Sudah hampir delapan bulan, dampak pandemi Covid-19 terasa di kalangan perguruan tinggi (PT). Sejak pertengahan Maret 2020, beragam respons sudah dijalankan, mulai dari pembelajaran daring (dalam jaringan), kerja dari rumah, sampai dengan pembatalan atau desain ulang aktivitas. Dampak pandemi ini terasa hampir merata di seluruh pojok dunia, tak terkecuali di PT negara maju.

Di Australia misalnya, pada pertengahan Oktober 2020, sebanyak 11.000 staf akan dirumahkan. Angka ini diperkirakan menjadi 21.000 di akhir 2020 (Derwin, 2020). Penurunan cacah mahasiswa, terutama mahasiswa internasional, yang di beberapa PT merupakan sumber dari 40% total pendapatannya, menjadi salah satu sebab. Selain pemutusan hubungan kerja sekitar 10% staf, beberapa PT juga melakukan reorganisasi, termasuk memangkas cacah fakultas.

Potret di belahan dunia lain seperti Amerika dan Eropa tidak jauh berbeda (Bodin, 2020). Beberapa PT diprediksi di ambang kebangkrutan karena penurunan cacah mahasiswa dan juga tersendatnya pendapatan untuk menjamin keberlangsungan organisasi. Di Inggris misalnya, diperkirakan terdapat penurunan cacah mahasiswa internasional sampai 121.000 (Burke, 2020). Cacah staf yang berisiko dirumahkan mencapai 30.000. Di Amerika, sekitar 337.000 orang diperkirakan kehilangan pekerjaan di PT. Angka ini sekitar 7% dari total staf yang bekerja di PT Amerika (Bauman, 2020).

 

Potret PT Indonesia

Sampai saat ini, tidak ada data lengkap yang dapat diakses. Namun, catatan anekdotal yang tersebar secara umum mengindikasikan potret buram. Survei yang dilaksanakan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta pada awal Juli 2020, menunjukkan bahwa hanya 19,16% dari 51 PT swasta yang tidak mempunyai masalah finansial. Sisanya melakukan mitigasi dengan beragam cara, termasuk pemutusan hubungan kerja.

Selain itu, beberapa PT sudah memotong gaji/tunjangan (23,7%) dan menunda pembayaran gaji/tunjangan (5,88%). Solusi lain yang diambil adalah penggunaan saldo/tabungan (35,29%), meminta bantuan ke badan penyelenggara/yayasan (27,45%), meminjam uang ke pihak ketiga seperti bank (5,88%), serta menjual aset (3,9%). Angka-angka ini, paling tidak menunjukkan bahwa PT di kala pandemi tidak sedang baik-baik saja.

Memang, di sisi lain, potret PT besar dengan mahasiswa dari kalangan menengah ke atas nampaknya masih cerah, karena kapasitas finansial yang masih memadai. Tetapi tidak demikian halnya untuk PT yang selama ini menyasar mahasiswa dari kalangan menengah ke bawah. Dampaknya sudah sangat terasa, mulai dari penurusan cacah mahasiswa baru pada 2020 ini secara drastis.

Meski demikian, PT besar yang tidak terdampak secara signifikan, juga tetap harus berhati-hati. Jika pandemi berkepanjangan, dampaknya mungkin akan terasa dalam waktu 2-3 tahun mendatang jika kapasitas finansial kelas menengah ke atas juga mulai goyang, ketika pendapatan menurun dan tabungan semakin tergerus. Karenanya, tidak ada pilihan lain untuk semua PT untuk mendesain rencana matang untuk memitigasi pandemi yang tak seorang pun tahu kapan akan berakhir.

 

Mitigasi kala pandemi

Dalam keadaan normal sebelum pandemi menyerang, fokus PT dapat disederhanakan ke dalam dua aspek: kualitas akademik dan keberlangsungan organisasi. Ketika pandemi menyerang, dua fokus baru menggeser kedua aspek tersebut: keselamatan jiwa dan keberlangsungan akademik.

