Dialog Kebangsaan’Indonesia Merdeka, Indonesia Beradab’ yang digagas oleh Universitas Islam Indonesia (UII) menuai respon positif dari kalangan akademisi dan masyarakat umum. Hal ini tampak dari penuhnya Gedung Auditorium Prof. Dr Abdulkahar Mudzakir pada Rabu (5/9), sebagai tempat penyelenggaraan acara yang dapat menampung lebih dari seribu peserta.

Read more

Lembaga non-profit the International Council for Small Business (ICSB) Indonesia memberikan penghargaan ICSB Indonesia Presidential Award 2018 Kategori Riset/Akademisi kepada Universitas Islam Indonesia (UII). Penghargaan tersebut sebagai bentuk apresiasi atas peran UII yang konsisten di bidang riset dan akademis dalam mendukung berkembangnya usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia. Rektor UII, Fathul Wahid, M.SC., Ph.D berkesempatan menerima penghargaan secara langsung dari GKR Condrokirono dan Director of Academic ICSB Indonesia, Dr. Setyo Riyanto, MM pada acara Gebyar UKM Indonesia 2018 yang diadakan di Gedung Prof. Sunarjo, kampus UIN Sunan Kalijaga, Selasa (4/9).

Read more

Riset menjadi satu bagian peran penting perguruan tinggi (PT), selain pengajaran dan pengabdian kepada masyarakat. Di Indonesia, ketiga peran tersebut diramu ke dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi. Salah satu tantangan (lama) yang (masih) dihadapi saat ini adalah metode mengukur kualitas riset. Beragam indikator dapat ditemukan dalam literatur dan praktik. Tidak terkecuali di Indonesia. Read more

Dalam rangka memperingati kemerdekaan Republik Indonesia ke-73, Universitas Islam Indonesia (UII) akan menyelenggarakan Dialog Kebangsaan dengan tema Indonesia Merdeka Indonesia Beradab. Dialog akan digelar pada Rabu (5/9), bertempat di Auditorium Prof. K.H. Abdulkahar Mudzakkir UII, Jl. Kaliurang Km.14,5.

Read more

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. melantik Pejabat Struktural di lingkungan UII periode 2018-2022 pada Senin (3/9), di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. dr. Sardjito Kampus Terpadu UII. Pejabat yang dilantik antara lain mengemban amanah untuk posisi Sekretaris Eksekutif, Kepala Badan, Direktur, Kepala Bidang, Kepala Laboratorium, Kepala Divisi dan Kepala Pusat Studi.

Read more

Kerjasama antara universitas dan lembaga tinggi negara merupakan hal yang perlu untuk terus dikembangkan. Hal ini mengingat keduanya dapat saling mengisi dan memaksimalkan potensi sesuai dengan kapabilitas yang dimiliki. Sebagaimana tergambar dalam kunjungan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (Sekjend MK RI) ke kampus Universitas Islam Indonesia (UII) pada Jum’at (31/8). Perwakilan Sekjend MK RI yang dipimpin oleh Prof. Dr. Guntur M. Hamzah, SH, MH diterima oleh Rektor UII, Fathul Wahid, M.Sc., Ph.D bersama pimpinan universitas di Gedung Rektorat GBPH Prabuningrat UII.

Read more

Sebagai salah satu pilar penting perguruan tinggi, riset diharapkan untuk tidak hanya terbatas pada keluaran publikasi internasional. Persaingan global yang semakin kompetitif mendorong agar riset juga dapat memberi dampak yang lebih komprehensif di bidang akademik, maupun di bidang non-akademik.

Read more

Mobil Listrik Tim Ulil Albab Student Center (UASC) Universitas Islam Indonesia (UII) siap berlaga pada ajang internasional Student Formula Japan (SFJ), pada 4-8 September 2018, di Ecopa Stadium, Shizuoka, Jepang. Keberangkatan tim dilepas secara langsung oleh Rektor UII, Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. di Gedung Rektorat UII, pada Kamis (30/8).

