Normalisasi hubungan diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) pada 13 Agustus 2020 silam sontak membuat kehebohan di dunia internasional. Muncul pro dan kontra dari negara mayoritas muslim yang selama ini tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Dalam kalangan mahasiswa prodi Hubungan Internasional tentu saja keadaan ini menjadi isu yang menarik. Prodi HI FPSB UII memberikan wadah melalui ngalirtalk melalui kanal YouTube dengan menggandeng 3 pemateri untuk menyampaikan pendapatnya dengan tema “Persahabatan Israel dan UEA: Bagaimana dengan Negara Islam Lain?”.

Read more

Ustadz Sulaiman Rasyid, S.T. kembali dihadirkan dalam kajian rutin bersama Takmir Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia (UII) pada Kamis (13/8). Kajian yang bertemakan The Greatest War: Ghazwah Mut’ah ini dilaksanakan secara daring. Dalam kajiannya, Ustadz Sulaiman Rasyid menyampaikan peperangan yang terjadi pada bulan Jumadil ‘Ula di musim panas tahun ke-18 Hijriah di Mu’tah, yakni sebuah desa di perbatasan Syam, yang sekarang bernama Kirk. Jarak antara desa tersebut dengan Mu’tah adalah 1.100 km.

Read more

Sebanyak 14 arsitek yang terdiri dari 10 wisudawati dan 4 wisudawan muda Program Profesi Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII) menjalani prosesi pengambilan sumpah profesi pada Kamis (13/8). Pengambilan sumpah profesi arsitek angkatan ke-5 tahun 2020 ini dilaksanakan melalui daring dan dibuka oleh Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII Miftahul Fauziah, Ph.D. Sementara pengambilan sumpah profesi dipimpin langsung Ir. Ahmad Saifudin Mustaqi, MT, IAI, AA, selaku Ketua Ikatan Arsitek Indonesia DIY.

Read more

Manusia kerap kali memiliki pola pikir yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang seringkali menimbulkan ragam pendapat di kalangan masyarakat. Perbedaan pola pikir juga disebabkan perbedaan sudut pandang yang dijadikan dasar, landasan atau alasan yang dipengaruhi oleh emosi, pendidikan dan pengalaman.

Read more

Mahasiswa UII kembali meraih juara dalam kompetisi bergengsi. Kali ini dalam National University Debating Championship (NUDC) pada 12 Agustus 2020, UKM English Debating Society (EDS UII) yang diwakili Chintya Arlita (Pendidikan Bahasa Inggris FPSB UII) berhasil meraih juara. NUDC dihelat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. NUDC tahun ini sangatlah berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Di tengah pandemi, pelaksanaan lomba pun dilakukan secara daring. Pengumuman pemenang lomba debat daring dilaksanan pada 18 Agustus 2020. EDS UII sendiri merupakan UKM terbaru yang memfokuskan anggotanya dalam kegiatan debat.

Read more

Menyelesaikan tugas akhir dengan tepat waktu tentu menjadi impian banyak mahasiswa. Pasalnya cepat atau lambatnya penyelesaian tugas akhir turut mempengaruhi lama studi. Hal inilah yang kemudian menjadi perhatian Program Studi Teknik Industri UII. Lewat agenda Prodi Menyapa, prodi ini mengadakan webinar “Serba-Serbi Menulis Tugas Akhir yang Efektif” dengan narasumber Joko Sulistio, M.Sc dan moderator Harawati, MT pada Rabu (12/8).

Read more

Pandemi Covid-19 telah merubah sebagian besar tatanan kehidupan manusia, tak terkecuali dalam melaksanakan ibadah bagi umat muslim. Beribadah di masa wabah tentulah harus mengedepankan hati nurani dan rasionalitas untuk menjadikan keselamatan jiwa (hifd al–nafs) di atas segala-galanya. Sebab selain menjaga agama, Islam adalah agama yang sangat memperhatikan keselamatan jiwa.

Read more

Beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola dana Pendidikan) tentu tidaklah asing bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan studi pada jenjang Magister (S2) dan Doktoral (S3). Beasiswa ini tidaklah mudah didapatkan, selain banyaknya jumlah mahasiswa yang mengikuti seleksi, materi tes yang diberikan juga tidaklah gampang.

