Ketika pandemi Covid-19 mulai membuat panik manusia sejagad, beragam inisiatif dilakukan untuk meresponsnya dengan cepat. Salah satunya adalah produksi alat pelindung diri (APD) yang sangat dibutuhkan oleh para tenaga kesehatan di benteng terakhir. Banyak aktor, termasuk kampus, mencoba membuat pelindung wajah (face shield) dengan bantuan pencetak tiga dimensi. Niat baik ini, ternyata tidak bisa berpacu dengan waktu. Bahkan, Massachusetts Institute of Technology (MIT), kampus yang mempunyai teknologi pencetak tiga dimensi (3D printer) terbaik di dunia, merasa perlu mengingatkan.

Pencetak tiga dimensi untuk produksi APD bukan solusi yang tepat. Teknologi yang dipakai oleh kampus bukan untuk produksi massal dan lebih untuk membantu membuktikan konsep. Muncullah akhirnya beragam inovasi untuk produksi APD dengan bahan yang bisa ditemukan dan teknologi sederhana yang tersedia. Produksi baju hazmat dan APD lain pun dapat dilakukan oleh usaha kecil dan menengah (UKM), dengan harga terjangkau.

Inilah contoh inovasi ugahari (frugal innovation), yang juga disebut dengan improvisasi kreatif, yang telah terbukti menawarkan beragam solusi di kala pandemi. Salah satu karakter inovasi ugahari adalah aksesibilitas atau inklusivitasnya. Karenanya, inovasi ugahari juga dijuluki inovasi inklusif. Dalam konteks pandemi, semakin banyak aktor yang dapat terlibat akan meningkatkan kapasitas produksi dapat meningkat tajam untuk memenuhi kebutuhan yang tidak mengenal kata ‘nanti’.

Banyak kampus yang berikhtiar juga membuat ventilator yang sangat dibutuhkan oleh pasien yang sudah kritis untuk membantu pernafasan. Sebagian menyelesaikan sampai dengan sertifikasi, sebagian lain masih berjuang menyempurnakan ventilator satu arah (respirator). Desain yang dibuka oleh MIT telah membantu banyak kampus mengembangkan ventilator dengan harga jauh lebih murah. Harga ventilator impor dapat mencapai Rp 700 juta per unit, sedangkan ventilator, karya Salman ITB, misalnya, tidak sampai Rp 15 juta. Inilah karakter lain inovasi ugahari, yang juga disebut dengan inovasi biaya, karena mempunyai pengguna yang sensitif dengan harga.

Inovasi ugahari juga mewujud dalam bentuk lain, seperti mobilisasi sumber daya. Gerakan Sambatan Jogja (Sonjo), misalnya, menjadi tempat bertemunya aktor dari beragam latar belakang secara informal untuk mencari solusi bersama. Sonjo juga memfasilitasi diskusi konsep sampai eksekusinya dan bahkan menyediakan tempat UKM menayangkan produknya. Lagi-lagi, dengan teknologi ugahari yang mudah diakses oleh aktor dengan tingkat kemahiran yang sangat beragam.

Inisiatif serupa juga dilaksanakan oleh beragam aktor, termasuk perguruan tinggi. Sebagai contoh, Universitas Islam Indonesia, mengembangkan portal sederhana warungrakyat.uii.ac.id, sebagai tempat mangkal daring pelaku ekonomi kerakyatan. Versi awal portal ini dikembangkan hanya dalam waktu dua hari. Saat ini, sudah lebih dari 450 UKM bergabung. Awalnya, portal ini hanya dibuka untuk UKM di Yogyakarta dan sekitarnya, tapi akhirnya dibuka untuk UKM dari seluruh Indonesia. Ini karakter lain inovasi ugahari: skalabilitas.

Banyak UKM yang bergabung sudah berbagi cerita ceria karena roda warungnya kembali berputar dengan pesanan yang berdatangan melalui kanal daring. Cara bergabung ke portal pun dibuat sangat mudah dan tanpa biasa sepeserpun. Meski demikian, penjaga warung, sebutan untuk administrator portal ini, tidak jarang harus menuntun pemilik UKM untuk melakukan pendaftaran yang untuk sebagian besar orang sangat intuitif. Inovasi ugahari menawarkan keramahtamahan kepada penggunanya.

