Anak-anak usia sekitaran 14 – 15 tahun yang mengunakan media sosial selama 10 jam seminggu cenderung 56 kali merasa tidak bahagia, dibanding dengan teman-temannya yang tidak menggunakan media sosial. Selanjutnya mereka yang mengakses media sosial 6 jam selama seminggu cenderung 46% merasa tidak bahagia.

Demikian disampaikan Wakil Rektor 1 Bidang Pengembangan Akademik dan Riset, Dr. Drs. Imam Djati Widodo., M.Eng., S.c dalam acara Sumpah Profesi Psikolog periode 43 yang dilaksanakan pada Sabtu (30/03), bertempat di Auditorium lt. 3, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya.

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) secara konsisten turut mendukung kampanye Earth Hour, melalui aksi switch off pada Sabtu (30/3). Aksi dimatikannya seluruh jaringan listrik di lingkungan kampus UII ini, berlangsung selama satu jam, yakni mulai 20.30 sampai 21.30 WIB.

Dalam pelaksanaan kampanye peduli lingkungan kali ini, UII mengajak seluruh komponen kampus untuk turut berpartisipasi. Mulai dari dosen, pegawai, mahasiswa serta para alumni. Di kampus UII, aksi Earth Hour ditandai dengan seremoni pemadaman listrik di Gedung Mohammad Hatta, yang juga merupakan titik pertama listrik dipadamkan.

Read more

Situs Web UII menerima anugerah perunggu (bronze winner) dalam Public Relations Indonesia Award (PRIA) 2019 yang diselenggarakan oleh PR Indonesia. Sebagai satu-satunya ajang kompetisi PR paling komprehensif di Indonesia, PRIA merupakan salah satu barometer unjuk kerja kehumasan yang patut diikuti oleh segenap praktisi PR korporasi/organisasi. Pemberian penghargaan PRIA tahun ini adalah yang keempat kalinya sejak pertama kali diselenggarakan di tahun 2016.

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) mewisuda 992 lulusan pada pelaksanaan Wisuda Periode IV Tahun Akademik 2018/2019, di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir, Sabtu (30/3). Wisudawan terdiri dari 13 ahli madia, 816 sarjana, 88 magister, dan lima doktor. Dengan wisuda ini, UII telah meluluskan 96.520 alumni.

Read more

Dalam dunia hiburan dikenal istilah melodrama yakni upaya mengelola emosi pemirsa untuk membuatnya betah berlama-lama melihat produk hiburan. Ciri-ciri melodrama antara lain melihat tokoh serba hitam-putih sehingga memunculkan kultus mengidolakan seseorang dan begitu membenci orang yang memiliki karakter berkebalikan dengan idolanya. Rupanya melodrama juga turut dibawa dalam budaya dan kehidupan politik bangsa Indonesia.

Hal inilah yang turut menjadi keprihatinan salah satu sineas kenamaan, Garin Nugroho. Seperti diungkapkannya pada kuliah umum dan bedah buku “Negara Melodrama” yang diadakan oleh Pusat Studi dan Dokumentasi Media Alternatif (Nadim), Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia (UII), pada Kamis, (28/3). Kegiatan tersebut berlangsung di Auditorium lantai 3, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII.

Read more

Pemerataan ekonomi menjadi isu yang hangat di masyarakat Indonesia. Terlebih Indonesia saat ini sedang memasuki era industri baru yang ditandai dengan digitalisasi di pelbagai sektor industri. Pemenuhan kebutuhan yang cepat serta perubahan era digital ini tentunya secara tidak langsung akan berdampak pada perekonomian Indonesia ke depan.

Menjawab tantangan tersebut, Universitas Islam Indonesia (UII) bekerja sama dengan Tokopedia menyelenggarakan seminar bertajuk Tech A Break Goes To Campus “Machine Learning: A Game Changer In Tech Industry” bertempat di Ruang Audiovisual Perpustakaan Pusat UII (29/3).

Seminar menghadirkan Head of Research Scientist Tokopedia, Dr. Irvan Bastian Arief dan Software Engineer Lead Tokopedia, Muhammad Auliya. Jalannya seminar dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Networking & Kewirausahaan UII, Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D.