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) menyalurkan bantuan logistik untuk korban gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kali ini bantuan yang disalurkan berasal dari Rumah Sakit JIH dan JIH Woman Association (JIHWA). Bantuan Logistik tersebut meliputi genset, terpal, peralatan mandi, peralatan tidur, pampers, dan beberapa jenis barang yang dibutuhkan lainnya.

Read more

Dunia pendidikan tinggi di Indonesia dalam setahun terakhir nampaknya semakin terpapar istilah Universitas 4.0, yang dipercaya merupakan respons atas lahirnya Revolusi Industri 4.0. Konseptualisasi istilah Universitas 4.0 yang beredar di Indonesia nampaknya tidak didasarkan pada kontekstualisasi yang memadai. Tidak jarang yang kita temukan adalah ‘salin-tempel’ konsep dari konteks lain.

Supaya tidak salah simpulan, sebelum meneruskan membaca, penting ditegaskan di depan, bahwa tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menolak hadirnya konsep Universitas 4.0. Tulisan ini mengundang diskusi kritis untuk tidak lepas dari konteks kita berpijak.

Pendorong dan respons

Revolusi Industri 4.0 dianggap merupakan lanjutan dari tahapan sebelumnya, dari mekanisasi (1.0), produksi massal (2.0), sampai dengan komputer dan otomasi (3.0). Revolusi yang terakhir ini ditandai dengan sistem siber fisis (cyber fisikal systems) yang melebur teknologi dan mengaburkan batas antara aspek fisis, digital, dan biologis. Internet of Things (IoT) dan kecerdasan buatan (artificial intelligence), misalnya, dapat contoh pengaburan batas ini. Beberapa teknologi penanda lain yang jamak disebut adalah komputasi awan (cloud computing) dan data raya (big data). Banyak juga yang kemudian mengaitkan Revolusi Industri 4.0 dengan era disrupsi.

Dalam banyak kesempatan, pemerintah, baik melalui Presiden Jokowi maupun menteri,  mendorong perguruan tinggi (PT) di Indonesia untuk merespons perkembangan yang bersifat disruptif ini dengan baik. Tidak ada yang salah dengan dorongan ini, dan memang diperlukan. Ilustrasi yang sering digunakan untuk menggambarkan era ini adalah muncunya perusahan kelas dunia dengan pendekatan yang anti arus utama. Facebook menjadi perusahaan media tapi tidak memroduksi konten; AirBnB menjadi perusahaan penyedia akomodasi tanpa kepemilikan properti; dan Uber menjadi penyedia layanan taksi namun zonder investasi armada. Intinya, gaya bisnis lama menjadi kedaluwarsa.

Terkait dengan respons di konteks PT, beragam konseptualisasi Universitas 4.0 beredar. Beberapa PT juga berbenah dengan beragam inisiatif, mulai dari perencanaan strategi besar, peninjauan ulang kurikukum dan metode pembelajaran, penyediaaan perpustakaan digital dan ruang kerja bersama (co-working space), dan penawaran kuliah jarak jauh dengan moda daring. Singkatnya, variasi respons ditemukan di lapangan. Beragam inisiatif tersebut dapat dianggap sebagai anak tangga menuju Universitas 4.0, meskipun masih bisa diperdebatkan.

Kontekstual dan progresif

Pertanyaan besar yang perlu dijawab adalah apakah konseptualisasi Universitas 4.0 sudah tepat? Pertanyaan ini akan memantik debat panjang. Terlepas dari itu semua, nampaknya semua sepakat bahwa gaya lama dalam menjalankan PT tidak akan dapat merespons perubahan selera zaman. Perkembangan teknologi hanya salah satu pemicunya. Beberapa poin berikut penting untuk didiskusikan.

