Kemampuan komunikasi yang baik sudah menjadi atribut wajib bagi seorang akademisi, terutama peneliti yang erat kaitannya dengan publikasi ilmiah. Tanpa adanya komunikasi, suatu gagasan atau riset yang tengah dilakukan dapat menimbulkan kebingungan informasi atas riset tersebut. Komunikasi terutama berbicara di depan audiensi penting bagi seorang peneliti dalam keberlangsungan risetnya.
Guna meningkatkan kemampuan komunikasi tersebut Universitas Islam Indonesia (UII) bersama Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar Trainings in Transferable Skills: Presentation and Communication Skills pada 1-5 April 2019 di kampus UII. Kegiatan yang diselenggarakan kali ini, merupakan bagian dari kegiatan Repesea Erasmus+ dalam upaya peningkatan kapasitas perguruan tinggi di kawasan Asia Tenggara.
Disampaikan Sid Suntrayuth Ph.D., dari International College of NIDA, Bangkok Thailand seorang peneliti memiliki penguasaan komunikasi yang baik. Komunikasi akan menunjang transfer informasi dari peneliti mengenai riset yang tengah dikerjakannya. Pasalnya, penyampaian hasil riset yang efektif dapat meningkatkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam riset.
“Dengan informasi yang benar, disajikan dengan cara yang dapat dimengerti, bukan tidak mungkin kita bisa mendapatkan sebuah keputusan penting dalam suatu permasalahan yang diangkat dari topik penelitian tersebut,” ujarnya.
Lanjut Sid Suntrayuth, banyak sekali peneliti yang memiliki riset yang baik dan bagus namun kesulitan ketika harus menyampaikan riset yang dikerjakan, khususnya menggunakan Bahasa Inggris. Ia mengatakan terdapat tiga poin penting yang perlu diingat agar dalam berkomunikasi lawan bicara atau audiensi paham, yakni berbicara dengan jelas pada poin yang akan disampaikan, ajukan pertanyaan, dan mendengarkan lawan bicara dengan seksama.
Ketiga poin ini perlu dilakukan agar informasi yang diterima tidak salah. “Berbicaralah dengan tenang jangan berputar-putar dan langsung pada inti pembicaraan. Jika diperlukan gunakanlah bahasa tubuh agar lawan bicara atau audiensi bisa lebih memahami maksut yang kita sampaikan,” ujar Sid Suntrayuth.
Selain itu dalam berkomunikasi, perlu diperhatikan pula kecepatan dalam berbicara. Ini akan sangat berpengaruh terhadap sejauh mana informasi yang disampaikan dapat dipahami audiensi. Dengan terlalu cepat akan menyebabkan salah persepsi pada audiensi, namun dengan berbicara terlalu lambat dapat membuyarkan konsentrasi peneliti.
“Berbicara dengan normal tidak terlalu cepat dan lambat. Inilah salah satu perlunya bagi peneliti agar memahami riset yang tengah dikerjakan agar mampu menyampaikan informasi dengan baik,” ujar Sid Suntrayuth.
Sid Suntrayuth menambahkan dalam menyampaikan riset di depan audiensi diperlukanya kemampuan untuk membangun sebuah cerita. Ini akan menyebabkan ketertarikan audiensi terhadap topik yang sedang dibicarakan. Namun sekali lagi perlu diperhatikan agar cerita yang dibuat tidak bertele-tele guna menghindari salah paham.
“Buatlah kerangka cerita yang menarik agar audiensi nyaman mendengarkan apa yang disampaikan. Juga dapat dipadukan dengan tampilan presentasi yang menarik tentunya,” tandasnya. (ENI/RS)