Read more

Pemilu yang akan dilaksanakan pada 17 April 2019 merupakan bagian dari ritual bangsa dalam merawat demokrasi di Indonesia. Dunia mengakui bahwa Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di muka bumi. Pelaksanaan pemilu secara serentak untuk pertama kalinya guna memilih pasangan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPD RI, DPR provinsi, dan DPR kabupaten/kota, telah memunculkan harapan dan sekaligus tantangan tersendiri.

Pemilu adalah salah satu ikhitar menjaga legitimasi yang terpilih. Legitimasi ini diharapkan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Namun, berkaca dari cerita belahan dunia lain, kita sebagai bangsa, harus secara bersama-sama mengawal kualitas proses. Kebocoran dalam proses akan sangat mungkin meningkatkan ketidakpercayaan warga, dan ujungnya adalah rendahnya legimitasi yang terpilih.

Untuk memberikan ilustasi, pada September 2016, CNN[1] menurunkan laporan dari Afrobarometer (afrobarometer.org), sebuah institut riset lintas Afrika tentang rendahnya kepercayaan terhadap pemilu. Hanya sebanyak 44%  warga Afrika  yang menjadi responden di 36 negara yang percaya dengan pemilu. Sebabnya beragam. Suap, intimidasi, dan korupsi adalah beberapa alasan di belakang rendahnya kepercayaan terhadap pemilu. Sebanyak 51% responden bahkan tidak percaya dengan Komisi Pemilihan Umum di sana. Potret ini semakin buram karena sekitar 70% responden mengaku pernah ditawari “suap” untuk memilih calon tertentu.

Tentu, kita tidak ingin, potret buram ini terjadi di Indonesia. Harapan terhadap hadirnya pemilu yang damai adalah anti-tesis dari temuan Afrobarometer tersebut.

Potensi kebocoran proses dengan segala bentuknya dalam pemilu selalu ada. Konteks Indonesia tidak terlepas dari potensi itu. Apalagi, pada saat ini ketika teknologi informasi menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pemilu, termasuk ketika musim kampanye. Sisi buram teknologi informasi dapat dieksploitasi untuk kepentingan jangka pendek oleh mereka yang ‘gelap mata’.

Penggunaan teknologi untuk mempengaruhi hasil pemilu dalam pemilihan presiden Amerika Serikat pada 2016 telah menjadi pencelik mata. Pemilu saat ini nampaknya tidak lagi menjadi pesta demokrasi warga negara saja, tetapi juga berpotensi menarik negara asing untuk terlibat dengan kepentingannya masing-masing. Laporan yang diturunkan oleh Majalah Foreign Affairs[2] membahas tentang pemilu yang tidak bisa diretas (the unhackable election).

Laporan memberikan gambaran bagaimana penggunaan teknologi informasi dapat memfasilitasi “kecurangan” pemilu. Bahkan negara asing bisa ikut “nimbrung” (meddle)  di dalamnya. Selain pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 2016, pemilihan Presiden Prancis 2017, pemilu Italia pada Maret 2018, referendum di Macedonia pada September 2018, pemilu Swedia pada September 2018, dan pemilu Bosnia dan Herzegowina pada Okober 2018, diduga kuat diwarnai dengan “campur tangan” asing melalui penyampaian informasi tertentu (terutama hoaks) dengan upaya terstruktur. Meskipun, sebagaimana dilaporkan oleh Majalah Foreign Affairs, negara-negara tersebut menyangkal adanya “campur tangan” asing.

Sosial media menjadi senjata andalan. Salah satu indikasinya adalah cacah akun palsu media sosial, termasuk Twitter, Facebook, dan Instagram, meningkat tajam mendekati hari-H. Penyebaran konten melalui medis sosial juga tidak jarang menggunakan robot.

Apakah ada penggunaan robot dalam penyebaran informasi pada media sosial di Indonesia? Jawaban singkatnya: ada, dan bisa membuktikan. Ketika ada informasi yang sama dibagi di media sosial dari beragam akun tetapi pada waktu yang sama, sangat patut diduga, bahwa itu di luar kemampuan manusia.

Bagaimana di Indonesia? Meskipun sulit membuktikan “campur tangan” asing, namun berkaca dari kejadian di negara lain yang disebut di atas tadi, secara teoretis, peluang itu ada. Jika ini terjadi dengan bukti nyata, tentu akan sangat mempengaruhi legimitasi hasil pemilu. Siapapun pemenangnya.