Penutupan kawasan setempat (local lockdown) yang terjadi di banyak tempat, termasuk di kampung-kampung, juga termasuk inovasi ugahari. Mungkin tidak banyak yang menyadari, bahwa inisiatif warga yang sering terkesan sebagai reaksi berlebihan ini, berkontribusi besar untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Material setempat, seperti batang bambu sekedarnya dan kain bekas dengan tulisan seperlunya, digunakan. Inovasi ugahari menggunakan sumberdaya setempat.

Karena eksposur warga yang kadang terbatas, tidak jarang bahkan muncul beragam gaya setempat penulisan kata “lockdown” tanpa mengurangi pemahaman, dan justru ditambah bonus senyum simpul. Lockdown secara keliru ditulis dengan “download”, “slowdown”, “london”, “lock dont”, atau bahkan “lauk daun”. Apapun yang tertulis, warga paham maksudnya, karena inovasi ugahari berfokus pada fungsi dasar.

Ketika beragam ilustrasi di atas, penulis ceritakan, seorang kolega di Inggris yang sedang meneliti bagaimana beragam bangsa merespons pandemi, menunjukkan rasa takjubnya.

Nampaknya, masih banyak contoh dari lapangan yang dapat ditambahkan oleh pembaca. Sampai di sini, nampaknya pembaca sepakat bahwa banyak inovasi ugahari yang sering tanpa disadari telah dijalankan.

Sebagian pembaca mungkin akan berkomentar, inovasi ugahari tidak sempurna, seperti APD yang belum diuji. Dalam situasi darurat seperti ini, kesempurnaan adalah musuh dari keefektifan. Para pendahulu kita yang bijak nampaknya sudah memberikan rumus emasnya: “tak ada rotan, akar pun jadi”.

Semangat inovasi inilah yang nampaknya perlu terus diasah oleh bangsa ini. Mari, apresiasi setiap inovasi yang berkontribusi memberi solusi di kala pandemi.

Tulisan ini telah dimuat di Republika Online pada 31 Mei 2020.

HENTIKAN TINDAKAN INTIMIDASI YANG MEMBERANGUS KEBEBASAN MIMBAR AKADEMIK

Salah satu buah reformasi adalah amandemen terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) yang antara lain memperteguh jaminan Hak Asasi Manusia (HAM). Di antara jaminan HAM tersebut adalah bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat (vide Pasal 28E ayat (3) UUD NRI Tahun 1945).

Dalam dunia akademik, kebebasan berpendapat berupa kebebasan akademik merupakan jantung dari sebuah perguruan tinggi. Kebebasan akademik sebagai ruh sekaligus penciri dari perguruan tinggi yang akan menjadi pendorong bagi terwujudnya demokratisasi suatu bangsa.

Read more

Pandemi Covid-19 memicu adanya krisis yang berdampak pada kehidupan sosial. Disrupsi besar ini memberikan sudut pandang baru bagi arsitek dalam melakukan pengelolaan kota. Kebijakan mengenai menjaga jarak fisik dan menghindari keramaian menjadi pemantik untuk mendesain kota yang berketahanan dan lebih sehat guna mengantisipasi adanya wabah serupa terulang kembali.

Lantas bagaimana merancang kembali ruang publik agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk berkumpul secara sosial namun tetap memperhatikan jarak fisik antar pribadi. Menanggapi hal tersebut, Program studi Arsitektur Universitas Islam Indonesia mengadakan webinar pada Kamis (28/5) melalui Zoom yang diisi oleh dua pembicara yakni Prof. Nicole Uhrig dari Anhait University of Applied Science dan Dr. -Ing Ilya Fadjar Maharika, MA dari Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII.

