Amal jariyah menjadi amalan seseorang yang tidak akan terputus pahalanya meski ia telah meninggal. Dalam hadist Abu Hurairah diriwayatkan Rasulullah Saw terdapat tiga amalan jariyah, yakni sedekah jariah, ilmu bermanfaat, dan doa anak sholeh. Mengenai hal tersebut, Ustadz Amir Assoronji membawakan kajian secara online dengan merujuk pada Kitab Al- Yaum Al Akhir Al Qiyamah As Sugra pada Rabu (21/10). “Nasehat yang paling mengena adalah nasihat kematian, merenungkan kematian. Cukuplah kematian sebagai penggetar hati, penetes air mata, penghancur kelezatan, serta memutus pertemuan,” ujarnya.

Read more

Kematian menjadi hal yang pasti dialami semua makhluk hidup. Setelah kehidupan dunia, setiap manusia akan kekal tinggal di akhirat. Lembaga Dakwah Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia, Jamaah Fathan Mubina (Jafana) menggelar kajian online bertemakan “Siapkan Pembekalan Dunia untuk Akhirat”. Kajian yang dilaksanakan pada Selasa (20/10) ini mendatangkan pembicara Ustadz Fathurrahman Alkatitanji, S.H.I., dari Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam UII.

Read more

Inkubasi Bisnis & Inovasi Bersama (IBISMA) UII mengadakan IBISMA Growth Academy dengan materi Strategi Pitching for Startup dengan narasumber Siti Mahdaria, M.Mktg.Coms., dosen sekaligus pengajar UII Learning Center. Ia mengawali webinar dengan menjelaskan Bisnis Pitching, yakni menceritakan atau mempresentasikan startup kepada orang lain.

“Pitching tidak hanya harus dilakukan kepada investor, tapi juga ke semua audience seperti customer, partner bisnis, dan lain-lain. Tahap pertama yang harus dilakukan adalah tahap persiapan dengan membuat pitch deck, selanjutnya membuat elevator pitch, latihan presentasi, dan mencari  tahu tentang calon investor yang akan dituju”, jelasnya.

Read more

Melalui Podcast, Aufanida Ingin Mensyiarkan Ramadan

Beberapa bulan terakhir Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) di Indonesia menjadi topik yang ramai diperbincangkan, baik oleh akademisi juga kalangan umum. Omnibus Law ini juga banyak diperdebatkan dan dinilai merugikan sejumlah pihak, terlebih jika Omnibus Law dipandang dari segi urgensi dan signifikasinya.

Read more

Jumlah dosen Universitas Islam Indonesia (UII) dengan jabatan akademik Profesor atau Guru Besar kembali bertambah. Kali ini, Senin (19/10), Dosen Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UII, Dr. apt. Yandi Syukri, S.Si., M.Si. secara resmi menerima Surat Keputusan Kenaikan Jabatan Akademik Profesor. Dengan bertambahnya jumlah ini, tercatat UII telah memiliki 21 Profesor dari beragam bidang keilmuan.

Read more

Dari sisi cacah, profesor adalah kalangan elit negeri ini. Data pada akhir 2019 menunjukkan bahwa dari 261.827 dosen, hanya 5.664 (2,16%) yang mempunyai jabatan akademik profesor. Sebagai warga elit, hal ini membawa dua implikasi. Pertama, harapan publik sangat tinggi kepada para profesor, sebagai pengembang ilmu pengetahuan yang mengawal standar akademik tertinggi. Kedua, karenanya, jabatan profesor seharusnya tidak dimaknai sebagai akhir perjalanan akademik. Justru, ini adalah momentum untuk lebih kontributif. Isu-isu publik pun perlu mendapatkan perhatian dan semakin ditekuni.