Terlepas dari itu, perang pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden di media sosial, sampai saat ini sudah sampai pada tarap yang tidak sehat. Beragam ujaran kebencian dan anti-kedamaian telah menjadi menu sehari-hari dan sudah membudaya. Berita bohong (hoaks) pun tidak sulit ditemukan.

Jika budaya ini dibiarkan, dampaknya bisa sangat membahayakan persatuan bangsa. Saat ini, di dunia maya, tidak sulit untuk melihat munculnya polarisasi sosial yang sangat akut. Konflik di dunia maya pun dapat berkembang menjadi konflik di dunia nyata. Sebagian pendukung buta pasangan calon nampaknya telah menjelma menjadi komunitas masokhis sosial yang tuna empati, menikmati kebencian dan penderitaan orang lain. Jika hal ini terus terjadi dan bahkan bereskalasi, pemilu yang damai dan bermartabat akan menjadi taruhan mahal.

Jika memang kebencian itu tidak bisa dihilangkan, pesan Sahabat Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah yang disampaikan sekitar 14 abad lalu, yang terekam dalam Kitab Nahjul Balaghah, nampaknya masih relevan untuk dijadikan pedoman:

“Cintailah kekasihmu itu sekedarnya saja, boleh jadi kamu akan membencinya suatu ketika. Dan bencilah orang yang kamu benci sekedarnya saja, boleh jadi kamu akan mencintainya suatu ketika”

Mari, menjadi pemilih yang mandiri dan mengedepankan akal sehat. Waspadai upaya dari pihak-pihak tertentu untuk melegitimasi pemilu dan kemungkinan campur tangan asing.

Kita bersama berdoa, semoga pemilu segera berlalu dengan berkualitas, menghasilkan orang-orang terpilih dengan legitimasi tinggi. Semoga bangsa Indonesia kembali waras dan tidak membocorkan energi yang terbatas, untuk sesuatu yang tidak berdampak untuk kemajuan bangsa.

Disarikan dari sambutan Rektor Universitas Islam Indonesia dalam pembukaan Seminar Nasional “Mendorong Pemilu Damai dan Substantif: Peta Jalan Menuju Perlindungan Hak Memilih” yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) pada 28 Maret 2019.

[1] https://edition.cnn.com/2016/09/25/africa/africa-view-election-distrust/index.html

[2] https://www.foreignaffairs.com/articles/2018-12-11/unhackable-election

Prestasi membanggakan kembali diraih oleh Tim Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII). Kali ini, Tim Mahasiswa Fakultas Kedokteran UII berhasil meraih juara 1 kategori Poster Edukasi Kesehatan, dalam acara Hassanudin Scientific Fair 2019 dengan tema “Traumatology”. Acara berskala nasional ini diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Hassanudin, Makassar, pada 21-24 Maret 2019. Read more

Pemilihan umum yang sudah di depan mata membuat suhu politik kian memanas. Kontestasi yang sengit di antara para elit politik turut berimbas pada meningkatnya gesekan di antara pendukung di masyarakat. Hal ini tentunya perlu diantisipasi agar penyelenggaraan pemilu tetap berlangsung damai dan substantif.

Ini juga yang menjadi pokok bahasan Seminar Nasional yang diadakan Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) Universitas Islam Indonesia (UII) pada Kamis (28/3) di kampus Fakultas Hukum UII. Seminar yang dihadiri oleh Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI), Pramono Ubaid Tanthowi ini mengusung tema ‘Mendorong Pemilu Damai dan Substantif: Peta Jalan Menuju Perlindungan Hak Memilih’.

Read more

Mengenal budaya antar negara membawa manfaat yang cukup baik dalam pembelajaran bahasa. Salah satu yang dapat dirasakan antara lain dapat meningkatkan hubungan erat kedua negara dan menambah nilai pengetahuan bagi yang mempelajarinya.

Santichon Islamic School Bangkok (SIS), Thailand, bekerjasama dengan Universitas Islam Indonesia melalui English Immersion Program Cilacs UII melaksanakan berbagai program pengenalan budaya lokal yang ada di Indonesia khususnya di Yogyakarta.

Read more