Read more

Program Studi Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII) bekerjasama dengan Pusat Studi Real Estate mengadakan open course and talks dengan judul the new norm of living: green property pada Selasa (11/8). Kegiatan ini menghadirkan Arsitek Praktisi Green Building, Ar. Ariko andikabina GP sebagai pemateri dan Ir. ‪Ahmad Saifudin Mutaqi, M.T., IAI., AA., Kepala Pusat Studi Real Estate Arsitektur UII sebagai host.

Read more

Meski saya orang awam dari perspektif keilmuan arsitektur, hasil pembacaan terbatas saya mengantarkan pada sebuah kesimpulan sementara, bahwa pandemi Covid-19 mempengaruhi para arsitek dalam menjalankan perannya. Saya temukan di literatur yang merekam beragam konsep untuk merespons pandemi dengan program intervensi kreatif, termasuk desain interior yang membatasi penularan virus sampai dengan desain rumah tinggal yang dapat mengakomodasi kebutuhan ruang kerja, ketika sampai hari ini kerja dari rumah (KdR), masih menjadi pilihan yang masuk akal.

Pandemi ini bukan masalah beberapa pekan ke depan, karena sampai hari ini, kita belum melihat bahwa pandemi akan segera berakhir. Sebagian ahli mengatakan bahwa keadaaan tidak akan kembali normal sampai vaksin ditemukan. Ketika vaksin ditemukan pun perlu waktu untuk memproduksinya untuk miliaran umat manusia. Sebagian ahli yang lain mengingatkan bahwa keadaan normal antara sebelum dan bakda pandemi akan sangat berbeda.

 

Dampak dan contoh

Di kesempatan yang singkat ini, saya ingin mengajak para arsitek untuk terus memasang mata dan telinga, mengikuti perkembangan yang ada, dan melakukan refleksi atasnya. Siapkan diri untuk belajar hal baru, yang bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Pandemi telah memberikan pelajaran di depan mata, bahwa banyak kejadian yang di luar imajinasi, dan kita harus siap meresponsnya.

Seorang profesor bidang arsitektur di Korea, seperti dilaporkan di The Korea Herald[1] memprediksi beragam kemungkinan respons tersebut. Untuk desain rumah, termasuk di antaranya adalah desain rumah yang membuat KdR lebih nyaman, rumah yang lebih besar, rumah dengan teras, rumah dengan sirkulasi udara dan akses cahaya yang baik, ruang dengan multifungsi, dan lain-lain.

Dalam konteks yang lebih luas, di luar rumah, beberapa perubahan diprediksi akan terjadi dan sudah mulai menemukan buktinya. Desain ruang publik yang memastikan jarak fisik, desain yang memperhatikan betul alur mobilitas manusia, desain yang fleksibel, sampai penggunaan teknologi bangunan modular yang akan menghadirkan proses kontruksi yang cepat dan fleksibel.

Perlu kita catat di sini, respons yang baik harus kontekstual dan contoh di atas dapat diperpanjang daftarnya hampir tak terbatas. Setiap konteks akan memberikan sederet contoh yang berbeda.

Untuk menghindarkan jebakan contoh, mari kita naik ke level abstraksi yang agak tinggi.

 

Mendesain afordans

Terkhusus untuk para arsitek muda, apapun yang dibuat oleh manusia bersifat artifisial, tidak alami. Karenanya, semua karya manusia tersebut disebut artefak. Ketika sebuah artefak berinteraksi dengan aktor di sebuah lingkungan, muncullah kemungkinan tindakan, yang disebut dengan affordance (afordans, mari kenalkan istilah ini). Begitu pun karya arsitektur ketika pandemi dan bakda pandemi. Saya percaya bahwa konsep afordans, dapat mempersenjatai para desainer (termasuk arsitek) dalam menghasilkan artefak, termasuk memberikan makna ulang kepada artefak yang sudah ada.

Saya ingin meminjam rangkuman yang dibuat tiga kawan baik saya (Lanamäki, Thapa, Stendal [2016]). Afordans dapat bersifat kanonikal, sesuai dengan kesepakatan bersama atau konvensi. Misal, sulit menemukan orang yang tidak sepakat ketika kita mengatakan bahwa “rumah digunakan untuk tinggal”. Karenanya di Indonesia, disebut dengan rumah tinggal. ini adalah afordans kanonikal (canonical affordance). Dengan kacamata ini, desainer tidak punya kuasa, karena afordans ini merupakan pemahaman kulural kolektif. Atau, kalau pun bisa, memerlukan waktu yang lama untuk menjadikan sebuah “konsep” baru diterima secara kultural, tanpa debat.

