Malaria merupakan masalah kesehatan yang utama di dunia terutama di negara berkembang. Penyakit malaria disebabkan oleh parasit protozoa Plasmodium falciparum dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles melalui gigitannya. Kematian akibat penyakit malaria mencapai 1-2 juta orang per tahunnya di 100 negara lebih.
Di Indonesia penyakit malaria masih menjadi masalah kesehatan yang utama karena menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Kondisi alam Indonesia yang beriklim tropis menjadi pendukung terjadinya penularan penyakit malaria secara optimal. Berdasarkan data kementrian kesehatan (2016) menunjukkan bahwa angka malaria tertinggi terjadi di daerah timur Indonesia terutama pada provinsi Papua.
Hal tersebut melatarbelakangi tim mahasiswa UII melakukan penelitian dan mencari sebuah solusi akan persoalan tersebut. Tim mahasiswa UII dalam penelitian ini beranggotakan Irhami Kurnia, Irfan Arirahman dan Chely Mirda Prastica dengan dosen pembimbing Dhina Fitriastuti, M.Sc.
Disampaikan Irhami Kurnia pada Senin (4/6), secara umum penanganan penyakit malaria yang telah dilakukan yaitu berupa pengasapan dengan insektisida maupun larvasida yang bertujuan untuk membunuh nyamuk Anopheles yang menjadi vektor parasit Plasmodium.
Selain itu, dilakukan pula penanganan berupa pengobatan menggunakan obat antimalaria, tetapi kondisi yang dihadapi dalam penanganan dan penanggulangan mendapat kendala berupa timbulnya vektor malaria yang resisten terhadap insektisida atau larvasida, dan parasit malaria yang resisten terhadap obat antimalaria.
Irhami Kurnia menjelaskan, munculnya parasit Plasmodium falciparum yang resisten menyebabkan obat antimalaria tidak efektif lagi dalam menyembuhkan pasien. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menemukan obat antimalaria baru adalah dengan mensintesis senyawa dengan struktur kimia yang mirip dengan senyawa yang telah diketahui aktivitas antimalarianya.
“Senyawa yang dilaporkan memiliki aktivitas antimalaria adalah senyawa xanton dan turunannya dimana xanton secara selektif dapat menghambat pertumbuhan falciparum dalam kultur,” ungkapnya.
Irfan Arirahman menambahkan, senyawa xanton merupakan senyawa metabolit sekunder yang dapat diisolasi dari tumbuhan. Akan tetapi hasil isolasi xanton dari tumbuhan akan memberikan hasil yang sedikit, sehingga perlu dilakukan sintesis. Sintesis xanton lebih mudah dilakukan dan lebih menguntungkan dari sudut pandang ilmiah dan ekonomi dibandingkan dengan proses isolasi.
“Proses pembuatan senyawa Xanton terdapat beberapa tahap, meliputi: tahap sintesis, pemurnian dan karakterisasi. Kemampuan senyawa dalam melawan pertumbuhan parasit dapat ditentukan melalui uji aktivitas antimalaria dengan metode uji hambatan polimerisasi hem,” paparnya.