Beragam inisiatif telah dijalankan oleh PT, dengan secara macam keterbatasan dan ceritanya. Pembelajaran daring dan kerja dari rumah, misalnya, telah berlangsung sejak pertengahan Maret 2020. Beberapa PT, saat ini juga menjalankan pembelajaran campuran, kombinasi antara daring dan luring (luar jaringan), meskipun tidak sulit untuk bersepakat bahwa porsi daringnya masih sangat dominan. Banyak aktivitas akademik lain dan pendukungnya pun didesain ulang dengan memanfaatkan kanal daring berbantuan teknologi informasi (TI).

Ketika pandemi baru menyerang, PT masih punyai dalil kedaruratan untuk membuat ruang toleransi atau kompromi sampai batas yang disepakati. Namun, setelah memasuki semester baru tahun akademik 2020, dalil kedaruratan sudah berkurang validitasnya. Artinya, PT sudah harus harus menaruh fokus lebih besar pada aspek kualitas akademik dan keberlangsungan organisasi, yang sempat terpinggirkan. Apa yang bisa dilakukan PT? Berikut beberapa di antaranya.

Pertama, penguatan ekosistem TI tidak lagi menjadi pilihan, tetapi sudah merupakan keniscayaan. Ekosistem TI di sini harus dibaca dalam definisinya yang luas, termasuk sistem informasi dan personel pendukungnya. Para pemimpin PT sudah seharusnya menaruh perhatian khusus di sisi ini, dengan serangkaian program dan alokasi sumber daya.

Terdapat satu hal penting di sini: pemimpin PT harus mengubah perspektif dalam melihat biaya yang dikeluarkan untuk TI, dari belanja operasional (operational expenditure) menjadi belanja modal alias investasi jangka panjang (capital expenditure). Tanpanya, akan sulit mengembangkan argumen untuk alokasi sumber daya dalam jumlah yang agak besar.

Selain itu, investasi TI tidak hanya untuk keperluan otomasi, tetapi lebih dari itu, untuk mentransformasi organisasi (Hammer, 1990). Karenanya, ekosistem TI di sini tidak hanya dibingkai sebagai pendukung operasional, tetapi sebagai perkakas strategis.

Kedua, masih terkait dengan yang pertama, penguatan ekosistem pembelajaran daring. Pada masa pandemi, meski tidak sempurna dan tanpa masalah, pembelajaran daring adalah pilihan yang paling rasional, karena mobilitas fisik sangat terbatas sebagai ikhtiar menjaga keselamatan jiwa.

Kesiapan setiap PT sangat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Karenanya, dalam konteks ini, PT perlu mempercepat penguatan ekosistem pembelajaran daring. Tidak hanya dari aspek TI, tetapi juga dari sisi produksi konten pembelajaran yang berkualitas, peningkatan kapabilitas aktor, desain proses pembelajaran, dan tidak kalah penting adalah penjaminan mutunya.

Pembelajaran daring sangat mungkin menjadi bagian permanen PT ke depan, baik sebagai komplemen, dalam bentuk pendamping pembelajaran tatap muka, maupun suplemen, dalam bentuk pelengkap pembelajaran tatap muka dengan pembukaan program studi pendidikan jarak jauh (e.g. Gallagher & Palmer, 2020). Jika yang terakhir ini dijalankan, maka model bisnis yang tepat juga perlu diformulasikan.

Ketiga, karena menunggu pandemi berakhir laksana mengharap Bang Toyib yang tak seorang pun tahu kapan pulang, inovasi dalam mendesain ulang beragam aktivitas akademik dan pendukungnya harus dilakukan. Inovasi ini untuk menyiasati keterbatasan mobilitas fisik warga PT, termasuk mahasiswa dan dosen. Ini adalah ikhtiar untuk menjaga harapan dan tidak menyerah kepada keadaan. Ini juga bukti bahwa pandemi tidak hanya sebagai musibah yang harus dimitigasi, tetapi juga membawa berkah tersembunyi (a blessing in disguise).

Di masa mendatang, meski pandemi sudah berakhir, model aktivitas daring seperti admisi mahasiswa baru, konferensi maya, dan mobilitas maya dapat menjadi salah satu opsi permanen, ketika dapat dijalankan dengan lebih mudah, murah, dan tetap berkualitas.

