Psikolog perlu melakukan perubahan paradigma dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Terlebih adanya bencana alam yang saat ini sedang terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Hal ini menuntut para Psikolog dapat bekerja secara kelompok.

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) mewisuda 1.018 lulusan pada pelaksanaan wisuda periode I Tahun Akademik 2018/2019, di Auditorium Prof. Dr. Abdulkahar Mudzakkir, Sabtu (29/9). Peserta wisuda UII kali ini terdiri dari 1 doktor, 110 magister, 821 sarjana, dan 86 ahli madya. Hingga periode kali ini UII telah meluluskan lebih dari 93.512 alumni, dan telah berkarya di beragam sektor, baik di dalam maupun luar negeri.

Read more

Progam Studi Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan kuliah umum bersama para alumni dalam rangka menjaga tali silaturahmi antar angkatan, pada Jumat (28/9) di Gedung Muh Natsir UII. Kegiatan yang dilaksanakan setiap tahun ini dihadiri mahasiswa Teknik Lingkungan dari berbagai angkatan. Tema yang diusung dalam penyelenggaraan kuliah umum kali ini adalah Tantangan Engineer Ulil Albab di Era Milenial.

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menerima kunjungan dari perguruan tinggi dalam rangka studi banding. Bertempat di Gedung Kuliah Umum (GKU) Prof. Dr. Sardjito UII, Jum’at (28/9), Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengunjungi UII dalam rangka studi banding tentang penjaminan mutu perguruan tinggi.

Read more

One of the crucial qualities that men should have to survive in the professional world is leadership. This soft skill will help somebody face challenges and opportunities in building his or her career in the future. One needs to learn leadership as the skill is not naturally ingrained but achieved through learning and series of training. It is not a discrete or isolated quality of men but an integrated skill derived from the combination of real experiences and theories.

Read more

Pergelaran The Annual Meetings of International Monetary Fund & World Bank Group (IMF-WBG) akan segera berlangsung di Bali dalam sepekan mendatang. Event internasional yang dihadiri 15.000 orang dan 3.500 delegasi dari 189 negara anggota itu dinilai akan membawa dampak siginifikan pada masa depan ekonomi dunia. Salah satu aspek ekonomi yang juga dibahas adalah ekonomi syariah atau ekonomi Islam. Masuknya pembahasan ekonomi Islam dalam pertemuan tersebut disambut baik oleh para pakar ekonomi syariah Indonesia. Sebagaimana tergambar dalam event forum akademia “Kekuatan Ekonomi Syariah” yang diadakan di Aula Utara, Fakultas Ekonomi UII pada Kamis (27/9). Forum ini terselenggara atas kerjasama FE UII, Bank Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, serta Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan RI.

Read more

Perkembangan teknologi yang begitu cepat perlu dimanfaatkan dengan baik oleh berbagai kalangan, tidak terkecuali bagi perusahaan menengah hingga perusahaan besar. Pemanfaatan ini tampak dengan adanya inovasi pada kegiatan marketing yang dilakukan, atau biasa disebut Digital Marketing. Digital marketing merupakan kegiatan pemasaran produk atau jasa dengan memanfaatkan platform digital.

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) bersama Telkomsel menggelar kuliah umum dengan topik digital marketing. Kegiatan ini diharapkan dapat memotivasi mahasiswa dalam merespon hadirnya era digital. Melalui kegiatan yang berlangsung di Gedung Moh. Hatta UII, Rabu (26/9) ini, mahasiswa yang hadir juga diajak bergabung pada kegiatan Indonesia Next.

Read more

Kerjasama dengan otoritas keuangan di bidang perbankan menjadi salah satu perhatian UII. Hal ini mengingat pentingnya sektor keuangan perbankan sebagai penopang pertumbuhan ekonomi nasional. Universitas tentunya juga memiliki tanggungjawab untuk turut mendukung kinerja otoritas keuangan negara. Sebagaimana tergambar dalam penandatanganan nota kesepahaman antara Universitas Islam Indonesia (UII) dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada hari Kamis (27/09) di Ruang Sidang Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito. Turut hadir pada acara tersebut Rektor UII Fathul Wahid, ST. M.SC. Ph.D., Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Dr. Halim Alamsyah beserta segenap jajarannya, Sekretaris Jendral Majelis Ulama Indonesia, Wakil Ketua BPH DSN MUI, dan segenap civitas akademika UII.