Akar kata profesor sudah mengindikasikan hal ini. Kata profesor berasal dari bahasa Latin profess yang diserap ke dalam bahasa Inggris yang berarti “secara terbuka menyatakan atau secara publik mengklaim kepercayaan, keyakinan, atau  opini”. Karenanya, seorang profesor tidak hanya menyimpan isu-isu penting yang terinformasikan atau dibenarkan, tetapi bersedia menyatakan, mempertahankan, atau merekomendasikan isu-isu penting secara terbuka, baik di dalam kelas maupun melalui tulisan. Dalam bahasa Arab, profesor disebut dengan al-ustadz, yang dalam penggunaannya di Indonesia, kata kawan dari Libya, mengalami ‘pergeseran’ makna, menjadi guru mengaji.

Dalam kesempatan ini, saya mengajak semua profesor, terutama di Universitas Islam Indonesia, untuk ngemong orang lain, terutama yang lebih muda, untuk tumbuh dan berkembang. Dan, bukan sebaliknya, minta diemong, dan membuat repot banyak orang.

Gaya Socrates, guru dari Plato, menarik untuk ditilik ulang. Dalam literatur, dikenal Metode Socrates. Metode ini dijalankan Socrates yang menempatkan diri sebagai penanya yang persisten, bidan intelektual yang membantu orang lain melahirkan idenya sendiri dan kemudian menguji ide tersebut. Socrates percaya bahwa manusia mempunyai sumber daya pengetahuan yang terkubur di dalam dirinya. Yang dibutuhkan adalah seseorang yang membantunya membawa keluar pengetahuan yang tersembunyi tersebut.

Tentu, pendekatan ini bukan tanpa kritik. Bahkan, Socrates sendiri harus dibawa ke pengadilan dan dieksekusi dengan racun karena pendekatannya ini, yang dituduh merusak pemikiran generasi muda karena konsisten memosisikan dirinya sebagai kritikus sosial dan moral. Cerita lain melengkapinya: pendekatanya yang selalu bertanya “mengapa” telah membuat para pembesar Athena terlihat bodoh di hadapan publik. Ini adalah sisi paradoksal dari Socrates.

Buku The Republic yang ditulis oleh Plato (2012) itu, di dalamnya ada banyak sekali ide Socrates (bahkan narator buku tersebut adalah Socrates). Bagi Socrates, negara yang adil mempunyai empat karakteristik atau kebajikan: kebijaksanaan (wisdom), keberanian (courage), disiplin (discipline), dan keadilan (justice). Kebijaksanaan dijalankan oleh penguasa, keberanian datang dari para aktor pinggiran, disiplin diri terkait dengan kesepakatan bagaimana negara dikelola, dan keadilan adalah penerimaan bahwa setiap orang mempunyai peran yang dimainkan di dalam masyarakat.

Bagaimana profesor dapat berperan dalam konstelasi ini? Profesor dapat menjadi kekuatan moral dan intelektual, menjadi bagian warga yang kuat. Acemoglu dan Robinson (2020) dalam bukunya The Narrow Corridor: States, Societies, and the Fate of Liberty, membahas mahalnya harga kebebasan. Mereka berargumen bahwa kebebasan akan muncul dan berkembang jika negara dan warga kuat. Negara yang kuat diperlukan untuk mengendalikan kekerasan, menegakkan hukum, dan menyediakan layanan publik yang memberdayakan.

Di sisi lain, warga yang kuat dibutuhkan untuk mengontrol dan mengekang negara. Intelektualisme yang tumbuh di kalangan warga, terutama kaum terpelajarnya, adalah salah satu upaya menguatkan warga. Peran profesor sebagai intelektual ada di sini.

Karenanya, profesor selain tetap harus menekuni disiplinnya, juga dituntut untuk rajin menyampaikan opininya kepada publik, tidak hanya di kalangan akademik, tetapi juga khalayak ramai. Para profesor dituntut membangun jembatan antara disiplin ilmunya dengan kemajuan masyarakat, pembangunan bangsa, dan kelahiran peradaban baru. Bisa jadi, bagi sebagian orang, ini bukan zona yang nyaman.