Keempat, meski terakhir, ini bukan afkir: mitigasi finansial. Ketika kapasitas finansial orang tua mahasiswa atau mahasiswa terdampak, maka prioritas pengeluaran dapat berubah. Data sampai akhir 2019 menunjukkan bahwa angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia baru mencapai 35,69%. Angka ini menunjukan persentasi penduduk Indonesia berusia 19-23 tahun yang menikmati bangku kuliah.

Pendidikan tinggi untuk banyak orang masih merupakan barang mewah. Di samping itu, pandemi telah menambah cacah penduduk miskin secara signifikan, tidak hanya di Indonesia (Luxiana, 2020), tetapi di banyak negara lain (The Economist, 2020). Catatan anekdotal dari lapangan menguatkan ini, ketika banyak calon mahasiswa yang mundur dengan alasan ketidakmampuan finansial.

Tentu, kondisi kesehatan finansial setiap PT berbeda-beda. Tetapi, nampaknya semua sepakat, kesehatan finansial merupakan salah satu faktor penting untuk menjamin keberlangsungan organisasi, dan karenanya perlu dimitigasi dengan serius. Faktor kontekstual setiap PT akan menghasilkan beragam strategi. Tidak selalu mudah dan mengenakkan, tetapi pilihan memang tidak banyak.

 

Epilog

Pandemi Covid-19 yang menyerang tiba-tiba menjadikan waktu tidak di pihak PT. Keputusan harus diambil secara cepat dengan informasi terbatas karena ketidakpastian sangat tinggi. Yang jelas, kondisi saat ini sangat berbeda dari masa sebelum pandemi. Prediksi pun tidak mudah dilakukan, apalagi ditambah dengan kecepatan perubahan yang bisa sangat cepat dan mendadak. Karenanya, efektivitas dari sebuah keputusan lebih penting dibandingkan kesempurnaan.

Pandemi memang belum jelas kapan berakhir, tetapi optimisme terukur harus terus  dijaga. Sangat disayangkan, jika pandemi yang telah memaksa PT mengorbankan banyak hal ini berlalu begitu saja, tanpa banyak perubahan berarti untuk lentingan lebih baik ke masa depan.

 

Referensi

Bauman, D. (2020). The pandemic has pushed hundreds of thousands of workers out of higher education. The Chronicle of Higher Education, 6 Oktober. Tersedia daring: https://www.chronicle.com/article/how-the-pandemic-has-shrunk-higher-educations-work-force

Bodin, M. (2020). University redundancies, furloughs and pay cuts might loom amid the pandemic, survey finds. Nature, 30 Juli. Tersedia daring: https://www.nature.com/articles/d41586-020-02265-w

Burke, M. (2020). Pandemic is a looming disaster for UK universities with 30,000 jobs threatened. Chemistry World, 30 April. Tersedia daring: https://www.chemistryworld.com/news/pandemic-is-a-looming-disaster-for-uk-universities-with-30000-jobs-threatened/4011632.article

Derwin, J. (2020). This is how many jobs each Australian university has cut – or plans to – in 2020. Business Insider, 18 September. Tersedia daring: https://www.businessinsider.com.au/australian-university-job-cuts-losses-tally-2020-9

Gallagher, S., & Palmer, J. (2020). The pandemic pushed universities online. The change was long overdue. Harvard Business Review, 29 September. Tersedia daring: https://hbr.org/2020/09/the-pandemic-pushed-universities-online-the-change-was-long-overdue

Hammer, M. (1990). Reengineering work: don’t automate, obliterate. Harvard Business Review68(4), 104-112. Tersedia daring: https://hbr.org/1990/07/reengineering-work-dont-automate-obliterate

Luxiana, K. M. (2020). Mahfud MD: Angka kemiskinan naik jadi 9,7% karena pandemi Covid. detikNews, 24 Oktober. Tersedia daring: https://news.detik.com/berita/d-5227270/mahfud-md-angka-kemiskinan-naik-jadi-97-karena-pandemi-covid

McKie, A. (2020). UK universities ‘face £2.6bn coronavirus hit with 30K jobs at risk’. Times Higher Education, 23 April. Tersedia daring: https://www.timeshighereducation.com/news/uk-universities-face-ps26bn-coronavirus-hit-30k-jobs-risk

The Economist (2020). From plague to penury: The pandemic is plunging millions back into extreme poverty. The Economist, 26 September. Tersedia daring: https://www.economist.com/international/2020/09/26/ the-pandemic-is-plunging-millions-back-into-extreme-poverty

Tulisan ini sudah dimuat dalam Majalah UII Business and Economic Insights, edisi November-Desember 2020.

