103 Apoteker UII Ikrarkan Sumpah Profesi
Apoteker sebagai profesi yang mengandalkan keahlian dan kewenangan praktik kefarmasian mengemban amanah dan bertanggungjawab dalam setiap penyelenggaraan praktik tersebut. Selain telah menyelesaikan pendidikan profesi, seorang apoteker juga harus mengucapkan sumpah profesi sebagai apoteker.
Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Islam Indonesia (UII) Menggelar Sumpah Profesi Apoteker Angkatan XXX tahun akademik 2017/2018. Kali ini sebanyak 103 lulusan menjalani sumpah profesi yang berlangsung di Auditorium Abdul Kahar Muzakkir Kampus Terpadu UII pada Selasa (6/3).
Dalam pelaksanaan kali ini dihadiri Wakil Rektor I UII, Dr.-Ing. Ir. Ilya Fadjar Maharika, MA., IAI., Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia Wimbuh Dumadi, S.Si., M.H,Apt., Komite Farmasi Nasional, Drs. Bambang Triwara, Apt., Sp.FRS. dan Dinas Kesehatan DIY, Dra. Siti Badriyah, Apt., M.Kes.
Ilya Fadjar Maharika menyampaikan bahwa berbagai tantangan kedepan dalam bidang farmasi akan dihadapi oleh para penyandang profesi apoteker, termasuk para apoteker baru lulusan UII.
“Salah satu permasalahan yang paling mendasar di dalam bidang kefarmasian saat ini adalah beredarnya obat yang palsu, illegal, dan juga termasuk obat yang mempunyai kandungan haram untuk dikonsumsi oleh umat Islam. Seperti yang diungkapkan BPOM belum lama ini bahwa ada dua merk obat yang mengandung DNA babi tersebar di masyarakat.
”Permasalahan ini tentunya tidak hanya menjadi tanggungjawab BPOM dan pihak berwenang saja, namun UII sebagai perguruan tinggi juga berkomitmen untuk tetap memberikan kontribusinya agar terwujud masyarakat Indonesia yang sehat,” ungkapnya.
Sementara disampaikan Wimbuh Dumadi, terdapat tiga hal yang berkaitan mengenai profesi apoteker. Pertama, profesi apoteker mempunyai sistim nilai yang akan melahirkan etika profesi apoteker dan sistim otonom melahirkan standar profesi dan standar pelayanan profesi apoteker yang digunakan sebagai pedoman dan pemberi arah praktik kefarmasian.
Kedua, yaitu kewenangan seorang tenaga kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat. Bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dan yang terakhir menurut Wimbuh Dumadi, para apoteker baru diminta untuk praktik bertanggung jawab serta menjadi agent of change, menjadi apoteker yang professional. Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Perwakilan dari Komite Farmasi Nasional (KFN) Drs. Purwadi, Apt., M.M., M.E menyampaikan dampak dari globalisasi adalah mudahnya dalam melakukan hubungan dengan orang yang berasal dari belahan dunia manapun. Hal itu tentunya menjadikan kita semakin rentan terhadap ancaman kesehatan.
“Salah satu ancaman kesehatan global yaitu resistensi antimikroba yang terjadi akibat penggunaan antimikroba yang tidak tepat pada manusia seperti peresepan yang berlebihan atau tidak tepat indikasi dan dosis, peresepan antibiotic untuk penyakit non-infeksi bacterial, serta pasien tidak patuh atau tidak menyelesaikan terapi,” ujarnya. (RRA/RS)