Read more

Jiwa mukmin - UII - berita kontrol kehamilan

Pandemi Covid-19 yang datang secara tiba-tiba, telah membuat segala aspek kehidupan berubah, tak terkecuali di dunia media kreatif. Melihat fenomena ini Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) terpantik mendiskusikannya dalam acara bertajuk Ngobrol Bareng Alumni (NGOBRAL) pada Selasa (19/5) secara daring.

Read more

Alhamdulillah, Allah masih mempertemukan kita dengan Ramadan di tahun ini. Tak terasa, tamu agung tersebut telah meninggalkan kita. Ramadan telah menjadi katalis — meminjam konsep dalam reaksi kimia — bagi semua mukmin untuk meningkatkan amal. Salat semakin tepat waktu ditegakkan, salat sunah semakin banyak ditunaikan, Al-Qur’an semakin tertib didaras, doa semakin sering dilantunkan, sedekah semakin rajin dijalankan, dan amarah semakin kuat dikekang. Singkatnya, Ramadan menghadirkan atmosfer yang kondusif untuk berbuat baik.

 

Katalis untuk istikamah

Dengan katalis Ramadan, proses reaksi dalam praktik keberagaman kita akan semakin cepat terjadi dan membekas. Ketika kebiasaan dalam Ramadan sudah menjadi bagian dalam keseharian kita, maka energi yang diperlukan untuk aktivasi niat baik menjadi amal bajik, tidak lagi tinggi. Yang dihasilkan adalah sikap baik yang istikamah alias konsisten. Inilah yang membimbing kita ke dalam derajat takwa, tujuan ultima dari puasa Ramadan.

Konsistensi dalam beriman dan beramal bajik inilah yang juga menjadi jaminan hidup yang baik (hayyah thoyyibah) (QS 16:97), yang ditandai tiga indikator: sejahtera (lahum ajruhum inda rabbihim), damai (wa laa khaufun alaihim), dan bahagia (wa laa hum yakhzanuun) (QS 2:62; 46:13).

Apakah bersikap konsisten mudah? Tidak. Karenanya dibutuhkan ikhtiar untuk menjaganya.  Berbuat bajik mudah, jika hanya dilakukan kadang kala. Bersikap jujur tidak sulit, jika hanya dijalankan sekali-dua kali. Menolong orang pun tidak berat, jika dibutuhkan ketika hati bahagia dan rezeki longgar. Tetapi, selalu berbuat bajik, senantiasi jujur, dan tak lelah menolong orang, membutuhkan keteguhan. Inilah istikamah.

Ikhtiar lain dalam menjaga istikamah adalah dengan tidak lelah mendekatkan diri dengan pengingat. Carilah lingkungan yang menyediakan sistem peringatan dini yang senantiasa hadir dengan nasihat: saling menasihati untuk menetapi kesabaran, untuk tak lelah menyebar kasih sayang, dan untuk menaati kebenaran (QS 90:17; 103:3). Nasihat akan menjadi pengingat ketika kita lupa (QS 7:179).

 

Pandemi yang menyucikan hati

Suasana Ramadan dan Idulfitri tahun ini pun kita lalui dengan suasana yang tidak biasa. Pandemi Covid-19 telah memaksa kita mengerjakan banyak hal dari rumah: bekerja, belajar, dan beribadah lain. Berada di rumah untuk menjauhi penyakit juga merupakah ibadah, karena ini adalah perintah Rasulullah (Sahih al-Bukhari 5728).

Jika beragam ikhtiar sudah dijalankan, ternyata masih terpapar penyakit dan mati, Rasulullah menyatakanya sebagai kematian yang syahid  (Sahih al-Bukhari 5732). Jadi, di dalam rumah, tidak bepergian meninggalkan atau memasuki wilayah pandemi bukan semata imbauan pemerintah. Ini adalah perintah agama. Luruskan niat.

Selama bekerja dari rumah atau menemani anak belajar dari rumah, banyak hikmah yang kita petik. Kita semakin menghargai pekerjaan yang diamanahkan kepada kita. Kita juga semakin mengapresiasi bagaimana para guru sangat membantu dalam mendidik anak-anal kita. Kita semakin menyadari bahwa hidup berdampingan secara rukun dengan orang lain sangat bermakna.