Menyelesaikan program doktor bukanlah hal yang mudah. Tidak semua mahasiswa yang mengambil program ini bisa menyelesaikannya. Doktor adalah kaum terpelajar negeri ini yang sebagian besarnya berafiliasi di perguruan tinggi. Mereka memiliki tanggung jawab besar sebagai bagian dari besarnya gelar yang disandang. Hal inilah yang disampaikan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Fathul Wahid, Ph.D kepada 12 doktor baru yang telah menyelesaikan studinya. Mereka menamatkan studinya di berbagai kampus terkemuka di negara Belanda, Jerman, Inggris, Malaysia, dan Indonesia. Penyambutan Doktor Baru UII Tahun 2020 digelar pada hari Selasa (22/12) dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube UII.

Fathul Wahid menyebutkan terdapat dua konsep tanggung jawab besar di bidang intelektual sesuai yang tertulis di dalam Al-Qur’an yaitu konsep ulul albab dan konsep arrosikhuna fil ilmi. Konsep ulul albab yaitu bagi orang yang akalnya berlapis-lapis (pemikiran yang tajam) dan memiliki  dua misi yaitu berdzikir dan berfikir.

“Berdzikir dapat diartikan dengan luas tidak hanya transendental kepada Allah tetapi juga horizontal sosial, peduli dengan kondisi bangsa dan negara juga bagian dari dzikir sosial. Karena dzikir artinya ingat dan ingat itu syarat untuk peduli, orang yang tidak ingat tidak mungkin peduli. Peduli pada nasib bangsa dan negara ini, mendorong jika lurus, meluruskan jika belok, ini juga tanggung jawab dzikir sosial,” terangnya.

Fathul Wahid menerangkan misi dari berpikir yang meliputi dua hal yaitu memikirkan fenomena alam dan fenomena sosial. Inilah kajian riset yang Rektor UII harap dilakukan secara istiqomah oleh para doktor. Melakukan riset sama halnya mengungkap pesan terselubung Allah, yang terselip di banyak fenomena alam dan sosial dan ilmu yang dihasilkan bisa dikatakan sebagai hidayah, dan hidayah hanya diberikan kepada yang bersungguh-sungguh.

Fathul Wahid mengungkapkan bertambahnya jumlah doktor di UII perlu disyukuri, karena data di Australia menunjukan sekitar 20 persen mahasiswa program doktoral tidak menyelesaikan studinya. Terlebih di masa pandemi semakin memburuk dan persentasenya bertambah lagi 25 persen yang dikarenakan masalah keuangan yang akut, sehingga saat ini jumlahnya menjadi 45 persen mahasiswa di Australia yang terancam tidak bisa menyelesaikan studinya.

“Data tadi pagi di pangkalan data perguruan tinggi menunjukkan bahwa dari 296.000 dosen yang terdaftar, hanya 42.825 yang bergelar doktor, artinya hanya 14,5 persen. Data di UII ada 212 yang bergelar doktor, ini sekitar 27 persen dari total dosen yang 700 lebih. Angka ini menarik karena hampir dua kali lipat rata-rata nasional, sehingga kita memang harus bersyukur sebagai warga UII dan ini tanpa kerja kolektif ibu bapak tidak mungkin dapat tercapai,” jelasnya.

