Universitas Islam Indonesia (UII) bekerjasama dengan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia Orwil D.I. Yogyakarta menyelenggarakan Dialog Kebangsaan dengan tema ‘Islam, Kebangsaan, dan Perdamaian’. Kegiatan yang juga digelar dalam rangka rangkaian kegiatan Milad ke-76 UII ini, pada Kamis (28/2), di Auditorium Prof. Dr. Abdulkahar Mudzakkir, menghadirkan narasumber Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dr. Haedar Nashir dan Budayawan, Emha Ainun Nadjib.

Read more

Saat ini fenomena film remaja bergenre roman banyak menyedot perhatian berbagai kalangan, khususnya para remaja dan anak muda. Tidak jarang, adegan atau nilai-nilai yang disuguhkan dalam film menjadi pedoman yang ditiru pada pemuda. Dalam aktivitasnya pemuda melupakan niatnya padahal niat kepada Allah sangatlah penting.

Merespon hal itu, Takmir Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan Kajian on the Road berjudul “Hijrah Story Lebih So Sweet dari Dilan”. Kajian yang dipandu Ustadz Evie Effendi itu berlangsung di Pelataran Gedung Kahar Mudzakir Masjid Ulil Albab UII pada Selasa pukul 16.00 – 18.00 WIB (26/02).

Read more

Tabitha Sri Jeany, S.H., M.Kn. berhasil meraih gelar Doktor pada Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) setelah berhasil mempertahankan disertasinya pada Sabtu (23/2), di Auditorium Kampus UII, Jl. Cik Di Tiro No. 1 Yogyakarta.

Diraihnya gelar Doktor tersebut merupakan capaian bersejarah. Promovenda merupakan seorang Kristen keturunan Tionghoa pertama yang berhasil menerima Gelar Doktor di UII. Bagi UII, diraihnya gelar Doktor ini menegaskan UII sebagai kampus yang inklusif, tempat menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan tanpa membedakan latar belakang suku, ras dan keyakinan.

Read more

Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) kembali melahirkan doktor baru. Adalah Tabitha Sri Jeany, S.H., M.Kn., Hartono, S.H.I., M.S.I., dan Sobirin Malian, S.H., M.Hum., ketiganya berhasil mempertahankan disertasi di hadapan dewan penguji. Bertempat di Auditorium Kampus UII, Jl. Cik Di Tiro No. 1 Yogyakarta, pada Sabtu (23/2), ketiga Promovendus diuji oleh masing masing 7 (tujuh) dewan penguji yang berbeda.

Read more

PT. Bank Syariah Mandiri (BSM) untuk kedua kalinya memberikan beasiswa kepada 50 mahasiswa berprestasi Universitas Islam Indonesia (UII) dengan total bantuan sebesar 100 Juta Rupiah. Secara simbolis penyerahan beasiswa dilaksanakan di Gedung Kuliah Umum (GKU), Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII pada Senin (25/2).

Read more

Ikatan Keluarga Ibu-Ibu (IKI) UII kembali mengadakan kegiatan anjangsana yang sekaligus merupakan agenda milad UII ke-76 di kediaman istri dari almarhum pimpinan UII terdahulu (periode 1970an hingga 2000an) pada Sabtu, (23/2). Kegiatan ini diikuti oleh Ketua Umum IKI periode 2018-2022, Nurul Fathul Wahid, Ketua IKI II, Sri Zaenal Arifin, Ketua IKI III, Dacih Rohidin dan beserta jajarannya sebanyak 15 orang. Anjangsana kali ini dilakukan secara bertahap dikarenakan banyaknya tempat dan lokasi yang dikunjungi.

Read more

Prodi Teknik Sipil UII mengadakan ‘Seminar Internalisasi Nilai-Nilai Islam’ dalam bidang teknik sipil pada Kamis (21/2) di Auditorium FTSP UII. Acara yang mengundang narasumber Dr. Muqowim, S.Ag., M.Ag, Setyabudi Indartono, Ph.D (UNY), dan Toriq Arif Ghuzdewan, S.T., M.Sc. (UGM) ini dihadiri oleh dosen dan juga mahasiswa di lingkungan FTSP UII.

Dr. Muqowim, S.Ag., M.Ag. membeberkan keutamaan pemahaman nilai Islam di berbagai lini kehidupan. Beliau memaparkan cara menyatukan antara agama dan juga sains adalah dengan memegang teguh ketaqwaan. Beliau memperlihatkan bahwa ada penelitian yang menguji nilai Islam suatu negara, dan banyak negara-negara yang bukan mayoritas penduduk muslim justru menerapkan nilai-nilai Islam. “Hal ini karena kita belum sepenuhnya menikmati nilai Islam yang hadir dalam diri kita”, ujarnya.

Read more

Minat yang tinggi untuk mempelajari ilmu arsitektur di negara lain menghantarkan seorang mahasiswa Arsitektur UII, Chairunnisa untuk belajar ke Turki. Melalui program Erasmus+, ia berkesempatan menimba ilmu selama satu semester ke Fatih Sultan Mehmet Vakıf Üniversitesi (FSMVÜ), Turkey. Program ini merupakan hasil kerjasama antara program studi Arsitektur UII dengan FSMVÜ. Setiap tahunnya, kedua universitas mengirimkan dua orang mahasiswa dan seorang dosen untuk mengikuti kegiatan akademik di kampus masing-masing. Mahasiswa yang akan mengikuti aktifitas itu harus melalui proses seleksi yang cukup ketat. Pelepasan mahasiswa diadakan di Gedung Rektorat, kampus terpadu UII pada Rabu (20/2).