Refleksi yang tulus atas keadaan yang ada, insyaallah akan sampai pada kesimpulan bahwa pandemi ini dapat juga kita jadikan momentum untuk menyucikan diri. Kita memang diminta menjaga jarak, tetapi jangan lupa untuk menjaga solidaritas sosial. Kiat bisa sisihkan sebagian harta untuk yang membutuhkan, energi untuk mengedukasi publik, atau jaringan untuk membantu memasarkan produk sahabat kita. Jangan pernah abaikan amal bajik, sekecil apapun.

Semoga kondisi seperti ini di tengah Ramadan sebagai katalis dalam beribadah akan membawa kita ke tingkatan baru sebagai manusia, yang lebih terasah semua sudut kemanuasiannya (cf. QS 7:179; 25:43-44). Di tengah pandemi, takbir yang kita kumandangkan ketika Idulfitri pun semakin bermakna, karena mengingatkan kita betapa kecilnya manusia di hadapan Sang Pencipta yang Maha Besar.

Semoga Allah masih berkenan mempertemukan kita dengan Ramadan mendatang, sebagai penyuci jiwa jika masih terkotori (HR Muslim, Riyadl Ash-Shalihin 1149).). Semoga Allah selalu menjauhkan kita dari anasir jahat yang menggoda tak henti untuk menjaga kesucian hati.

Inilah hakikat idulfitri: kembali suci.

Refleksi Idulfitri 1441 H

Umat Islam di Indonesia hendaknya dapat menyikapi dengan bijak dan mengikuti anjuran pemerintah dalam menyambut Idulfitri tahun ini. Seperti pelaksanaan ibadah shalat Idulfitri di awal bulan Syawal secara berjamaah, yang biasa ditunaikan di masjid ataupun tanah lapang. Mengingat potensi penyebaran dan jumlah masyarakat posistif Covid-19 yang terus bertambah.

Read more

Arsitektur bangunan yang indah tentu akan menjadi perhatian khalayak, baik yang memahami ilmu arsitek maupun masyarakat awam. Seiring berjalannya waktu, karya arsitek bangunan pun terus berkembang, baik dalam sisi bangunannya juga dalam proses pembelajarannya. Dalam perkembangan pembelajaran misalnya terdapat banyak software yang mendukung atau memfasilitasi mahasiswa arsitektur, salah satunya aplikasi RESIST yang dikembangkan oleh arsitektur asal Swiss.

Read more

Program Studi Kimia UII akreditasi Unggul

Bulan suci Ramadan telah memasuki sepuluh hari terakhir. Di hari-hari ini pula, umat Islam mendambakan dapat bejumpa dengan lailatul qadr. Malam dengan berbagai keistimewaan yang dijanjikan oleh Allah Swt. Karenanya, tidak sedikit dari umat Islam meningkatkan ibadahnya di waktu-waktu ini.

Read more

Ramadhan Dermawan - UII

Bagi umat muslim menjalankan ibadah puasa Ramadan di tengah pandemi Covid-19 tentu terasa berbeda, terlebih bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Karena segala aktivitas termasuk ibadah harus dilakukan di rumah untuk mencegah penyebaran virus semakin meluas. Tak sepenuhnya mengutuk keadaan pandemi seperti sekarang ini, disisi lain hal yang perlu kita sadari bahwa ada beberapa hikmah tersembunyi yang bisa kita petik dalam menjalankan ibadah puasa di masa pandemi Covid-19 ini.

Read more

Melalui Podcast, Aufanida Ingin Mensyiarkan Ramadan

Sejak wabah Covid-19 menjadi pandemi global, masalah ketersediaan APD (Alat pelindung Diri) bagi tenaga medis untuk menangani pasien terjangkit virus turut menjadi sorotan. Kondisi ini pula yang dihadapi industri Farmasi dan alat kesehatan (alkes) dalam memenuhi kebutuhan APD bagi tenaga medis. Tak hanya kelangkaan dan sulit didapat, harga alkes dan APD pun sempat melambung tinggi.

Read more