Lebih lanjut, konsep yang kedua iaitu al-rasikhuna fi al-ilmi, yaitu orang-orang yang mendalam ilmunya. Doktor adalah orang yang mendalam ilmunya. Kedalaman ilmu seharusnya membimbing kepada Sang Pemilik Ilmu. Fathul Wahid mengutip Tafsir Ibnu Katsir tentang karakteristik orang yang mendalam ilmunya yaitu tawadhu’ kepada Allah, menghinakan diri di hadapan Allah untuk mendapat ridho-Nya, tidak berbesar diri terhadap orang yang berada di atasnya dan tidak merendahkan orang yang berada di bawahnya.

Ketua Bidang Pengembangan Pendidikan Pengurus Yayasan Badan Wakaf UII, Dr. Siti Anisah, S.H., M.H. berharap kepada seluruh doktor baru untuk terus menerus hadir mendampingi mahasiswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. “Mohon untuk tetap mengajar, membimbing, menguji di program studi masing-masing, meski nantinya bapak dan ibu akan ada tambahan kesibukan lainnya baik dari program studi yang lebih tinggi maupun kesibukan dari luar,” ucapnya.

Pentingnya Dukungan Internal Kampus

Mewakili doktor baru UII, Dr. rer. Soc. Masduki, S.Ag., M.Si. menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang mendukung seluruh proses pendidikan doktor. Rasa syukur yang mendalam juga ia ucapkan karena dengan bersyukur maka kenikmatan yang diperoleh juga akan bertambah. “Kita bersyukur, alhamdulillah perjalanan panjang itu sudah sampai pada satu titik dan kita berterimakasih jadi ini moment thanksgiving sekali lagi untuk pimpinan universitas dan badan wakaf,” ucapnya.

Masduki menyebutkan bantuan dan support dari universitas bisa dibagi tiga. Pertama, bantuan moral (ethic) lingkungan yang mendukung bahwa seorang akademis bisa mencapai level tertinggi di UII sangat baik. Kedua, dukungan yang bersifat regulasi seperti pemberian izin bagi dosen untuk tinggal dan stay di luar negeri. Ketiga adalah dukungan yang bersifat pendanaan baik bagi penerima beasiswa dari luar UII ataupun dari dalam UII. (HA/RS/ESP)

Saya ingin menyampaikan tiga poin. Pertama, menjadi doktor adalah nikmat yang harus disyukuri, karena tidak semua yang mengambil studi doktor dapat menyelesaikannya dengan beragam alasan. Tanpa dukungan banyak pihak dan izin Allah, nampaknya menjadi doktor menjadi sesuatu di luar imajinasi.

Di Amerika Utara, tingkat kegagalan studi doktor diperkirakan mencapai 40-50% (Litalien & 2015). Di Australia, sebelum pandemi Covid-19 menyerang, sekitar 20% mahasiswa program doktor tidak menyelesaikan studinya. Ketika pandemi, mereka menghadapi masalah pendanaan akut, sebanyak 45% (dari 1.020 responden) kemungkinkan akan menghentikan studi sampai akhir tahun ini (Johnson et al., 2020).

Saya belum menemukan statistik serupa di Indonesia. Data dari internal UII, bisa memberi gambaran bahwa tidak semua menyelesaikan program yang sudah diikuti. Yang menyelesaikan pun, ada yang cepat dan ada yang mendekati tenggat.

Kedua, doktor adalah kaum elit negeri ini. Sebagian besar mereka berafiliasi dengan lembaga pendidikan tinggi. Data termutakhir di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi menunjukkan, bahwa dari 296.040 dosen, hanya 42.825 alias 14,46% yang berpendidikan doktor.

Saat ini, UII mempunyai 212 dosen bergelar doktor, atau sekitar 27,8% dari total dosen. Angka ini hampir dua kali rata-rata nasional. Sebanyak 122 dosen sedang menempuh program doktor (baik di dalam maupun di luar negeri). Jika dengan izin Allah, semuanya dapat menyelesaikan studinya, maka cacah doktor di UII akan mencapai 334 atau sekitar 44,8% (sekitar tiga kali rata-rata nasional).

Sebagai warga elit negeri ini, tanggung jawab besar juga menyertainya. Ingat kata Paman Ben kepada Peter Parker alias Spiderman 🙂 Tidak tertulis dalam kontrak legal, tetapi melekat dalam kontrak etis. Apa tanggung jawab besar tersebut? Inilah poin ketiga. Saya ingin membingkainya dengan dua konsep penting dalam Al-Qur’an.