Read more

Keberanian membayangkan masa depan diperlukan untuk mendesain anak tangga menuju ke sana. Semakin konkret bayangan (imajinasi) yang diproduksi, semakin mudah anak tangga didesain. Namun, bayangan secara inheren bersifat abstrak. Di sini diperlukan kemampuan abstraksi yang memadai, yang dalam bahasa Alquran disebut albayan (QS Arrahman 55:4). Dalam bahasa lain, abstraksi ini salah satunya melalui proses konseptualisasi.

Salah satu bayangan dalam dunia pendidikan tinggi adalah munculnya istilah Universitas 4.0, yang dipercaya merupakan respons atas lahirnya Revolusi Industri 4.0. Universitas 4.0 adalah contoh mutakhir universitas bayangan (imagined university). Konseptualisasi istilah Universitas 4.0 yang beredar di Indonesia nampaknya tidak didasarkan pada imajinasi kontekstual yang memadai. Tidak jarang yang kita temukan adalah ‘salin-tempel’ konsep dari konteks lain.

Supaya tidak salah simpulan, sebelum meneruskan membaca, penting ditegaskan di depan, bahwa tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menolak hadirnya konsep Universitas 4.0. Tulisan ini mengundang diskusi kritis untuk tidak lepas dari konteks kita berpijak.

Pendorong dan Respons

Revolusi Industri 4.0 dianggap merupakan lanjutan dari tahapan sebelumnya, dari mekanisasi (1.0), produksi massal (2.0), sampai dengan komputer dan otomasi (3.0). Revolusi yang terakhir ini ditandai dengan sistem siber fisis (cyber fisikal systems) yang melebur teknologi dan mengaburkan batas antara aspek fisis, digital, dan biologis. Internet of Things (IoT) dan kecerdasan buatan (artificial intelligence), misalnya, dapat contoh pengaburan batas ini. Beberapa teknologi penanda lain yang jamak disebut adalah komputasi awan (cloud computing) dan data raya (big data). Banyak juga yang kemudian mengaitkan Revolusi Industri 4.0 dengan era disrupsi.

Dalam banyak kesempatan, pemerintah, baik melalui Presiden Jokowi maupun menteri,  mendorong perguruan tinggi (PT) di Indonesia untuk merespons perkembangan yang bersifat disruptif ini dengan baik. Tidak ada yang salah dengan dorongan ini, dan memang diperlukan. Ilustrasi yang sering digunakan untuk menggambarkan era ini adalah muncunya perusahan kelas dunia dengan pendekatan yang anti arus utama. Facebook menjadi perusahaan media tapi tidak memroduksi konten; AirBnB menjadi perusahaan penyedia akomodasi tanpa kepemilikan properti; dan Uber menjadi penyedia layanan taksi namun zonder investasi armada. Intinya, gaya bisnis lama menjadi kedaluwarsa.

Terkait dengan respons di konteks PT, beragam konseptualisasi Universitas 4.0 beredar. Beberapa PT juga berbenah dengan beragam inisiatif, mulai dari perencanaan strategi besar, peninjauan ulang kurikukum dan metode pembelajaran, penyediaaan perpustakaan digital dan ruang kerja bersama (co-working space), dan penawaran kuliah jarak jauh dengan moda daring. Singkatnya, variasi respons ditemukan di lapangan. Beragam inisiatif tersebut dapat dianggap sebagai anak tangga menuju Universitas 4.0, meskipun masih bisa diperdebatkan.

Kontekstual dan Progresif

Pertanyaan besar yang perlu dijawab adalah apakah konseptualisasi Universitas 4.0 sudah tepat? Pertanyaan ini akan memantik debat panjang. Terlepas dari itu semua, nampaknya semua sepakat bahwa gaya lama dalam menjalankan PT tidak akan dapat merespons perubahan selera zaman. Perkembangan teknologi hanya salah satu pemicunya. Beberapa poin berikut penting untuk didiskusikan.