Pertama, apakah konseptualisasi Universitas 4.0 sudah kontekstual atau dibumikan ke kondisi mutakhir di Indonesia? Hal ini penting dilakukan supaya kita tidak latah, mengikuti arus, tanpa kontekstualisasi yang memadai. Kalau ingin melihat Indonesia dengan utuh, jangan hanya lihat kondisi di kota atau pulau yang selama ini menjadi pusat pembangunan. Kita perlu melihat sisi lain Indonesia yang jarang dilirik. Kita harus jujur akui bahwa pembangunan dan dampaknya belum merata. Formulasi respons perlu melihat keragaman konteks dengan bijak. Kebijakan nasional yang ‘gebyah uyah’ atau ‘pukul rata’ nampaknya perlu dikritisi bersama.

Kedua, meskipun gaya lama dianggap kedaluwarsa, namun misi suci PT, seperti menelurkan manusia paripurna yang mumpuni dan berwatak serta menghasilkan pengetahuan yang bermanfaat perlu tetap dilestarikan. Jika tidak, jebakan pola pikir kapitalisme nirnilai dapat mudah merasuk. Hasilnya bisa jadi menjelma menjadi manusia pandai yang tuna sukma. Diskusi tetang nilai dan etika dalam konteks disrupsi nampaknya belum mendapatkan tempat yang memadai.

Ketiga, anak tangga yang dibangun menuju Universitas 4.0 harus bersifat progresif, tidak sporadis atau terserak. Anak tangga harus menuju kepada anak tangga lanjutan yang mengantarkan pada tingkat yang tinggi, buka anak tangga yang tersebar dengan resultante minimal. Di sini diperlukan orkestrasi inisiatif yang baik. Sebagai contoh, ketika teknologi informasi menjadi salah satu pendorong perubahan, sudah seberapa serius sisi ini didesain. Ekstrimnya, jika koneksi Internet saja masih membuat sakit kepala setiap hari, bagaimana kita bisa membangun layanan baru di PT?

Keempat, kebijakan pemerintah yang mendukung diperlukan. Sebagai contoh, PT didorong melakukan demokrasitasi pendidikan tinggi sehingga menjangkau sebanyak mungkin anak bangsa dengan bantuan teknologi informasi, dengan pendidikan jarak jauh. Tetapi ketika isu rasio dosen-mahasiswa konvensional masih menjadi patokan, gerak ke arah demokratisasi pendidikan tentu akan terbatasi. Energi dosen juga sudah seharusnya diarahkan ke arah pengembangan ilmu dan teknologi, dan tidak banyak tersita ke ranah administratif. Dalam hal ini, perlu ada terobosan kebijakan, yang tentu saja tidak boleh mengorbankan kualitas.

Kelima, memang betul ada kecenderungan bahwa ke depan banyak profesi yang akan sirna dan muncul profesi baru yang saat ini bahkan masih sulit diraba. Tetapi, dalam situasi apapun, manusia adalah pemegang kuncinya. Universitas 4.0 seharusnya juga memberi perhatian untuk mengembangkan kompetensi lulusan. The World Economic Forum mengidentifikasi kompetensi lulusan PT pada masa depan yang akan menjadikannya adaptif. Termasuk ke dalam kompetensi tersebut adalah kemampuan memecahkan masalah kompleks, pemikiran kritis, kreativitas, manajemen manusia, orientasi layanan, dan fleksibilitas kognitif. Pertanyannya: apakan PT sudah menyiapkan program intervensi sistematis untuk mengembangkan kompetensi lulusan ke arah sana?

Tulisan ini menghadirkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Pertanyaan kritis tersebut diharapkan dapat menghangatkan pemikiran para pemimpin PT dan memantik diskusi lanjutan yang produktif, untuk menghasilkan imaji baru. Niatnya adalah menjaga kehadiran PT tetap relevan dalam konteks dan zamannya. Semoga.

Tulisan ini telah dimuat dalam Kolom Analisis Harian Kedaulatan Rakyat pada 29 Agustus 2018.