Konsep pertama adalah ulul albab, orang yang akalnya berlapis-lapis (QS Ali Imran: 190-191). Ulul albab secara bahasa berasal dari dua kata: ulu dan al-albab. Ulu berarti ‘yang mempunyai’, sedang al albab mempunyai beragam arti. Kata ulul albab muncul sebanyak 16 kali dalam Alquran. Dalam terjemahan Indonesia, arti yang paling sering digunakan adalah ‘akal’. Karenanya, ulul albab sering diartikan dengan ‘yang mempunyai akal’ atau ‘orang yang berakal’. Al-albab berbentuk jamak dan berasal dari al-lubb. Bentuk jamak ini mengindikasikan bahwa ulul albab adalah orang yang memiliki otak berlapis-lapis alias otak yang tajam.

Ulul albab mempunyai dua misi: berzikir dan berpikir. Berzikir diartikan secara luas, tidak hanya secara vertikal transendental, tetapi juga horizontal sosial. Peduli dengan kondisi bangsa dan negara, juga bisa masuk ke dalam zikir sosial ini. Bukankah zikir berarti ingat dan ingat terkait dengan kepedulian? Orang yang tidak peduli tidak akan ingat dengan realitas yang bahkan ada di sekelilingnya.

Misi berpikir melingkupi dua hal: fenomena alam dan fenomena sosial. Inilah kajian riset, termasuk yang dilakukan secara istikamah oleh para doktor. Riset pada intinya adalah mengungkap “pesan tersembungi Allah” yang terselip di banyak fenomena alam dan sosial. Ilmu yang didapatkan dapat kita anggap sebagai hidayah. Dan hidayah, hanya diberikan kepada yang sungguh-sungguh. Inilah “jihad” dalam arti yang luas (QS Al-Ankabut: 69).

Konsep kedua adalah al-rasikhuna fi al-ilmi, orang-orang yang mendalam ilmunya (QS Ali Imran: 7). Tentu kita akan mudah sepakat kalau doktor adalah orang-orang yang mendalam ilmunya. Saya tidak menjebakkan diri dalam diskusi definisi ilmu di sana.

Yang saya pahami, kedalaman ilmu seharusnya membimbing kepada Sang Pemilik Ilmu. Kedalaman di sini hanyalah perspektif manusia. Dalam pandangan Allah, manusia tidak diberi ilmu kecuali hanya sedikit (QS Al-Isra’: 85), dibandingkan ilmu Allah yang tidak terbatas. Ilmu tersebut tidak habis ditulis jika saja air laut menjadi tinta dan pepohonan menjadi penanya. Bahkan jika dihadirkan sejumlah itu lagi (QS Luqman: 27). Metafora ini sudah cukup memberi gambaran keluasan ilmu Allah dan kekerdilan pengetahuan kita.

Bagian akhir dari tafsir Ibnu Katsir untuk ayat 7 dari Surat Ali Imran mencatat karakteristik para orang yang mendalam ilmunya (al-rasikhuna fi al-ilmi) ini: (1) tawaduk kepada Allah, (2) menghinakan diri di depan Allah untuk mendapatkan ridaNya, (3) tidak berbesar diri terhadap orang yang berada di atasnya, dan (4) tidak merendahkan orang yang berada di bawahnya.

Konsep kedua ini (ulul albab dan al-rasikhuna fil al-ilmi) berfokus kepada nilai esoteris menjadi orang dengan akal berlapis dan mempunyai ilmu yang dalam.

Semoga Allah membimbing langkah kita semua, terutama para doktor baru, untuk terus berkiprah, menebar manfaat, dan meninggalkan jejak.