Selamat menjalankan amanah kepada Prof. Yandi Syukri. Teruslah menjadi pribadi yang menginspirasi, tetaplah menginjak bumi, dan jangan sampai lupa diri. Semoga tetap menjadi kolega yang ngemong dan tidak minta diemong. Semoga amanah baru ini membawa berjuta keberkahan, tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga bagi anak istri, institusi, dan negeri. Insyaallah, Allah selalu meridai.

 

Referensi:

Plato (2012). The Republic. Terjemahan B. Jowett pada 1908. Chichester: Capstone.

Acemoglu, D., & Robinson, J. A. (2020). The Narrow Corridor: States, Societies, and the Fate of Liberty. New York: Penguin Books.

Sambutan pada acara serah terima Surat Keputusan pengangkatan jabatan Profesor Dr. apt. Yandi Syukri, S.Si., M.Si., pada 19 Oktober 2020.

 

Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar diskusi normalisasi hubungan Israel dengan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain. Diskusi melalui Zoom ini mengangkat judul “What the UEA-Israel-Bahrain Deal Means for Southeast Asian.” Pembicara utama yakni Dr. Mustafa Izzuddin, Ph.D., LSE dari Universitas Negeri Singapura.

Read more

Pengalaman pertama duduk di bangku kuliah tentunya mengasyikkan bagi mahasiswa baru. Namun mahasiswa baru hendaknya tidak lengah menjalankan kuliah. Walaupun masih semester satu, jalankan lah kuliah dengan sungguh-sungguh. Jangan terlalu meremehkan di semester awal karena untuk mengakhiri kuliah dengan baik juga dimulai dengan awal yang baik.

Demikian disampaikan Sri Indrawati, M.Eng, Sekretaris Program Studi Teknik Industri UII dalam agenda #prodimenyapa melalui instagram live akun resmi jurusan Teknik Industri FTI UII. Agenda #prodimenyaapa kali ini merupakan edisi tanya jawab bagi mahasiswa baru Teknik Industri UII. Di dalamnya juga terdapat even jalan-jalan virtual di kampus UII dikhususkan bagi mahasiswa baru yang belum pernah datang ke UII.

Read more

Siapa yang paling berbahagia ketika tanaman anggrek yang setiap hari kita layani dengan nutrisi cukup, berbunga? Tentu kita. Orang Arab mengatakan, kita menjadi abdi atas apa yang kita cintai. Man ahabba syaian fahuwa abduh. Tugas abdi adalah melayani.

Begitulah juga pemimpin. Kebahagian terbesar justru ketika yang kita layani bertumbuh dan berkembang. Pesan ini dilantangkan lagi oleh kolega saya dalam sebuah perbincangan santai tapi serius. Pemantiknya adalah fakta di lapangan ketika seorang pemimpin justru sibuk mengurus dirinya sendiri dan tidak memberi perhatian cukup untuk memberi ruang dan fasilitasi supaya kolega juniornya atau yang dipimpinnya bertumbuh dan berkembang.

Prinsip ini, jika disepakati, mempunyai banyak implikasi dalam menjalankan peran sebagai pemimpin. Berikut adalah tiga di antaranya.

Pertama, kepentingan yang dipimpin atau yang dalam bahasa Arab disebut ra’iyah (yang diindonesiakan menjadi rakyat) harus mendapatkan prioritas lebih tinggi. Tentu sesuai koridor norma dan sampai pada batas kemampuan.

Ini sesuai dengan kaidah inferensi hukum Islam. Tasharrufu al-imam ‘ala al-ra’iyah manuthun bi al-mashlahah. Kebijakan para pemimpin bergantung kepada maslahat yang dipimpinnya: rakyat atau anggota organisasi.