Pertama, apakah konseptualisasi Universitas 4.0 sudah kontekstual atau dibumikan ke kondisi mutakhir di Indonesia? Hal ini penting dilakukan supaya kita tidak latah, mengikuti arus, tanpa kontekstualisasi yang memadai. Kalau ingin melihat Indonesia dengan utuh, jangan hanya lihat kondisi di kota atau pulau yang selama ini menjadi pusat pembangunan. Kita perlu melihat sisi lain Indonesia yang jarang dilirik. Kita harus jujur akui bahwa pembangunan dan dampaknya belum merata. Formulasi respons perlu melihat keragaman konteks dengan bijak. Kebijakan nasional yang ‘gebyah uyah’ atau ‘pukul rata’ nampaknya perlu dikritisi bersama.

Kedua, meskipun gaya lama dianggap kedaluwarsa, namun misi suci PT, seperti menelurkan manusia paripurna yang mumpuni dan berwatak serta menghasilkan pengetahuan yang bermanfaat perlu tetap dilestarikan. Jika tidak, jebakan pola pikir kapitalisme nirnilai dapat mudah merasuk. Hasilnya bisa jadi menjelma menjadi manusia pandai yang tuna sukma. Diskusi tetang nilai dan etika dalam konteks disrupsi nampaknya belum mendapatkan tempat yang memadai.

Ketiga, anak tangga yang dibangun menuju Universitas 4.0 harus bersifat progresif, tidak sporadis atau terserak. Anak tangga harus menuju kepada anak tangga lanjutan yang mengantarkan pada tingkat yang tinggi, buka anak tangga yang tersebar dengan resultante minimal. Di sini diperlukan orkestrasi inisiatif yang baik. Sebagai contoh, ketika teknologi informasi menjadi salah satu pendorong perubahan, sudah seberapa serius sisi ini didesain. Ekstrimnya, jika koneksi Internet saja masih membuat sakit kepala setiap hari, bagaimana kita bisa membangun layanan baru di PT?

Keempat, kebijakan pemerintah yang mendukung diperlukan. Sebagai contoh, PT didorong melakukan demokrasitasi pendidikan tinggi sehingga menjangkau sebanyak mungkin anak bangsa dengan bantuan teknologi informasi, dengan pendidikan jarak jauh. Tetapi ketika isu rasio dosen-mahasiswa konvensional masih menjadi patokan, gerak ke arah demokratisasi pendidikan tentu akan terbatasi. Energi dosen juga sudah seharusnya diarahkan ke arah pengembangan ilmu dan teknologi, dan tidak banyak tersita ke ranah administratif. Dalam hal ini, perlu ada terobosan kebijakan, yang tentu saja tidak boleh mengorbankan kualitas.

Kelima, memang betul ada kecenderungan bahwa ke depan banyak profesi yang akan sirna dan muncul profesi baru yang saat ini bahkan masih sulit diraba. Tetapi, dalam situasi apapun, manusia adalah pemegang kuncinya. Universitas 4.0 seharusnya juga memberi perhatian untuk mengembangkan kompetensi lulusan. The World Economic Forum mengidentifikasi kompetensi lulusan PT pada masa depan yang akan menjadikannya adaptif. Termasuk ke dalam kompetensi tersebut adalah kemampuan memecahkan masalah kompleks, pemikiran kritis, kreativitas, manajemen manusia, orientasi layanan, dan fleksibilitas kognitif. Pertanyannya: apakan PT sudah menyiapkan program intervensi sistematis untuk mengembangkan kompetensi lulusan ke arah sana?

Tulisan ini menghadirkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Pertanyaan kritis tersebut diharapkan dapat menghangatkan pemikiran para pemimpin PT dan memantik diskusi lanjutan yang produktif, untuk menghasilkan imaji baru. Niatnya adalah menjaga kehadiran PT tetap relevan dalam konteks dan pada zamannya. Semoga.

—–

Versi awal tulisan ini dimuat dalam Kolom Analisis Kedaulatan Rakyat, 30 Agustus 2018.