Referensi
Johnson, R. L., Coleman, R. A., Batten, N. H., Hallsworth, D., & Spencer, E. E. (2020). The Quiet Crisis of PhDs and COVID-19: Reaching the financial tipping point. Research Square. doi: 10.21203/rs.3.rs-36330/v2

Litalien, D., & Guay, F. (2015). Dropout intentions in PhD studies: A comprehensive model based on interpersonal relationships and motivational resources. Contemporary Educational Psychology, 41, 218–231. doi:10.1016/j.cedpsych.2015.03.004

Sambutan pada acara Penyambutan Doktor Baru Universitas Islam Indonesia, 22 Desember 2020.

imam al ghazali - berita uii

Program Studi Ilmu Komunikasi FPSB UII melalui channel YouTube UNIICOMS TV mengadakan acara Komunikita dengan tema “Komunikasi Profetik : Prinsip Komunikasi dalam Al-Qur’an”. Program yang telah memasuki episode ke-19 ini menghadirkan narasumber salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII yaitu Dr. Subhan Afifi, M.Si.

Read more

Masa pandemi bukan berarti mengurangi aktivitas produktif. Banyak aktivitas indoor mengasyikkan yang dapat dilakukan ketika pandemi. Salah satunya kebiasaan membaca buku. Kebiasaan ini sangat baik karena tidak hanya menambah pengetahuan tapi juga memuaskan rasa ingin tahu akan topik yang menjadi minat kita. Sebagaimana dibahas oleh English Department Students Association (EDSA FPSB UII) dalam acara english junkies yang diadakan melalui Zoom. Pembicara yang hadir adalah salah satu mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI UII), Irvan Rusian.

Read more

Menjadi seorang guru adalah profesi mulia. Namun bagaimanakah cara menjadi guru sekaligus membantu orang lain dalam hal perekonomian?. Hal tersebut dibahas oleh English Department Association (EDSA), Prodi Pendidikan Bahasa Inggris PBI FPSB UII dengan mengadakan webinar bertema “Sociopreneur As An Educator”. Kegiatan yang dikemas dengan nama EDSATALK ini berlangsung secara daring dengan narasumber Wakhyu Budi Utami, S.Pd., M.App.Ling. Ia adalah seorang guru sekaligus penggerak komunitas sociopreneur.

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) telah mampu menunjukkan kiprahnya melalui berbagai produk inovasi, baik dengan kegiatan penelitian maupun pengabdian masyarakat. Namun, kebermanfaatan produk inovasi bagi pengguna belum dapat dipastikan oleh dosen peneliti. Karenanya, Katsinov Meter hadir sebagai solusi untuk mengukur kesiapan suatu teknologi dari suatu program inovasi teknologi di industri/institusi/ maupun lembaga.

Read more

Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah. Topik ini mengemuka pada kajian kemuslimahan bertemakana Wonderful Muslimah (Beauty Inside, Brightness Outside) yang diselenggarakan oleh Lembaga Dakwah Fakultas CENTRIS Fakultas Teknologi Industri dan Lembaga Dakwah Kampus Al-Fath UII, Sabtu (19/12). Narasumber talk show kemuslimahan menghadirkan Ustadzah Floweria, SIP. yang merupakan founder @kelas_muslimah. Hal utama yang disampaikan adalah dengan menata niat mengikuti kajian kemuslimahan karena Allah Swt semata. Selain itu juga diniatkan untuk mencari ilmu karena ilmu bukan hanya lembaran tapi juga harus mencari berkah di dalamnya.

Read more

Barang siapa sedang belajar sejarah maka ia adalah orang yang beruntung karena belajar sejarah dapat menjadikan seseorang bijaksana. Dikatakan demikian karena sejarah membuat seseorang belajar membijaksanakan dirinya mengambil hikmah dan agar tidak terjatuh ke lubang yang sama dari berbagai pelajaran yang ada dalam sejarah.

Read more

Budaya literasi di Indonesia masih terbilang rendah. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya minat dan kebiasaan membaca masyarakat. Keadaan ini seperti disampaikan Moch Awam Prakoso, penggerak literasi dan founder kampung dongeng Indonesia. Pria peraih KPAI Awards 2008 serta rekor MURI 2003 ini menjadi pembicara dalam workshop literasi Prodi Ilmu Komunikasi FPSB UII dengan tema Boost Your Reading Quality: Pandemi gini pengen ngasah skill ah! Pengen banyakin bacaan kok susah ya. Acara tersebut diadakan secara daring.

Read more