Di tahapan selanjutnya, barulah arsitek bisa masuk. Artefak yang dihasilkan berdasar imajinasi tentang apa yang akan dilakukan oleh penggunanya. Di sini, arsitek akan menghadirkan yang diimajinasikan atau dipersepsikan akan memungkinkan penggunaannya untuk melakukan tindakan tertentu. Misalnya, gedung kampus didesain sebagai ruang pembelajaran yang memungkinkan interaksi antara dosen dan mahasiswa, atau rumah tinggal satu lantai yang didesain untuk pasangan lansia yang mempunyai kesulitan mobiltas fisik “vertikal”, atau rumah tinggal beberapa lantai untuk keluarga besar di tanah yang terbatas. Inilah afordans yang didesain (designed affordance).

Pertanyaan selanjutnya, apakah afordans yang didesain akan digunakan oleh pengguna seperti yang dibayangkan oleh penggunanya? Belum tentu. Banyak contoh yang bisa diberikan. Di sebuah daerah di Sumatera, dekat Muaro Jambi, misalnya, banyak rumah bertingkat yang tidak ditinggali dan dibiarkan untuk rumah burung walet. Atau, ketika pandemi saat ini, ruang yang tadinya didesain untuk kepasitas 20 orang, hanya dihuni oleh 10 orang.

Kapasitas ruang untuk 20 orang adalah afordans potensial (potential affordance). Apakah pengguna riil akan menggunakannya untuk 20 orang, semua terserah pengguna. Kuasa desainer di sini, sudah berpindah ke pengguna. Pengguna bisa membayangkan beragam potensi penggunaan ruang. Jika di kampus, ruang tersebut dapat digunakan sebagai ruang kelas, ruang diskusi, atau bahkan musala kecil. Di rumah, saat ini, ruang tamu bisa dipersepsikan oleh pengguna sebagai ruang kerja. Teras bisa juga dipersepsikan menjadi tempat rapat daring, bahkan untuk lintaslembaga atau lintasnegara.

Dunia nyata tidak dibentuk oleh afordans potensial, tetapi oleh afordans yang teraktualisasi (actualized affordance). Ketika pandemi seperti saat ini, afordans yang teraktualisasi menjadi tidak selalu mudah ditebak dan bisa sangat berbeda dengan yang dibayangkan oleh arsitek ketika mendesainnya. Gedung olah raga bisa berubah menjadi tempat produksi alat pelindung diri, laboratorium teknik mesin menjadi tempat produksi pelindung wajah, pabrik tekstil memproduksi masker yang tidak pernah dilakukan sejak berdirinya, dan hotel menjadi tempat karantina pasien yang terpapar virus.

Di waktu seperti ini, kreativitas arsitek dalam memaknai ulang fungsi artefak menjadi penting. Karenanya, fleksibilitas dalam desain menjadi menarik dikaji untuk menjadikan artefak arsitektur responsif untuk kejadian yang tidak terduga. Desain kursi ruang pelatihan atau rapat yang dapat ditumpuk atau meja yang dapat dilipat adalah beberapa contoh sederhana. Ruang menjadi nyaman digunakan terlepas dari cacah peserta pelatihan atau rapat yang menggunakan.

Pesan saya kepada para arsitek muda, jangan mudah percaya dengan yang saya sampaikan. Selalu telaah dengan skeptis dan kritis. Lawan dengan argumen lain jika diperlukan. Ingat, latar belakang saya bukan arsitektur. Saya hanya mencoba menggunakan pisau analisis yang saat ini digunakan di bidang saya, sistem informasi, dan menggunakannya untuk melihat di konteks arsitektur.

Satu hal yang saya yakini, dan mungkin Saudara sepakat, bagi saya, yang didesain oleh seorang arsitek bukanlah bangunan atau gedung, tetapi afordans yang diimajinasi.

Selamat berkarya dan berimajinasi.

Sambutan pada acara Sumpah Profesi Arsitek, Program Studi Profesi Arsitek, Universitas Islam Indonesia, 13 Agustus 2020.

 

Referensi

Lanamäki, A., Thapa, D., Stendal, K. (2016) When Is an Affordance? Outlining Four Stances. Dalam Introna L., Kavanagh D., Kelly S., Orlikowski W., Scott S. (eds) Beyond Interpretivism? New Encounters with Technology and Organization. IS&O 2016. IFIP Advances in Information and Communication Technology, 489, Springer.

[1] http://www.koreaherald.com/view.php?ud=20200528000802