Karenanya, menjadi penting bagi pemimpin untuk selalu pasang mata dan telinga, menangkap sinyal dari yang dipimpin. Memang tidak semua bisa diakomodasi karena beragam alasan, tetapi pesan tulus sudah seharusnya juga direspons dengan serius, termasuk dengan mengatakan, misalnya: kita akan akomodasi ide tersebut pada saatnya.

Yang terpenting, konsiderans setiap kebijakan atau keputusan, diungkap secara terbuka, dan tidak ada “udang dibalik bakwan” 😉 Di era seperti ini, ketika lalu lintas  informasi tidak dapat dibendung, setiap “udang” akan muncul ke permukaan. Ini hanya soal waktu.

Kedua, pemimpin akan mengerem kebutuhan personal atau kelompoknya, meski legal dan boleh, yang punya implikasi kepada yang dipimpinnya.

Mengganti mobil dinas yang masih layak, misalnya, tentu akan berpengaruh kepada pos anggaran lain, yang bisa jadi berprioritas lebih tinggi. Atau, bisa jadi, keinginan untuk lebih produktif dalam publikasi atau mengikuti konferensi yang menyita waktu untuk melayani, akan menjadi uturan ke sekian. Tentu, daftar contoh dapat diperpanjang dan membuka diskusi lanjutan.

Pada level kesalehannya yang lebih tinggi, apa yang sah dilakukan oleh rakyat, bisa jadi menjadi “haram” atau paling tidak, bermasalah secara etis jika dilakukan oleh pemimpin.

Ketiga, pemimpin seharusnya lebih bahagia jika yang dipimpinnya dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik. Level tertingginya altruisme.

Altruisme, oleh A Rafiq, didefinisikan dengan sangat baik secara metaforis dalam sebuah syair lagu dangdutnya: “Seolah aku lilin yang menerangi. Tapi tubuh terbakar dimakan api.” Demikian potongan syair lagu Si Miskin Bercinta :-).

Tentu, tidak harus seekstrem itu. Setiap pemimpin dapat menentukan kadar sesuai dengan kemampuannya, karena, ada kehidupan lain yang harus dijalani selain menjadi pemimpin di organisasi atau kantor, seperti keluarga yang memerlukan perhatian.

Konsep pemimpin level 5 yang digagas oleh Collins (2001) dalam bukunya Good to Great, nampaknya relevan dengan diskusi ini. Pemimpin level ini rendah hati, tidak suka mengklaim keberhasilan orang lain, tetapi siap mengambil tanggung jawab. Dia sudah melewati tahapan menjadi pribadi yang kapabel, anggota tim yang kontributif, manajer yang kompeter, dan pemimpin yang efektif. Dia lebih senang bekerja dalam senyap dan tidak suka publisitas. Pemimpin seperti ini sudah selesai dengan masalah pribadinya.

Ketika yang dipimpin bertumbuh dan berkembang atau berprestasi, selalu ingat, itu laksana anggrek yang sedang berbunga indah. Anggrek yang bermekaran adalah balasan indah atas setiap tetes peluh yang keluar.

Jangan lupa bahagia, terutama karena dan untuk yang kita pimpin, mereka yang kita layani. Bahagia yang seperti ini bukan lagi pilihan, tapi keharusan.

Refleksi ringan, 15 Oktober 2020

Lembaga Dakwah CENTRIS FTI UII menyelenggarakan kajian bertema Kesuksesan Ilmu Dunia Akhirat dengan narasumber Ustadz Muhammad Ridwan Andi Purnomo, Ph.D pada Kamis (15/10). Dalam kajiannya, Ridwan menyampaikan bahwa rumus kebahagiaan berangkat dari pemahaman tauhid yang kita yakini. Ada tiga tauhid yakni tauhid rububiyah, uluhiyah, asma’ wa sifat. Allah SWT mengenalkan zat-zatnya melalui tauhid rububiyah dan uluhiyah.

Read more