Program Studi Informatika Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan internasional webinar dengan tema “Data Science”. Agenda ini menghadirkan tiga narasumber. Yang pertama yakni Dhomas Hatta Fudholi Ph.D dari UII, Dr. Dini Oktarina Dwi Handayani dari Taylor’s University Malaysia, dan Song Wan Li, Ph.D dari Nanjing Xiaozhuang University, Tiongkok.

Read more

Melalui Podcast, Aufanida Ingin Mensyiarkan Ramadan

Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia secara berlebihan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang lebih luas. Kondisi ini semakin pelik, mengingat pelanggaran peruntukan tata ruang di berbagai daerah di Indonesia pun kian masif.

Read more

Program Studi Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar kuliah perdana bertemakan “Penataan Ruang dan Kesejahteraan Masyarakat” pada Jumat (2/10). Sebagai pembicara Prof. Ir. Bambang Hari Wibisono, MUP., M.Sc., Ph.D., mengangkat judul Jalan Tol, Penataan Ruang dan Kesejahteraan Masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurutnya jalan tol sebagai keniscayaan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diatur di Perpres Nomor 56 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Read more

Program Studi Teknik Kimia UII mengadakan kegiatan kuliah daring dengan mengangkat tema energi terbarukan yakni biofuel dan biodiesel. Kegiatan yang menjadi bagian dalam program Global Engagement Grant (GEG) 2020 ini diisi pembicara asing yakni Isabel Nunes, Ph.D, assistant professor dari Universidade de Aveiro Portugal.

Read more

Semangat Baru di Tahun Ajaran Baru. Itulah tema yang disuguhkan CENTRIS (Center of Islamic Engineers) kala menyelenggarakan kajian rutin pada Kamis (1/10). Berlangsung sore hari, dosen Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII), Chancard Basumerda, S.T., M.Sc. dihadirkan sebagai pemateri oleh lembaga dakwah fakultas ini.

Read more

Bagi setiap negara, kesehatan seharusnya menjadi prioritas dalam penanganan Covid-19. Kebijakan yang mengutamakan ekonomi dan meremehkan kesehatan secara jangka pendek memang cukup menggiurkan, namun hal ini berisiko dan tidak dapat memastikan keberlanjutan dalam jangka panjang. Jika kesehatan tidak menjadi prioritas, kepastian untuk beraktivitas ekonomi berkelanjutan akan menjadi tantangan terbesar yang dihadapi negara.

Read more

Pandemi Covid-19 adalah cobaan bagi seluruh umat manusia. Hampir seluruh negara di muka bumi ini terpapar. Yang membedakan adalah sikap warga negara dan pengambil kebijakan terhadapnya, yang akhirnya berdampak pada pilihan ikhtiar dalam menanganinya, termasuk kecepatannya.

Di beberapa negara, pengambil kebijakan melihat pandemi Covid-19 sebagai ancaman nyata. Mereka tidak menolak keberadaannya. Mereka tidak menganggapnya sebagai hoaks atau bahkan konspirasi. Mereka tidak meremehkannya. Sikap seperti ini terbukti membimbing pengambil kebijakan untuk cepat mengambil tindakan, untuk mengamankan keselamatan jiwa warganya dan tindakan relevan lainnya.

Di sini, kita bisa tulis beberapa negara, termasuk Jerman di bawah kepemimpinan Kanselir Angela Merkel dan Selandia Baru di bawah pengawalan Perdana Menteri Jacinda Ardern. Mereka berdua percaya dengan sains dan menggunakan pendekatan saintifik dalam menangani pandemi.

Mereka berdua memilik latar belakang yang berbeda. Merkel sendiri adalah mantan peneliti dan pemegang gelar doktor di bidang kimia kuantum. Merkel terjun ke dunia politik pada usia 35 tahun dan menjadi menteri perempuan dan pemuda ketika berumur 37 tahun. Merkel menjadi kanselir saat berumur 51 tahun.