Read more

International Program Dance Club Universitas Islam Indonesia (IPDC UII) berhasil meraih juara umum atau predikat Grand Prix dalam kompetisi tari tingkat Internasional Folk Festival in Catalonia 2019. Grand Prix merupakan penghargaan tertinggi dalam ajang bergengsi tersebut. Penghargaan itu juga disampaikan komite penyelenggara melalui akun resmi media sosialnya. Kompetisi yang berlangsung di provinsi Catalunya, Spanyol pada tanggal 3 hingga 6 Februari 2019 ini diikuti oleh grup tari serta seniman dari berbagai belahan dunia.

Read more

Dengan bekal terjemahan budaya ke dalam bahasa Inggris adalah “culture”, saya mencari kata “culture” ke dalam puluhan terjemahan Alquran yang terangkum dalam quran.com. Tak satupun ayat yang mengandung terjemahan kata “culture” dalam bahasa Inggris. Pencarian berlanjut di puluhan kitab Hadis yang terangkum di sunnah.com. Hasilnya sama. Nihil.

Apakah ini berarti, budaya tidak menjadi kepedulian Islam dan umat Islam? Kita simpan pertanyaan ini, sebelum menyepakati definisi budaya.

Hari ini, kita mengikuti diskusi tentang fikih budaya. Ada dua kata kunci di sini: fikih dan budaya.

Dalam kaidah fikih disebutkan bahwa hukum itu berputar bersama ‘illah (alasan hukum)-nya dalam mewujudkan dan meniadakan hukum (al-hukm yadûru ma’a ‘illatih wujûdan wa ‘adaman). Ibn Qayyim al-Jawziyyah menyatakan bahwa perubahan fatwa dapat terjadi dikarenakan adanya perubahan zaman, tempat, keadaan, dan kebiasaan. Jika pendapat ini diikuti, hukum Islam bersifat responsif dan sekaligus adaptif.

Perubahan mengharuskan respons dari hukum Islam. Sebagai contoh, munculnya cyptocurrency, seperti bitcoin, misalnya memantik diskusi fikihnya. Dampak teknologi informasi, dalam beragam interaksi antarmanusia pun perlu dibahas; apakah bisa menikah dengan bantuan konferensi video, misalnya. Atau, sahkah melakukan talak menggunakan aplikasi pesan singkat?

Selain itu, penerapan fikih, seperti dicontohkan Rasulullah, tidaklah selalu saklek, kaku. Sebagai contoh, lihat bagaimana kisah ketika Rasulullah ketika menentukan hukum bagi seorang sahabat miskin yang berhubungan dengan istrinya di siang hari, padahal dia sedang berpuasa.

“Suatu hari kami pernah duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi menjawab, “Tidak”.

Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab, “Tidak”.  

Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,“Di mana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ambillah dan bersedakahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.” (HR. Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 1111).

Budaya juga bersifat sama. Budaya adalah sistem adaptif (Keesing,1974), yang berkembang sejalan dengan waktu.

Menurut Koentjaraningrat (1979), terdapat tiga wujud kebudayaan: (1) sebagai ide, gagasan, nilai, atau norma; (2) sebagai aktifitas atau pola tindakan manusia dalam masyarakat; (3) sebagai benda-benda hasil karya manusia. Ketiganya bisa kita sebut sebagai artifak yang didefinisikan sebagai “humanly designed, socially objectified vehicles of functional meaning” (Kessing, 1974).

Dalam Kamus Cambridge, entri ‘culture’ mempunyai beberapa nosi. Ada yang artian luas mencakup seluruh hasil kerja intelektual manusia, ada yang spesifik terkait dengan seni. Tapi, nampaknya semuanya sepakat, bahwa budaya tidak bisa dilepaskan dari produk dari manusia.

Saya juga melakukan pencarian daring dengan frasa “fikih budaya” dengan beragam kombinasi, dan tidak banyak literatur yang bisa saya baca. Salah satunya adalah tulisan Prof. Idri (2012) dari UIN Sunan Ampel Surabaya. Beliau menawarkan tiga pendekatan. Pertama, fikih budaya dalam dapat dibingkai dengan pendekatan historis. Hukum Islam yang sudah dipraktikkan umat Islam dalam sejarah, bukan semata-mata sebagai aturan hukum syariat. Kedua, pengembangan fikih budaya perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip bersifat absolut dan universial. Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah: prinsip kebebasan dan pertanggungjawaban individu; prinsip kesetaraan derajat manusia di hadapan Tuhan; prinsip keadilan; prinsip tidak merugikan diri sendiri dan orang lain; prinsip menepati janji dan menjunjung tinggi kesepakatan; dan prinsip tolong menolong untuk kebaikan. Ketiga, dalam merumuskan fikih budaya juga perlu menyeimbangkan antara pendekatan tekstual dan kontekstual. Pendekatan tekstual-kontekstual ini dipilih untuk menyeimbangkan pemahaman normatif-doktrinal di satu sisi, dan kontekstualisasi dengan unsur-unsur kesejarahan pada sisi lain.

Karena berbudaya adalah untuk manusia, dan manusia diminta Allah membina kehidupan yang baik (hayah thayyibah), maka demikian juga dalam berbudaya. Berbudaya juga seharusnya untuk kebaikan!

Semoga dapat memantik diskusi lanjutan yang lebih produktif!

Disarikan dari sambutan rektor dalam Diskusi Fikih Budaya pada 18 Februari 2019

 

Referensi

Idri (2012). Pengenalan metodologi filosofis dalam kajian fikih budaya dan sosial. Karsa, 20(2), 165-175

Keesing, R. M. (1974). Theories of culture. Annual review of anthropology, 3(1), 73-97.

Koentjaraningrat, R. M. (1971). Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.