlukan untuk maju bersama. Ini merupakan aspek memasarkan gagasan dan sekaligus menghargai perbedaan.
Keempat, situasi pandemi telah menjadikan mahasiswa semakin terbiasa bekerja bersama dengan kawan yang terpisah secara geografis. Tidak jarang mereka juga mempunyai masalah koneksi Internet. Bahkan, banyak di antara mereka yang belum pernah berjumpa secara fisik sejak menjadi mahasiswa pada 2020. Namun, mereka dengan segala kreativitasnya dapat menjaga semangat tim dan memecahkan tantangan yang diberikan. Ini adalah kemampuan penting untuk masa depan: kolaborasi dan semangat pantang menyerah. Ini juga tentang melatih keterampilan bekerja secara daring.
Sampai hari ini, tak seorangpun tahu kapan pandemi Covid-19 berakhir. Baik cepat maupun lambat, semua keterampilan tersebut di atas harus tetap diasah.
Perspektif melihat pembelajaran daring sebagai solusi darurat pun perlu dihentikan. Inilah saatnya meningkatkan pengalaman pembelajaran untuk memanen manfaat sebanyak mungkin. Kekurangan pasti ada, termasuk pekerjaan rumah untuk memastikan tidak ada anak bangsa yang tertinggal kereta. Namun, itu bukan alasan untuk terus mengutuk keadaan.
Tulisan ini sudah dimuat alam rubrik Opini Kedaulatan Rakyat, 15 Juli 2021.