Ardern merupakan politisi muda dengan karier yang gemilang: terjun ke dunia politik pada usia 17 tahun, menjadi anggota parleman ketika berumur 28 tahun, memimpin Partai Buruh pada usia 37 tahun, dan dua bulan sesudahnya, menjadi perdana menteri pada usia yang sama: 37 tahun.

Meski berbeda latar belakang, namun ada yang menyamakan keduanya, selain mengakui dampak dahsyat dari pandemi: keduanya mencintai rakyatnya, dan mengambil banyak kebijakan berdasar sains dengan cepat. Efeknya memang bisa berbeda, karena kondisi kedua negara yang tidak sama, termasuk karakteristik demografis warga dan geografis wilayah.

Tentu, daftar negara yang sangat baik menangani pandemi ini dapat ditambah, termasuk di dalamnya ada Vietnam.

Namun, di belahan Dunia Baru, seorang presiden meremehkan kehadiran pandemi dan mengabaikan informasi yang diberikan oleh para saintis yang jujur. Sang presiden bahkan berkonflik secara terbuka dengan para saintis. Bahkan, ketika pandemi ini, pernah mengusulkan injeksi disinfektan ke dalam tubuh manusia.

Apakah Saudara percaya dengan saran ini? Saya yakin tidak. Tetapi di negara tersebut, beberapa orang meminum disinfektan karena percaya dengan saran presidennya, dan akhirnya harus berakhir di rumah sakit dan diterapi psikiater. Pada akhir April 2020, setelah saran dari Sang Presiden diberitakan, menurut sebuah laporan, kenaikan kasus keracunan disinfektan di negara tersebut meningkat 20%.

Pemimpin negara yang meremehkan kehadiran pandemi Covid-19, tidak hanya Sang Presiden dari dunia baru. Masih ada beberapa yang lain, termasuk presiden sebuah negara besar di Amerika Selatan, yang akhirnya dirinya terkonfirmasi positif Covid-19.

Bagaimana dengan Indonesia? Kita bisa menilai sendiri negara tercinta, berdasar data yang ada. Beberapa pertanyaan ini bisa membantu mencari jawab. Apakah ada penyangkalan dari para pengambil kebijakan? Apakah saran dari para saintis, termasuk para profesor di bidang kesehatan didengar dengan baik oleh para pengambil kebijakan? Ataukah, ada komentar yang menyepelekan kehadirannya? Ataukah beragam kebijakan sudah diambil untuk mengatasinya?. Sebagian dari kita mungkin akan sampai kepada kesimpulan: negara kita sudah berbuat baik, tapi seharusnya bisa lebih baik lagi. Beragam perspektif lainnya bisa dituliskan dalam daftar panjang.

Ada satu hal penting yang harus dicatat di sini. Selain kebijakan yang tepat, konsistensi pengawalan kebijakan di lapangan secara istikamah sangatlah penting.

Saat ini, baik menurut mereka yang menerima maupun yang menyangkal adanya pandemi (paling tidak di awal kemunculannya), semuanya sudah merasakan dampaknya yang dahsyat, termasuk pada sektor ekonomi. Karena pandemi sudah menjadi masalah lintasteritorial (negara, provinsi, kabupaten), maka penangannnya tidak mungkin efektif tanpa kerja sama antaraktor lintasteritorial.

Semua ikhtiar tersebut, sudah seharusnya dibingkai secara saintifik.

Sambutan pada Kuliah Pembuka Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia, 2 Oktober 2020.

 

Program Studi Kimia UII akreditasi Unggul

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia (FMIPA UII) menggelar konferensi internasional 3rd International Conference on Chemistry, Chemical Process and Engineering (IC3PE) 2020 secara daring. Dalam pelaksanaannya UII bekerjasama dengan Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana (Undana), Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sultan Agung Tirtayasa (Untirta), dan Fakultas Teknologi Teknik University College TATI Malaysia. Kegiatan yang dilakukan Rabu (31/9) ini mengangkat tema “Nurturing the Dynamic of Sustainable Chemistry by Exploring Indonesian Treasure”.

Read more